Oleh: Muhammad Ikhsan Rizky Zulkarnain
Islam merupakan agama yang telah disempurnakan oleh Allah SWT sebagai rahmat bagi semesta alam, Kesempurnaan Islam begitu jelas Allah firmankan dalam Surah Al Maidah ayat 3. “Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu.” (QS. Al-Ma’idah 5: Ayat 3)
Kesempurnaan Islam terwujud dalam pergerakannya yang membawa dan menyebarluaskan risalah pencerahan (din at-tanwir) untuk mengeluarkan umat manusia dari kegelapan (al-dhulumat) kepada kehidupan yang tercerahkan (al-nur). Misi kerisalahan Muhammad telah mengeluarkan struktur kepercayaan bangsa Arab yang penyembah berhala, menista perempuan, berniaga dengan riba, memperbudak manusia, dan menyelesaikan sengketa dengan pertumpahan darah menjadi masyarakat Islam yang bertauhid, memuliakan manusia baik laki-laki maupun perempuan, berniaga secara halallan-thayyibah, menyelesaikan konflik dengan damai, serta membangun tatanan sosial-kebangsaan yang berkeadaban.
Dengan melihat komprehensif nya agama Islam (Al Islam dinul hadarah). Adalah sebuah kerancuan jika umat muslim mengatakan bahwa agama tidak relevan bagi pengembangan ilmu pengetahuan, agama hanya berada pada masjid dan surau-surau. Ini merupakan sebuah nilai dari faham sekularisme yang mencoba memisahkan antara agama dan ilmu pengetahuan.
Penyebarluasan ide pemisahan ilmu pengetahuan dengan agama ini merupakan tantangan besar umat Islam hari ini. Karena ilmu yang hanya bersandarkan pada dimensi materi adalah ilmu pengetahuan yang kosong dan hampa nilai.
Maka kita tidak heran dengan melihat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi hari ini justru dekadensi moral manusia terus meningkat. Seorang pakar resolusi konflik yang bernama Theodore F. Lentz pada rentang 20 tahun (1945-1965) melakukan riset perdamain pasca pemboman Hirosima dan Nagasaki. Ia mengkritik paradigma ilmu pengetahuan dominan dimana ilmu pengetahuan benar-benar hanya meningkatkan kekuasaan fisik tetapi ilmu pengetahuan tidak meningkatkan keselarasan fisik, ketidakseimbangan kekuasaan dan keselarasan disebabkan oleh ilmu pengetahuan yang kacau. Inilah yg disebut dengan paradigma ilmu pengetahuan yang bersendikan pada dimensi sekularisme dengan meniadakan keselarasan dengan dimensi spiritualitas.
Jika kita melihat dalam agama Islam, ilmu pengetahuan yang sekularisme ini tidaklah berlaku dalam dunia Islam. Karena doktrin utama Islam sangatlah menghargai intelektualitas, hal tersebut tercatat didalam kitab Syaikh Yusuf Al Qardhawi yang berjudul Al ‘aqlu wa al ‘ilmu fil Qur’an al-Karim (Al Qur’an Berbicara Tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan) menyatakan bahwa di dalam Al Qur’an penyebutan tentang Akal sebanyak 49 kali.
Ini merupakan hal yang begitu luar biasa, tidak ada anjuran di agama lain yang sebanyak ini untuk mengajak manusia memaksimalkan potensi berfikirnya. Sehingga di dalam Islam, konflik antara ilmu pengetahuan dengan agama mustahil akan terjadi. Justru Islam mendorong manusia-manusia untuk menjadi manusia yang tercerahkan.
Dengan demikian bersyukur lah kita sebagai umat Islam dimana pokok-pokok ajarannya memiliki semangat etos berilmu pengetahuan yang terbingkai indah dalam dimensi spiritualitas. Semoga kita dapat menjadi ummat terbaik dengan menggiatkan kembali spirit tanwiriyyah untuk Indonesia yang berkemajuan.
Penulis adalah Sekretaris Umum Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Aceh Besar