YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah-Lembaga Kebudayaan menjadi salah satu Badan Pembantu Pimpinan di Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah yang bertugas mengembangkan kebudayaan di ‘Aisyiyah. Sejak berdirinya, Lembaga Kebudayaan telah mengalami perkembangan pemikiran dengan mencoba untuk menyampaikan bahwa kebudayaan tidak sekedar kesenian atau yang sifatnya tangible namun juga menyentuh hal-hal yang tak kasat atau intangible seperti nilai-nilai. Bahkan kini sudah masuk dalam hal yang sifatnya pembudayaan yang berbasis pada local genuine dan local wisdom.
Pasca Tanwir ‘Aisyiyah di Surabaya, Januari 2017, ada beberapa keputusan strategis dilakukan oleh ‘Aisyiyah khususnya Lembaga Kebudayaan di semua tingkatan sehingga Lembaga Kebudayaan PPA menyelenggarakan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Lembaga Kebudayaan untuk melakukan konsolidasi dan sosialisasi program unggulan pasca tanwir. Mengangkat tema ‘Literasi Budaya Mencerdaskan Bangsa’ kegiatan Rakornas LK PPA 2019 ini digelar selama tiga hari, Jum’at 26 April hingga Ahad 28 April 2019 bertempat di Kantor PP ‘Aisyiyah Jalan Ahmad Dahlan.
“Literasi adalah kemampuan kita untuk memahami, literasi budaya memiliki maksan untuk memahami budaya-budaya khususnya budaya lokal yang ada di sekitar kita. Kita ingin sampaikan kepada masyarakat atau anggota ‘Aisyiyah itu bahwa budaya-budaya yang ada di sekitar adalah suatu hal yang bisa kita pergunakan sebagai media untuk penguatan karakter apapun. Kita melihat sebenarnya kecerdasan lokal, kebijakan lokal, semuanya itu mereka pasti punya itu yang kemudian ingin kita angkat. Kita mencoba meminta mereka memahami apa yang kita punya yang kemudian kita coba angkat, dan kita sinkronkan dengan kondisi saat ini dan itu masih sangat-sangat bisa kita lakukan,” jelas Widiyastuti Wakil Ketua Lembaga Kebudayaan PPA, Kamis (25/4).
Kegiatan ini berskala nasional dan diikuti 70 orang ‘Aisyiyah dari tingkat Wilayah dan Daerah. Kegiatan yang dilakukan selama Rakornas Lembaga Kebudayaan ‘Aisyiyah tahun 2019 diantaranya, koordinasi dan konsolidasi, pelatihan menulis artikel populer dan pelatihan story telling, juga kunjungan ke Rumah Seni Zamrud dan Taman Pustaka Ad Dzakiya.
“Salah satu program unggulan kita adalah cinta budaya cinta ilmu, jadi kita ingin mengangkat tentang budaya baca dan tulis. Kita melihat itu sebagai media yang cukup efektif untuk menginformasikan dan mentransformasikan nilai, sehingga kita mendorong perempuan-perempuan ‘Aisyiyah untuk giat menulis, menulis laman-laman medsos mereka dengan hal-hal yang inspiratif. Kita itu punya dan sering melakukan banyak hal tetapi kadang kita tidak pernah menuliskan apa yang kita punya dan apa yang kita lakukan,” ungkap Widiyastuti yang akrab disapa Wiwied.
“Lalu kenapa story telling? Story telling adalah sebuah local wisdom yang dulu selalu ada dan itu adalah media yang sangat luar biasa untuk satu penguatan komunikasi dalam keluarga disamping juga dapat menjadi media transformasi nilai. Ini yang kemudian kita melihat bahwa degradasi nilai anak sekarang yang saat ini banyak tidak mendapatkan suasana aman dirumah, nah ini yang kita kepingin pendidikan itu berhasil ketika dilingkungan pendidikan dan rumah itu seimbang, minimal para perempuan itu bisa story telling untuk anak-anaknya,” imbuhnya.
Selain itu, hal yang menarik dalam kegiatan ini diantaranya, para peserta wajib membawa flashdisk untuk pembagian materi sehingga tidak banyak menghabiskan kertas (paperless), kemudian para peserta juga wajib membawa thumbler karena Lembaga Kebudayaan PPA ingin membudayakan minim penggunaan botol plastik. Dalam acara pun, Lembaga Kebudayaan PPA sudah berkomitmen menggunakan peralatan yang ramah lingkungan sehingga tidak menimbulkan banyak sampah khususnya sampah plastik. Mengurangi sampah adalah bagian dari upaya penjagaan lingkungan dan itu adalah hasil pembiasaan sehari-hari.
“Sebenarnya ini adalah upaya kampanye kita untuk pengurangan sampah plastik. Karena apapun yang terjadi kita sudah biasa menggunakan plastik dan akhirnya menyampahkan mereka. Sehingga memang ini adalah sebuah lambat laun menjadi budaya kita. Ketika kemudian kita ingin menghentikan, ya mungkin menghentikan itu susah tetapi bukan bukan berarti tidak bisa mengurangi. Selain itu, kami juga berusaha membudayakan mengurangi persoalan-persoalan lingkungan yang diawali dengan pembudayaan,” urai Wiwied.
Wiwied juga mengatakan bahwa memasuki Revolusi Industri 4.0 juga mengharuskan para perempuan untuk memanfaatkan gadget yang dimiliki untuk hal-hal yang positif diantaranya seperti paperless yang kemudian beralih menggunakan flashdisk atau langsung dalam bentuk file masuk ke email atau WAG. Menurut Wiwied, perubahan pembudayaan seperti itu memang membutuhkan waktu tetapi bisa dilakukan sedikit demi sedikit dan dimulai dari sekarang.
Dari terselenggaranya kegiatan ini, Wiwied berharap adanya konsolidasi di Lembaga Kebudayaan se Indoneisa. Lembaga Kebudayaan PPA juga ingin mendorong para kader ‘Aisyiyah untuk memaknai hadirnya Lembaga Kebudayaan sehingga kegiatan yang diselenggarakan tidak hanya ansih yang sifatnya itu berkesenian.
“Kita ingin melihat bahwa sebenarnya banyak hal yang masih bisa dicapai oleh Lembaga Kebudayaan dalam kaitannya membangun sebuah budaya. Pemikiran, nilai, kemudian pembiasaan komunikasi itu semua berawal dari budaya. Kita ingin itu bisa tercapai ketika kita memberikan wawasan. Kegiatan diskusi, pelatihan, adalah salah satu cara yang ini merupakan metode yang membuat mereka berfikir ulang tentang arti kebudayaan jadi mereka punya perspektif ulang tentang kebudayaan,” tutup Wiwied. (lkppa, edrbs)