YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Aksi terorisme yang berlangsung di Christchurch, Selandia Baru beberapa waktu lalu telah menyisakan luka yang mendalam di hati dunia. Teror yang berlangsung ketika pelaksanaan shalat Jumat di dua masjid salah satunya masjid Al-Noor menjatuhkan 51 korban dan 30 an lainnya mengalami luka-luka serta dalam kondisi kritis. Salah satu dosen Universitas Ahmad Dahlan (UAD) yang sedang melanjutkan studi ke negara tersebut, Irfan Yunianto, Dosen Pendidikan Biologi UAD, menjadi saksi mata sekaligus berhasil selamat dari aksi penembakan yang terjadi di Masjid al-Noor Jum’at (15/03).
“Aksi teror ini merupakan aksi yang tidak hanya berdampak di Christchurch, namun juga berdampak di level nasional,” tukas Irfan melalui sambungan via video call pada konferensi pers bersama pihak UAD, di ruang Rektorat UAD, Senin (18/3).
Irfan bersyukur bahwa dirinya masih sempat mengambil keputusan yang tepat ketika insiden berlangsung. Irfan yang selamat dari serbuan peluru karena bersembunyi di sebuah rumah di belakang masjid mengatakan bahwa dirinya seketika menghubungi sejumlah pihak dan mengabarkan seputar kondisi di masjid Al-Noor.
“Saya datang kurang lebih pukul 01.40 siang. Ruang Shalat tengah masih luang. Namun entah mengapa saya memutuskan untuk pergi ke ruangan lain untuk menjemur jaket saya yang basah karena gerimis siang itu. setelah menunaikan shalat tahiyatul masjid, saya sempat mendengarkan khutbah Jum’at, lima menit setelahnya saya mendengar suara ledakan yang tidak saya kira adalah suara tembakan. Di menit-menit selanjutnya saya tersadar ini adalah suara tembakan. Posisi saya dekat dengan exit door dan segera saya lari ke belakang. Sesampai saya di parkiran, saya mencoba memanjat pagar setinggi 2 meter dengan naik ke salah satu mobil. Di bawah saya melihat dua orang laki-laki terluka sudah berada di sana,” kata Irfan menceritakan bagaimana kronologi beserta situasi yang ada ketika penembakan berlangsung.
“Ketika itu, penembakan sudah berlangsung kurang lebih selama 6 menit. Kurang lebih di menit ke 10, polisi sudah datang bersama ambulans dan paramedis. Saya bersama 16 jamaah yang lain bersembunyi di dalam rumah di belakang masjid kurang lebih hingga pukul 7 malam sebelum kami dievakuasi oleh petugas. Ketika bersembunyi, salah satu dari kami sempat menunjukkan video live streaming yang direkam oleh pelaku. Meskipun kami sangat terguncang namun kami memaksakan untuk melihat karena ingin mengidentifikasi apakah ada anggota keluarga kami yang juga berada di sana.”
Dalam penuturannya, Irfan mengaku dirinya masih mengalami trauma yang hebat dan kemungkinan akan menjalani pemulihan dalam waktu yang tidak singkat. Meskipun demikian, Irfan saat dijumpai melalui panggilan video, mengatakan bahwa dirinya sudah melakukan aktifitas seperti biasa. Irfan mengaku saat ini dirinya bersyukur bahwa pihak universitas tempatnya melanjutkan studi, teman-teman, beserta koleganya memberikan support yang luar biasa.
“Meski ini merupakan guncangan yang hebat untuk saya, namun saya harus tetap stay strong. Lambat laun saya harus melupakan kejadian ini. Kejadian ini sangat menguras emosi yang luar biasa, dan belum pernah terjadi sebelumnya. Saya tidak boleh takut karena tujuan peneror adalah agar kita merasa takut,” tutur Irfan.
Rektor UAD Kasiyarno dalam konferensi pers tersebut juga menuturkan rasa bela sungkawanya untuk para korban yang jatuh dalam insiden tersebut. Dirinya menyayangkan insiden serupa terjadi di negara yang selama ini dikenal sebagai negara yang sangat terbuka akan keberagaman dan ramah terhadap pendatang. “Atas nama UAD kami sangat prihatin. Saya kira ini pertama kali terjadi di negara tersebut. Selama ini Selandia Baru sangat terkenal dengan keramahannya. Kami harap bisa pelaku bisa cepat diadil,” pungkas Kasiyarno. (Th)