Oleh: Yunahar Ilyas
Nama Nabi Ayyub ‘alaihi as-salâm disebut di dalam Al-Qur’an sebanyak 4 kali. Masing-masing satu kali pada Surat An-Nisa’ 163, Al-An’am 84, Al-Anbiya’ 83 dan Surat Shad 41.
Pada Surat An-Nisa’ 163 nama Ayyub disebut dalam deretan nama Nabi-nabi yang mendapat wahyu dari Allah SWT mulai dari Nuh, Ibrahim dan anak cucunya sampai kepada Daud. Allah SWT berfirman:
۞إِنَّآ أَوۡحَيۡنَآ إِلَيۡكَ كَمَآ أَوۡحَيۡنَآ إِلَىٰ نُوحٖ وَٱلنَّبِيِّۧنَ مِنۢ بَعۡدِهِۦۚ وَأَوۡحَيۡنَآ إِلَىٰٓ إِبۡرَٰهِيمَ وَإِسۡمَٰعِيلَ وَإِسۡحَٰقَ وَيَعۡقُوبَ وَٱلۡأَسۡبَاطِ وَعِيسَىٰ وَأَيُّوبَ وَيُونُسَ وَهَٰرُونَ وَسُلَيۡمَٰنَۚ وَءَاتَيۡنَا دَاوُۥدَ زَبُورٗا ١٦٣
Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang kemudiannya, dan Kami telah memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim, Isma’il, Ishak, Ya’qub dan anak cucunya, ‘Isa, Ayyub, Yunus, Harun dan Sulaiman. dan kami berikan Zabur kepada Daud. (Q.S. An-Nisa’ 4:163)
Nama Ayyub disebut setelah ‘Isa sebelum Yunus. Penyebutan tersebut tidak bersifat kronologis, karena jelas ‘Isa diutus jauh setelah Nabi-nabi yang disebut sesudahnya. Dalam ayat ini juga tidak ada berita atau kisah khusus tentang Ayyub.
Begitu juga dalam Surat Al-An’am 84, nama Ayyub disebut dalam deretan nama Nabi-nabi keturunan Nabi Ibrahim AS mulai dari putera beliau Ishaq, kemudian cucunya Ya’qub dan keturunan beliau selanjutnya seperti Daud, Sulaiman, Ayyub, Yusuf, Musa dan Harun. Juga disebutkan Nuh yang diutus sebelum Ibrahim. Allah SWT berfirman:
وَمَا نُرۡسِلُ ٱلۡمُرۡسَلِينَ إِلَّا مُبَشِّرِينَ وَمُنذِرِينَۖ فَمَنۡ ءَامَنَ وَأَصۡلَحَ فَلَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ ٤٨
Dan kami telah menganugerahkan Ishak dan Yaqub kepadanya. Kepada keduanya masing-masing telah kami beri petunjuk; dan kepada Nuh sebelum itu (juga) telah kami beri petunjuk; dan kepada sebahagian dari keturunannya (Nuh) yaitu Daud, Sulaiman, Ayyub, Yusuf, Musa dan Harun. Demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. (Q.S. Al-An’am 6: 84)
Sama seperti Surat An-Nisa’ 163 sebelumnya, dalam ayat ini juga tidak ada kisah khusus tentang Ayyub. Barulah pada dua ayat berikutnya, yaitu Al-Anbiya’ 83 dan Surat Shad 41 disebutkan kisah khusus tentang Ayyub. Al-Anbiya’ 83 kita kutip dengan ayat 84 karena masih satu rangkaian isi, begitu juga Surat Shad 41 kita kutip sampai ayat 44 karena masih satu rangkaian kisah. Allah SWT berfirman:
۞وَأَيُّوبَ إِذۡ نَادَىٰ رَبَّهُۥٓ أَنِّي مَسَّنِيَ ٱلضُّرُّ وَأَنتَ أَرۡحَمُ ٱلرَّٰحِمِينَ ٨٣ فَٱسۡتَجَبۡنَا لَهُۥ فَكَشَفۡنَا مَا بِهِۦ مِن ضُرّٖۖ وَءَاتَيۡنَٰهُ أَهۡلَهُۥ وَمِثۡلَهُم مَّعَهُمۡ رَحۡمَةٗ مِّنۡ عِندِنَا وَذِكۡرَىٰ لِلۡعَٰبِدِينَ ٨٤
Maka Kamipun memperkenankan seruannya itu, lalu kami lenyapkan penyakit yang ada padanya dan kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan kami lipatgandakan bilangan mereka, sebagai suatu rahmat dari sisi kami dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Allah. (Q.S. Al-Anbiya’ 21: 83-84)
وَٱذۡكُرۡ عَبۡدَنَآ أَيُّوبَ إِذۡ نَادَىٰ رَبَّهُۥٓ أَنِّي مَسَّنِيَ ٱلشَّيۡطَٰنُ بِنُصۡبٖ وَعَذَابٍ ٤١ ٱرۡكُضۡ بِرِجۡلِكَۖ هَٰذَا مُغۡتَسَلُۢ بَارِدٞ وَشَرَابٞ ٤٢ وَوَهَبۡنَا لَهُۥٓ أَهۡلَهُۥ وَمِثۡلَهُم مَّعَهُمۡ رَحۡمَةٗ مِّنَّا وَذِكۡرَىٰ لِأُوْلِي ٱلۡأَلۡبَٰبِ ٤٣ وَخُذۡ بِيَدِكَ ضِغۡثٗا فَٱضۡرِب بِّهِۦ وَلَا تَحۡنَثۡۗ إِنَّا وَجَدۡنَٰهُ صَابِرٗاۚ نِّعۡمَ ٱلۡعَبۡدُ إِنَّهُۥٓ أَوَّابٞ ٤٤
Dan ingatlah akan hamba Kami Ayyub ketika ia menyeru Tuhan-nya: Sesungguhnya aku diganggu syaitan dengan kepayahan dan siksaan. (Allah berfirman): Hantamkanlah kakimu; inilah air yang sejuk untuk mandi dan untuk minum. Dan Kami anugerahi dia (dengan mengumpulkan kembali) keluarganya dan (Kami tambahkan) kepada mereka sebanyak mereka pula sebagai rahmat dari Kami dan pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai fikiran. Dan ambillah dengan tanganmu seikat (rumput), maka pukullah dengan itu dan janganlah kamu melanggar sumpah. Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar, dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhan-nya) (Q.S. Shad 38: 41-44)
Surat Al-Anbiya’ 83-84 dan Shad 41-44 yang kita kutip di atas hanya menceritakan satu episode dari kehidupan Nabi Ayyub AS yaitu tatkala Nabi Ayyub akhirnya dengan sangat halus memohon kesembuhan kepada Allah SWT dari penyakit berat yang dideritanya selama ini. Permohonannya dikabulkan. Allah SWT menyembuhkan penyakit Ayyub dan memujinya sebaga hamba yang sabar, baik hati, dan taat. Lalu Allah mengumpulkan kembali keluarganya bahkan dilipatgandakan dari jumlah semula. Itulah rahmat Allah SWT kepada Ayyub supaya dapat menjadi peringatan bagi orang-orang yang mempunyai fikiran dan bagi semua hamba Allah SWT.
Dalam sebuah hadits hasan sahih riwayat Tirmidzi Rasulullah SAW menyatakan bahwa orang yang banyak mendapat ujian penderitaan adalah para Nabi, kemudian orang-orang saleh, kemudian orang-orang yang semisalnya. Nabi Ayyub dipuji Allah SWT sebagai seorang hamba yang sabar menanggung penderitaan, seorang hamba yang sangat baik dan orang yang selalu kembali kepada Tuhan. Orang yang tidak putus-putus beribadah baik waktu senang maupun susah, waktu kaya maupun miskin, waktu sehat maupun sakit.
Episode lain dari kehidupan Ayyub tidak diceritakan dalam Al-Qur’an, karena kisah-kisah dalam Al-Quran termasuk kisah para Nabi tidaklah dimaksudkan hanya sekadar berkisah, tapi memberikan petunjuk atau hidayah, sehingga yang diceritakan hanya bagian yang berhubungan dengan pesan saja. Pesan utama dari kisah Nabi Ayyub AS adalah tentang kesabaran, maka yang dikisahkan juga episode yang berkaitan dengan kesabaran saja.
Para mufassirlah yang berusaha melakukan konstruksi kisah dengan mencari dari sumber-sumber lain untuk memberikan latar belakang kisah dan detailnya. Tidak jarang diambilkan juga dari ahlul kitab yang sudah masuk Islam pada zaman sahabat dan generasi tabiin sesudah itu.
Nasab dan Tempat
Menurut Ibnu Ishaq, sebagaimana dikutip Ibn Katsir dalam al-Bidâyah wa an-Nihâyah (I:206), Nabi Ayyub adalah salah seorang dari bangsa Romawi. Nama lengkapnya Ayyub ibn Maush, ibn Zarah ibn al-‘Aish ibn Ishaq ibn Ibrahim al-Khalil. Ibn Katsir menguatkan nasab ini karena Surat Al-An’am 84 jelas menyebutkan Ayyub adalah keturunan Ibrahim. Dhamir orang ketiga pada kalimat wa min dzurriyatihi kembali kepada Ibrahim, bukan kepada Nuh.
Versi lain menyebutkan Ayyub adalah putera Maush, ibn Ra’awil ibn al-‘Aish ibn Ishaq ibn Ibrahim. Dalam versi kedua ini tempat Zarah digantikan oleh Ra’awil. Dalam versi Al-Kitab, Ayyub putera Zarah ibn Ra’awil ibn al-‘Aish ibn Ishaq ibn Ibrahim. Muhammad al-Washfi dalam Târîkh al-Anbiyâ’ wa ar-Rusul wa al-Irtibâth a-Zamani wa al-‘Aqâidi (2001:167) mencoba menggabungkan dua sumber, sumber Arab dan al-Kitab sehingga nasab Ayyub menjadi Ayyub ibn Maush, ibn Zarah ibn Ra’awil ibn al-‘Aish ibn Ishaq ibn Ibrahim al-Khalil. Wallahu ‘alam.
Menurut Syauqi Abu Khalil dalam Athlas Al-Qur’an (2001: 98) tempat Nabi Ayyub adalah tanah ‘Aush, bagian dari Jabal Sa’îr atau negeri Adûm, selatan barat Laut Mati (danau Luth), utara teluk Aqabah. Sedangkan menurut Thabary dan Yaqut al-Hamawi sebagaimana dikutip juga oleh Syauqy (hlm. 99) tempat Ayyub adalah al-Batsaniyah antara Damaskus dan Adzri’at.
Teladan Kesabaran
Ayyub adalah seorang Nabi sebagaimana yang ditegaskan dalam Surat An-Nisa’ ayat 163. Jika berbicara tentang Ayyub maka yang pertama kali diingat orang adalah kesabaran beliau yang luar biasa, tiada tara. Dalam Surat Shad ayat 44 yang sudah dikutip di atas Allah SWT mengakui dan memuji kesabaran Ayyub: Allah SWT befirman: “Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar…”
Kalau Nabi Ya’qub dikenal dengan kesabaran beliau yang luar biasa menunggu kembalinya Yusuf yang menurut laporan kakak-kakaknya sudah tewas diterkam srigala, tetapi Nabi Ya’qub yakin Yusuf masih hidup dan dengan sabar menunggunya putera kesayangannya itu puluhan tahun lamanya; maka Nabi Ayyub dikenal dengan kesabarannya menanggung penderitaan yang menimpanya setelah mendapatkan segala macam nikmat dan kesenangan dari Allah SWT. Terutama menderita penyakit kulit yang luar biasa sehingga harus terusir dari kampung halamannya sendiri. (bersambung)