Maluku, Tahun 1982 sekumpulan transmigran asal Jawa singgah di tanah Maluku Tengah, Maluku, tepatnya di daerah Seram Utara. Kemudian program transmigrasi itu diberi nama Pasahari. Karena mayoritas transmigran berlatar belakang keluarga dan aktivis persyarikatan Muhammadiyah, cerita Komari Wakil Ketua Muhammadiyah Cabang Seram Utara Seti kepada Suara Muhammadiyah, masyarakat transmigran pun bersepakat untuk melakukan dakwah Muhammadiyah dengan mendirikan Cabang di sini. “Tahun 1987 berdirilah PCM (Pimpinan Cabang Muhammadiyah) Dataran Transmigrasi Pasahari kecamatan Seram Utara,” terangnya.
Berjalannya waktu, Komari melanjutkan, melihat antusias warga serta menyesuaikan dengan geografis setempat sekaligus untuk mempermudah koordinasi, maka kemudian terjadi pemekaran menjadi dua PCM. Yaitu PCM Seram Utara Seti dan PCM Seram Utara Kobi. Hal ini disahkan melalui musyawarah Cabang pada tahun 2017 lalu. Untuk PCM Seram Utara Seti memiliki 8 Ranting dengan jumlah anggota 93 orang, sedang PCM Seram Utara Kobi memiliki 7 Ranting dengan anggota sejumlah 63 orang.
Menurut Abdul H Latua, Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Maluku, Cabang Muhammadiyah Seram Utara Seti memiliki potensi yang sangat baik. Di sana, ia mengatakan, sudah memiliki taman kanak-kanak (TK ABA) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) yang ramai akan siswa. “Yang sedang diupayakan di sana adalah berdirinya perguruan tinggi dan rumah sakit Muhammadiyah, sebab mereka sudah memiliki lahan seluas 5 hektar,” jelasnya.
Benar saja, Komari pun mengatakan, bahwa keinginan kuat PCM mendirikan perguruan tinggi itu muncul sebab masih banyaknya anak-anak di sini yang memilih berhenti sekolah usai selesai mengenyam pendidikan 1 tahun. “Wajar saja sebab untuk bisa kuliah anak-anak harus merantau ke kota dan provinsi lain,” ucapnya.
“30 ribu KK transmigran yang berdomisili di pesisir Seram Utara ini sedikit sekali yang bisa meneruskan kuliah karena jauh dengan perguruan tinggi baik itu Ambon, Makasar, Jawa,” imbuh Komari.
Cukup menonjol adalah keberadaan koperasi yang mereka kelola sejak tahun 1999. Bernama KSP Surya Sekawan yang menurut Komari, didirikannya memang untuk meningkatkan taraf hidup para transmigran. “Kala itu kehidupan kami benar-benar susah, mungkin karena baru menempati daerah transmigrasi. Parahnya lagi waktu itu gencar misionaris dan gejala pindah agama pun sudah sedemikian terlihat,” ingatnya.
Kini KSP Surya Sekawan mendapat tempat di hati masyarakat bahkan benar-benar menjadi mitra sekaligus penopang pemenuhan kebutuhan masyarakat. “Walaupun sekarang menghadapi banyak kendala namun KSP ini tetap menjadi icon baik di tingkat Daerah maupun Nasional, bahkan masuk 100 koperasi besar di Indonesia dan koperasi ini menjadi andalan pembiayaan kegiatan organisasi Muhammadiyah di sini,” tutup Komari. (gsh)
Tulisan ini telah dimuat di Majalah SM Edisi 14 tahun 2018