YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah-Wakaf merupakan salah satu bentuk ibadah sosial. Wakaf menyimpan potensi besar bagi kemandirian umat, pengembangan ekonomi, dan peningkatan kesejahteraan umum. Nilai manfaat dari wakaf tergantung pada sistem pengelolaannya. Masyarakat Muslim di Indonesia banyak yang mempercayakan wakaf harta bendanya pada Muhammadiyah untuk dimanfaatkan bagi kepentingan publik. Setelah melewati usia seabad, Muhammadiyah perlu berbenah dalam pengelolaan seluruh asetnya.
Pesan ini diungkapkan para pengurus Majelis Wakaf dan Kehartabendaan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta dalam diskusi bersama redaksi Majalah Suara Muhammadiyah, pada Selasa, 30 April 2019, di Grha Suara Muhammadiyah, Yogyakarta. Forum ini dimaksudkan sebagai sharing terkait dengan regulasi wakaf, pengoptimalan peran pengelola atau nadzir wakaf, serta terkait pengadministrasian, pemanfaatan, hingga pengawasan wakaf.
Ketua Majelis Wakaf dan Kehartabendaan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta, Jarot Wahyudi mengungkapkan beberapa permasalahan terkait wakaf. Menurutnya, dibutuhkan kerjasama seluruh unsur untuk bisa memanfaatkan semua potensi wakaf yang dimiliki Muhammadiyah. Jarot meluruskan pandangan sebagian orang bahwa majelis wakaf seolah hanya mengurusi terkait dengan sengketa tanah. Padahal, wakaf juga membutuhkan pemetaan potensi aset untuk selanjutnya dikelola oleh majelis atau lembaga terkait lainnya, sesuai dengan kriteria yang dibutuhkan.
Anggota Majelis Wakaf dan Kehartabendaan PWM DIY, Suryani dan Yuli Utami mengungkapkan hal yang sama. Keduanya sering mengalami berbagai persoalan teknis di lapangan. Semisal hilangnya aset wakaf karena tidak lengkapnya dokumen administrasi, wakaf produktif yang beralihtangan, kasus terkait dengan landasan teologis dan hukum tukar guling, tidak adanya peran aktif pimpinan Muhammadiyah lokal untuk segera mengurus sertifikasi tanah wakaf secara terpadu, sertifikat yang tidak disimpan dan dialihnamakan kepada organisasi, hingga persoalan wakaf nonkonvensional semisal wakaf uang.
Anggota lainnya, Yusuf Anggoro menyampaikan tentang peranan Majelis Wakaf dan Kehartabendaan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta dalam mempelopori sistem online terpadu untuk memudahkan dalam analisis dan mengakses data aset yang dibutuhkan bagi pengembangan dakwah. Namun, sistem ini hanya diperuntukkan bagi kebutuhan internal organisasi.
Jarot, Suryani, Yuli, dan Anggoro sepakat mengusulkan supaya salah satu Perguruan Tinggi Muhammadiyah membuat sebuat pusat studi tentang wakaf yang berskala nasional. Sebagai organisasi tertua dan mengelola banyak aset umat, Muhammadiyah perlu memiliki lembaga studi dalam mengkaji tentang berbagai persoalan wakaf dari berbagai sudut pandang. Terlebih, wakaf kini telah menjadi isu publik yang semakin sering diperbincangkan. Selain itu, masyarakat juga membutuhkan adanya edukasi wakaf.
Buya Ahmad Syafii Maarif dan Muchlas Abror menyambut baik kerja-kerja majelis wakaf. Keduanya mengusulkan adanya koordinasi semua majelis dan lembaga di Muhammadiyah untuk memikirkan solusi bersama bagi permsalahan pengelolaan wakaf di lapangan. Muchlas Abror mengusulkan supaya wakaf dijadikan salah satu pembahasan dalam muktamar Muhammadiyah yang akan datang. Buya Syafii melihat perlunya wawasan maju dan gerak cepat dari para pimpinan Muhammadiyah. Sehingga mampu menjawab berbagai persoalan kontemporer. Termasuk dalam aspek landasan teologis, dibutuhkan ijtihad baru dalam menghadapi permasalahan baru terkait dengan wakaf. Tidak cukup hanya mengandalkan fikih wakaf tradisional. (ribas)
Baca juga:
Launching Bank Wakaf Mikro UNISA Memberdayakan Ekonomi Umat