SAMARINDA, Suara Muhammadiyah– Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Maneger Nasution memberikan kuliah umum di kampus Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur (UMKT), Samarinda, pada Kamis, 9 Mei 2019. Kuliah umum tentang perlindungan saksi dan korban sebagai paradigma baru dalam konteks hukum pidana di Indonesia ini dibuka Wakil Rektor II UMKT Sunarso dan dihadiri mahasiswa dari sejumlah program studi, mulai hukum, psikologi, dan hubungan internasional.
Sunarso mengaku pihaknya bangga menjadi salah satu kampus yang mendapatkan sosialisasi langsung dari LPSK. Dengan demikian, mahasiswa bisa mendapatkan langsung informasi tentang tugas dan fungsi LPSK dari pimpinan LPSK. ”Harapan kami ke depan bisa menjalin kerja sama dengan LPSK,” kata Sunarso.
Sementara Wakil Ketua LPSK, Maneger Nasution menjelaskan secara singkat lahirnya perlindungan korban di Indonesia, tidak lepas dari Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia (DUHAM) 1948 dan Prinsip-prinsip Dasar Keadilan bagi Korban Kejahatan.
Di Indonesia sendiri, kata Manager, dalam Hukum Acara Pidana hanya mengatur perlindungan Tersangka atau Terdakwa, tetapi belum menyentuh Korban. Setelah UU Perlindungan Saksi dan Korban lahir tahun 2006, hak-hak Saksi dan Korban kejahatan mulai dikenal.
Sebagai pelaksana perlindungan dan pemenuhan hak-hak saksi dan korban di Indonesia, lahirlah LPSK sebagai amanat dari UU Perlindungan Saksi dan Korban. LPSK dalam tugasnya melindungi saksi, korban, saksi pelaku yang bekerja sama (justice collaborator), pelapor (whistleblower), dan ahli.
“Adapun tindak pidana prioritas yang ditangani, antara lain perdagangan orang, kekerasan seksual anak/perempuan, korupsi, penyiksaan dan tindak pidana lainnnya,” ujar Manager. Agar masyarakat semakin memahami hak-haknya sebagai saksi dan korban tindak pidana, penyebaran informasi terus dilakukan, termasuk kepada mahasiswa.
Dalam triwulan pertama tahun 2019, ada sejumlah tindak pidana menonjol yang saksi dan korbannya mengajukan permohonan perlindungan ke LPSK, yaitu perdagangan orang (50 permohonan), kekerasan seksual terhadap anak (29 permohonan), terorisme dan korupsi, masing-masing sebanyak 13 permohonan. Belum tindak pidana pencucian uang, narkotika, penyiksaan dan tindak pidana lainnya.
Manager juga menyatakan bahwa ada beberapa jenis layanan yang diberikan bagi saksi dan korban, yaitu perlindungan fisik, pemenuhan hak prosedural (PHP), perlindungan hukum, bantuan berupa medis, rehabilitasi psikologis dan rehabilitasi psikososial, serta fasilitasi perhitungan ganti rugi, baik kompensasi maupun restitusi.
Pihak UMKT dalam waktu dekat akan berkorespondensi dengan LPSK dalam rangka membangun MoU. Mudah-mudahan UMKT bisa menjadi mitra strategis LPSK dalam mendampingi kasus-kasus pidana tertentu yang menjadi prioritas LPSK di Kaltim. (rbs)