Haedar Nashir: Negara ini Milik Bersama, Tidak Boleh Ada Klaim Paling Berjasa

JAKARTA, Suara Muhammadiyah-Gerakan Suluh Kebangsaan yang diinisiasi oleh para pemuka agama, mengadakan Rembuk Nasional bertema ‘Api Islam Untuk Peradaban Indonesia Masa Depan’. Kegiatan yang mengundang para tokoh bangsa ini diadakan di Jakrta, pada Rabu, 27 Februari 2019.

Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir menjadi salah satu pembicara. Dalam paparannya, Haedar menegaskan bahwa bangsa Indonesia merupakan hasil konsensus bersama. Negara ini milik semua. Oleh karena itu, tidak boleh di kemudian hari, ada kelompok tertentu mengklaim diri sebagai yang paling memiliki seraya menegasikan pihak lainnya.

Tindakan ceroboh ini justru akan merusak kehidupan bangsa yang berperadaban. “Bicara peradaban membutuhkan waktu lama. Negara ini milik bersama, bukan milik satu golongan. Maka klaim siapapun akan mengingkari visi para pendiri bangsa dan menimbulkan kesenjangan antar golongan,” ujar Haedar.

Sikap ini bisa memicu tindakan negatif yang merugikan masa depan bangsa. Haedar menyinggung gejala komunalisme akhir-akhir ini yang semakin sektarian, saling menegasikan dan cenderung tidak mampu menerima perbedaan. Dalam retorika selalu meneriakkan kata nasionalisme dan toleransi, namun nilai-nilainya tidak mewujud dalam tindakan nyata.

Terkait dengan tema “Api Islam untuk Peradaban Indonesia Masa Depan”, Haedar menuturkan umat Islam Indonesia harus melihat pada tiga hal: melihat diri keadaan umat Islam, politik kebangsaan, dan rancang bangun Indonesia ke depan. Hal ini untuk merefleksikan perjalanan kita sampai sejauh ini.

“Dari sisi umat Islam dan politik, kita harus punya cukup waktu untuk menghasilkan konsensus dari banyak versi tafsir karena penyederhanaan membuat kita saling tuding. Di kalangan umat islam sendiri perlu dialog dan tidak merasa paling memperjuangkan Islam. Tidak boleh ada saling klaim Islam dan Indonesia, karena milik semua,” pesan Haedar.

Konsensus politik Islam yang dimaksud Haedar terkait dengan sikap para tokoh Islam terbagi dalam banyak partai politik. Aspirasi politik Islam belum terumuskan dengan matang. Selain itu, wakil dari tokoh politik Islam juga belum mencapai kesepakatan. Ini menjadi tantangan bersama.

Ketua Gerakan Suluh Kebangsaan Mahfud MD menyatakan bahwa gerakan ini digagas oleh para pemuka agama untuk menggalang dan mengeratkan persatuan. “Kami meyakini Indonesia merdeka karena juga oleh api islam, sehingga islam itu bersatu, merangkul non-Islam untuk berpikir dan berjuang bersama. Islam maju kalau apinya dibangun, persoalan sekarang adalah banyak yang memakai abunya Islam yaitu penampilan saja, bukan apinya,” ungkap Mahfud.

Turut hadir dalam acara rembuk nasional yang dibuka oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, antara lain Mustasyar PBNU Masykuri Abdillah, Ketua Syarikat Islam Hamdan Zoelva, dan Wakil Ketua Umum PP Persis Jeje Zaenudi. (ribas)

Baca juga:

Ketika Sukarno Menjadi Santri Kiai Dahlan

Dialog Tantangan Agama dan Kebangsaan di Era Post Truth

Jangan Sampai menjadi Era Matinya Hati Nurani

Exit mobile version