YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Konsep Risalah Pencerahan harus terus dipopulerkan sebagai ikon Muhammadiyah. “Sebab istilah Pencerahan atau At-Tanwir merupakan suatu gagasan pikiran yang sangat cemerlang,” ucap Din Syamsuddin Ketua Dewan Penasihat MUI dalam Pengajian Ramadhan Pimpinan Pusat Muhammadiyah 1440 H, Jum’at (10/05).
Din menyebutkan, bahwa istilah At-Tanwir disebutkan Al-Qur’an dalam beberapa versi. Di antaranya, kata dasar At-Tanwir yai Nur. Menurutnya, Nur erat kaitannya dengan esensi dan Dzat Allah. Maka Nur ini bisa dimaknai sebagai nilai-nilai yang maha luhur dan maha benar. Sehingga At-Tanwir dalam hal ini bermakna sebagai jalan yang harus ditempuh untuk membuka jalan bagi manusia agar kembali kepada Nur atau cahaya Tuhan.
Makna lain At-Tanwir, lanjut Din, adalah Yukhrijuhum minna dhulumati ila an-nuur. Yaitu risalah untuk merubah gelap menjadi terang. Dengan kata lain, risalah pencerahan adalah risalah yang menuntun untuk terwujudnya peradaban Islam yang unggul.
Hal ini, jelas Din, sebagaimana yang dilakukan Rasul di Yasrib. Yaitu membangun peradaban sehingga kemudian dikenal sebagai Madinah Al-Munawarah, dengan masyarakat madani. Masyarakat yang damai sebab adil dan makmur jelas nyata dirasakan.
Maka dalam hal ini, menurut Din, At-Tanwir atau gerakan pencerahan merupakan agenda peradaban untuk mengajak kepada Islam. Dalam bahasa lain itu bisa disebut sebagai upaya tranformasi, revolusi atau ajakan untuk melakukan dan mewujudkan perubahan.
Kaitannya dengan kehidupan, perubahan merupakan upaya penyelesaian masalah, upaya untuk mencari solusi. Inilah yang kemudian menjadi daya tawar kepada dunia yang sekarang mengalami kerusakan-kerusakan (era disruption).
Gerakan semacam ini, Din memaparkan, pernah terjadi pada abad 19. Waktu itu banyak negara-negara dengan mayoritas penduduk Muslim dijajah oleh negara-negara Eropa. Melalui gerakan pencerahan ini, negara-negara Islam berupaya bangkit dengan melakukan perlawanan terhadap penjajah lewat upaya penyadaran dan mendekatkan masyarakat kepada ilmu pengetahuan. Sebab tren pencerahat saat itu adalah benar-benar menghargai keberadaan akal.
Dari gerakan At-Tanwir tersebut, negara-negara Islam bisa melepas belenggu para penjajah bahkan kemudian bisa bersaing dan mulai diperhitungkan.
“Intinya, masyarakat sadar, bahwa ilmu pengetahuan dan sains merupakan dasar untuk membangun peradaban,” singkat Din.
Tanwir yang dipopulerkan Muhammadiyah, sambung Din, ada persinggungan arti dengan konsep pencerahan pada abad 19 tersebut, yaitu pendayagunaan akal pikiran tapi tidak pula menyingkirkan wahyu dengan tetap mengkaitkan teks dengan konteks.
Gerakan pencerahan Muhammadiyah ini, Din Mengatakan, relevan dengan Indonesia saat ini, relevan dengan berbagai problem dan masalah yang ada sekarang. Di antara permasalahan besar bangsa ini sebut Din, adalah kemiskinan dan pemiskinan, kebodohan dan pembodohan, dan ketergantungan dan sehingga cenderung menggantungkan.
“Berbagai persoalan bangsa tersebut harus disentuh Muhammadiyah sebagai organisasi pencerah dalam bingkai dakwah amar makruf nahi munkar,” tutup Din. (gsh)