YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Pasca ditutupnya Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan beberapa waktu lalu menyebabkan penumpukan sampah di beberapa titik di sudut Kota Yogyakarta, hal ini sontak menjadi ramai diperbincangkan di tingkat nasional bahkan internasional.
“Yogyakarta itu sentral dengan ragam predikat kota yang melekat, baik kota pendidikan, kota budaya yang lebih utama lagi yaitu derah yang memiliki keistimewaan, kita tau dua minggu terkahir isu yang paling menonjol isu tentang sampah di TPST Piyungan, dan Majelis Pemberdayaan Masyarakat Pimpinan Pusat Muhammadiyah sudah mengidentifikasi persoalan ini akan menjadi problem yang akan menunggu bom waktu,” kata Ketua MPM PP Muhammadiyah Yogyakarta Muhammad Nurul Yamin, pada pembukaan Diskusi Rutin Pemberdayaan Masyarakat di Aula Gedung Muhammadiyah Jalan KH Ahmad Dahlan, Jum’at (5/4).
Yamin berpendapat bahwa persoalan ini menjadi perbincangan yang kurang mengenakkan, menurutnya tata kelola sampah yang baik pada masyarakat dapat mencerminkan insan yang berbudaya. Namun tidak dipungkiri bahwa persoalan sampah ini sangat komplek dari hilir hingga hulu memiliki problem yang harus dipecahkan.
“Maka menjadi tanggung jawab kita bersama sebagai masyarakat yang mencintai Yogyakarta agar pengelolaan sampah di TPST Piyungan dapat menemukan solusi sebaik-baiknya,” imbuhnya.
Namun yang perlu dilihat, lanjut Yamin, adalah ada 500 – 600 orang di TPST Piyungan itu menggantungkan hidupnya pada sampah. Sehingga sebagai solusi penyelesaian yang diharapkan mereka dapat menjadi bagian dari subjeknya.
“Dengan demikinan partisipasi dalam konteks proses penyelesaian masalah ini bisa dillakukan secara holistik, sinergis dan integratif,” sambung Yamin.
Selain itu Yamin juga menuturkan bahwa TPST Piyungan selama ini selain sebagai lokasi pembuangan sampah juga dapat menjadi objek wisata sosial. Pasalnya banyak pengunjung yang tertarik untuk berselfie hingga menjadikan TPST menjadi objek penelitian. Saat ini sudah banyak yang ingin terlibat dalam kegiatan di komunitas Mardiko yang telah dibentuk sejak 2016 dan memiliki anggota sekitar 500 orang.
Diskusi tersebut dihadiri oleh Kuncoro Kabid Pengembangan Potensi BLH Provinsi DIY, Yuningtyas Setyawati Sekretaris Jendral IALHI (Ikatan Ahli Lingkungan Hidup Indonesia), dan Maryono Ketua Komunitas Mardikno.(Afn)