Oleh: Yunahar Ilyas
Dikisahkan oleh para mufassir dan sejarahwan, bahwa pada mulanya Ayyub adalah seorang yang kaya raya; punya banyak tanah perkebunan dan pertanian, punya ribuan ternak unta, kambing dan domba. Semuanya diurus oleh para pekerja yang dibayarnya dengan teratur. Ayyub punya keluarga, isteri dan anak-anak. Dalam Perjanjian Lama kitab Ayub ayat 2 disebutkan anak-anaknya berjumlah sepuluh orang, tujuh laki-laki dan tiga perempuan.
Tidak hanya kaya, Ayyub juga dermawan tiada tara. Tidak hanya mensejahterakan para karyawannya, tetapi juga sangat senang membantu fakir miskin, anak-anak yatim, para janda dan rakyat kecil lainnya. Sebagai seorang Nabi dan utusan Allah SWT, tentu saja Ayyub juga merupakan seorang hamba yang saleh dan selalu taat dan rajin beribadah kepada Allah SWT.
Dalam at-Tafsir al-Kabir, ar-Razi–mengutip riwayat dari Wahab ibn Munabbih–menceritakan bahwa Allah SWT membanggakan Ayyub kepada Jibril sebagai hamba-Nya yang bersyukur dan selalu taat kepada-Nya pagi sore siang malam. Oleh Jibril pujian Allah SWT itu diteruskan kepada para malaikat lainnya dan segenap penghuni langit. Berita itu sampailah kepada Iblis. Iblis menyatakan pantaslah Ayyub bersyukur dan selalu taat karena Allah memberikan segala kenikmatan kepadanya. Keluarga dan harta kekayaan yang melimpah serta badan yang sehat wal’afiat. Coba kalau semua kenikmatan itu dicabut, tentu Ayyub akan berbalik mengutuk Allah. Lalu Allah SWT memberikan kuasa kepada Iblis untuk menghancurkan harta kekayaannya.
Setelah kebun-kebun dan semua isinya terbakar serta termak-ternaknya mati, Ayyub tidak berubah sedikitpun. Dia tetap saja beribadah dan bersyukur kepada Allah SWT. Harta benda habis tetapi dia masih memiliki keluarga yang utuh, isteri dan anak-anak. Iblis tidak puas dan minta izin kepada Allah untuk menghancurkan semua
anak-anaknya. Allah mengabulkan permohonan Iblis sehingga musuh umat manusia itu diberi kuasa menghancurkan semua putera-puteri Ayyub. Tetapi Ayyub tetap tidak berubah sedikitpun. Cobaan beruntun tersebut tidak melemahkan imannya kepada Allah dan tidak mengurangi syukurnya.
Tentu saja Iblis tidak puas, dia menyatakan kepada Allah, Ayyub tetap taat kepada Engkau karena dia masih memiliki tubuh yang sehat. Coba Engkau ambil kesehatannya itu, pasti dia akan mengutuk-Mu. Lalu Allah memberi kuasa kepada Iblis untuk mendatangkan penyakit yang paling hebat dan menimbulkan penderitaan berkepanjangann bagi Ayyub, hamba dan utusan Allah yang sangat saleh dan penyabar tersebut. Lalu Iblis mendatangkan penyakit kulit yang luar biasa kepada Ayyub tetapi Ayyub tidak berubah sedikitpun. Dia tetap saja menyembah Allah dengan khusyuk, berzikir pagi sore siang malam. Sedikitpun dia tidak mengeluhkan penyakitnya. Akhirnya Iblis mengakui kekuatan iman Ayyub.
Begitulah penulis ringkaskan kisah panjang yang dikutip oleh ar-Razy bersumber dari Wahab ibn Minabbih. Sepertinya kisah ini bagian dari kisah-kisah Israiliyat. Kisah yang sama, bahkan lebih detail lagi masih dapat kitab baca dalam Al-Kitab. Menyikapi kisah yang bersumber dari Ahlul Kitab ini kita kembali kepada pedoman yang diberikan Rasulullah SAW: Jangan benarkan Ahlul Kitab dan jangan pula mendustakannya (la tushaddiqu ahlal kitab wa la tukadzdzibuhum). Al-Qur’an lah yang menjadi muhaimin atau batu ujiannya. Yang dibenarkan oleh Al-Qur’an kita benarkan, yang didustakan oleh Al-Qur’an kita dustakan. Yang didiamkan oleh Al-Qur’an kita anggap sebagai informasi tambahan yang belum ada verifikasinya.
Dalam hal kisah Nabi Ayyub AS ini Al-Quran sama sekali tidak menyebutkan kenapa Allah SWT menguji beliau dengan ujian beruntun yang sangat berat. Nabi Muhammad SAW pun tidak menceritakannya. Kalau begitu kita kembalikan saja kepada norma standar dalam ajaran Islam, sebagaimana yang dijelaskan oleh Rasulullah SAW bahwa para Nabi lah yang paling berat dapat ujian dari Allah SWT untuk jadi pelajaran bagi umat manusia.
Kembali kepada Ayyub. Allah menguji keimanan dan kesabaran Ayyub dengan mengambil semua kekayaannya satu demi satu sampai habis. Ayyub tetap taat dan senantiasa beribadah kepada Allah SWT tanpa ada keluhan sedikitpun. Ayyub berkata: “Saya datang ke bumi ini tidak membawa apa-apa, dan akan kembali kepada-Nya nanti juga tidak membawa apa-apa kecuali amal yang saleh.” Begitulah prinsip Ayyub. Cobaan kehilangan harta itu tidak mengurangi sedikitpun ibadah dan ketaatannya kepada Allah SWT.
Allah SWT mengujinya lagi dengan mengambil semua anak-anaknya. Sehingga tinggal dia berdua dengan isterinya yang setia. Ayyub tetap tidak berubah sedikitpun, dia betul-betul memahami makna Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un (sungguh semua kita adalah milik Allah dan semua kita akan kembali kepada-Nya). Ayyub tetap taat beribadah kepada Allah, semua cobaan yang berat itu tidak melemahkan imannya sedikitpun.
Untuk selanjutnya dia diberi cobaan yang langsung menyentuh tubuhnya. Ayyub diserang penyakit kulit di sekujur tubuhnya yang menyebabkan tubuhnya mengeluarkan bau busuk. Masyarakat akhirnya mengasingkan Ayyub ke daerah pinggiran, ditemani oleh isterinya yang setia. Istrinya lah sekarang yang berusaha mencari nafkah ke kota dengan menjual jasanya mengerjakan apa saja yang halal asal dapat membawa makanan untuk suami dan dirinya sendiri.
Memang ada yang memberinya pekerjaan, tetapi tatkala tau bahwa dia adalah isteri Ayyub, sang majikan langsung mengusirnya takut ketularan penyakit kulit Ayyub. Begitulah isteri Ayyub tidak lagi bisa mendapatkan pekerjaan menjual jasanya. Untuk mendapatkan makanan, bahkan dia memotong rambutnya yang panjang dan menjualnya.
Isterinya sudah pernah meminta Ayyub sebagai Nabi Allah untuk meminta pertolongan kepada Allah. Tidak sekali dua dia meminta bahkan mendesak suaminya berdo’a meminta kesembuhan kepada Allah, tapi Ayyub tidak mau. Dia bertanya kepada isterinya: “Sudah berapa tahun aku diberi kesehatan oleh Allah?” “Kalau aku sakit selama aku sehat barulah aku akan meminta tolong kepda-Nya. Kalau tidak aku malu meminta sembuh kepada-Nya.” Waktu itu umur Ayyub sudah 70 tahun. Berarti dia harus menunggu sakit selama 70 tahun dulu baru akan meminta kesembuhan kepada Allah SWT.
Isterinya tidak tahu lagi bagaimana cara meyakinkan Ayyub untuk mohon kesembuhan kepada Allah SWT. Tiba-tiba dia dapat ide, dan idenya ini berhasil membuat Ayyub mau memohon pertolongan Allah. Apa yamg dilakukan isterinya? Isterinya menyatakan: “Ayyub, jika engkau tetap saja tidak mau mohon kesembuhan kepada Allah, sementara masyarakat sudah membuangmu dan sangat jijik melihat tubuhmu seperti ini, aku khawatir orang-orang yang tadinya sudah percaya engkau itu adalah utusan Allah, nanti tidak akan lagi percaya kepadamu”.
Akhirnya luluh juga hati Ayyub. Lalu dia bermohon dengan hati-hati dan sangat halus: ‘Dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru Tuhannya: “(Ya Tuhanku), Sesungguhnya Aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan yang Maha Penyayang di antara semua penyayang” (Q.S. Al-Anbiya’ 21:83)
Perhatikan doa Ayyub yang sangat hati-hati khawatir kalau dalam doanya terkandung keluhan yang menunjukkan ketidaksabaran. Membaca doa Ayyub ini kita jadi malu apabila hanya diberi sakit sedikit, sakit ringan,,kita mengeluh luar biasa dan lupa dengan kesehatan yang sudah diberikan Allah berpuluh tahun lamanya. Kita malu dengan Ayyub yang sekalipun dalam kepapaan dan ketidakberdayaan tidak pernah mengeluh, apalagi menyalahkan Allah SWT. Betapa banyak di antara kita yang sama selali tidak sabar tatkala ditimpa musibah bahkan memprotes Allah. Tanpa malau berkata: “Kenapa harus saya ya Allah yang menanggung semua ini? Kurang apa taatnya saya kepada-Mu.”
Allah SWT mengabulkan doa Ayyub. Allah SWT berfirman: “Maka Kamipun memperkenankan seruannya itu, lalu kami lenyapkan penyakit yang ada padanya dan kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan kami lipatgandakan bilangan mereka, sebagai suatu rahmat dari sisi kami dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Allah.” (Q.S. Al-Anbiya’ 21: 84)
Dan ingatlah akan hamba Kami Ayyub ketika ia menyeru Tuhan-nya: Sesungguhnya aku diganggu syaitan dengan kepayahan dan siksaan. (Allah berfirman): Hantamkanlah kakimu; inilah air yang sejuk untuk mandi dan untuk minum. Dan Kami anugerahi dia (dengan mengumpulkan kembali) keluarganya dan (Kami tambahkan) kepada mereka sebanyak mereka pula sebagai rahmat dari Kami dan pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai fikiran.
Dan ambillah dengan tanganmu seikat (rumput), maka pukullah dengan itu dan janganlah kamu melanggar sumpah. Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar, dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhan-nya) (Q.S. Shad 38: 41-44)
Demikianlah, dengan firman Allah SWt keluarlah air dari hentakan kaki Ayyub dan air itu terkumpul menjadi kolam kecil, lalu Ayyub mandi dengan air itu, serta merta tubuhnya kembali sehat. Kehidupan Ayyub kembali normal, sedikit demi sedikit harta kekayaannya didapat kembali bahkan menjadi dua kali lipat lebih banyak dari semula. Dia juga kembali dianugerahi putera puteri yang jumlahnya juga dua kali lipat dari putera-puteri yang sudah meninggal dunia.
Demikianlah, contoh teladan kesabaran dari NabiAyyub AS.