Muhammadiyah sebagai Juru Damai di Filipina

Muhammadiyah sebagai Juru Damai di Filipina

Delegasi Muhammadiyah bersama para anggota ICG (Foto: Alpha)

Suara Muhammadiyah-Muhammadiyah memainkan peran penting sebagai juru damai bangsa dalam upaya memediasi kelompok yang bertikai di Mindanao, Filipina. Muhammadiyah termasuk salah satu anggota resmi International Contact Group (ICG) yang terlibat dalam rekonsiliasi konflik berkepanjangan antara Bangsamoro dan pemerintah Filipina. Ketua Lembaga Hubungan Kerjasama Internasional PP Muhammadiyah, Sudibyo Markus menjadi salah satu anggota tetap ICG sejak tahun 2009.

Tidak hanya pada tahapan perdamaian, Muhammadiyah juga terlibat dalam rekonstruksi Bangsamoro. Awal Mei 2019, Muhammadiyah yang diwakili Sudibyo Markus, Ridwan Wachid, dan Alpha Amirrachman mengikuti pertemuan lanjutan tentang upaya pengembangan pendidikan di wilayah yang mengalami konflik hingga lima dekade. “Harapan khusus MILF ke Muhammadiyah pada pertemuan baru-baru ini di Kuala Lumpur adalah reformasi kurikulum agar ada keseimbangan antara pendidikan umum dan pendidikan agama,” ujar Alpha, Sekretaris Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah PP Muhammadiyah.

Alpha menyatakan bahwa meredanya perang bermula dari jalan terjal perundingan yang diinisiasi sejak lama dan sempat mengalami kegagalan. “Sejak tahun 2000, sesudah all out war antara pemeringtah Filipina dengan MILF (Front Pembebasan Bangsamoro), dimulai perundingan track 2 (track two diplomacy) antara pemerintah Filipina dengan MILF dengan pemerintah Malaysia sebagai fasilitator,” ujarnya.

Pada Agustus 2009, kata Alpha, sebuah draft MoU antara pemerintah Filipina dengan MILF sudah siap ditandatangani, namun dibatalkan sepihak oleh Mahkamah Agung Filipina karena di dalamnya terdapat istilah “Bangsamoron judicial entity”, yang oleh Mahkamah Agung dianggap MILF ingin melepaskan diri dari Filipina. Hal ini menyebabkan ketegangan baru yang dikhawatirkan akan menggagalkan upaya perdamaian dan memicu perang kembali.

“Untuk mencegah terulangnya kasus-kasus pembatalan sepihak terhadap berbagai hasil perundingan, maka pemerintah Filipina dan MILF setuju untuk membentuk tim pendamping perundingan yang disebut International Contact Group (ICG) yang ditunjuk oleh kedua belah pihak. Anggota ICG terdiri dari pemerintah dan NGO,” tutur Alpha. Unsur pemerintah terdiri dari Saudi Arabia, Jepang, Turki, dan Inggris. NGO terdiri dari Muhammadiyah (Indonesia), Community of Sant’ Egidio (Roma), Conciliation Resource UK/CPCS (Kamboja), Center for Humanitarian Dialog/Henry Dunant Center (Geneva), dan The Asia Foundation.

Dalam forum ICG 1 di Malaysia tahun 2009 yang dipimpin Tengku Dato Abdul Gafar, Muhammadiyah (diwakili Sudibyo Markus, Imam Robandi, Surwandono, Ahmad Ma’ruf, dan Tri Astuti) menggunakan narasi keagamaan untuk resolusi konflik. Muhammadiyah menjadi satu-satunya Islamic faith based organization yang memainkan peran dalam proses rekonstruksi Bangsamoro. Sejak saat itu, Muhammadiyah rutin mengirimkan tim untuk misi perdamaian, sampai terjun langsung ke zona konflik untuk mengetahui kondisi aktual, (Muhammad Najib Azca, dkk., Dua Menyemai Damai, 2019, hlm 107).

Muhammadiyah pernah mengirimkan tenaga ahli medis dan guru ke Mindanao untuk berbagi pengalaman dalam mengelola pendidikan dan rumah sakit. Muhammadiyah juga memberikan beasiswa dan membuat program fasilitasi pendidikan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat Bangsamoro. Pada tahun pertama, 30 mahasiswa Bangsamoro mendapat beasiswa di Universitas Muhammadiyah Surakarta, Universitas Ahmad Dahlan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, dan Universitas Muhammadiyah Malang, (Muhammad Najib Azca, dkk., Dua Menyemai Damai, 2019).

ICG memiliki peran antara lain, pertama, pendampingan perundingan, perumusan-perumusan atau drafting, serta berbagai loby ketika perundingan macet. Kedua, membantu solusi di lapangan (bilateral consultative meeting: MILF-ICG). Ketiga, secara individual anggota ICG membantu MILF dalam berbagai program bidang di lapangan. Muhammadiyah pernah diminta mempresentasikan konsep micro financing (diwakili Prof Bambang Setiadji) dan konsep pengasuhan anak (oleh Dr Fattah Santosa).

Sudibyo Markus menyebut beberapa perubahan besar dan mendasar yang telah dicapai, antara lain diresmikannya Hukum Organik Bangsamoro (BOL/Bangsamoro Organic Law) oleh Kongres pada Juli 2018. BOL merupakan otonomi khusus bagi Bangsamoro di Mindanao atau Bangsamoro Autonomous Region in Muslim Mindanao (OLBARMM). UU yang ditandatangani Presiden Rodrigo Duterte ini tercipta usai negosiasi panjang.

Pada Januari 2019, plebescite (semacam referendum) telah berjalan sukses. Pemungutan suara referendum digelar pada 21 Januari 2019 dan penghitungan suara pada 25 Januari 2019. Sebanyak 85 persen Muslim Filipina mendukung BOL yang memberi otonomi khusus bagi Bangsamoro di wilayah Filipina Selatan. “The Bangsamoro telah mendirikan otonom regional Muslim Mindanao. Kabinet sementara chaired (yang diketuai) oleh Menteri Senior, Murad Ibrahim, bersama dengan saudara Iqbal sebagai menteri untuk pendidikan,” tutur Sudibyo.

Sudibyo Markus merasakan kebahagiaan dan kebanggaannya bisa menjadi bagian dari upaya perdamaian ini. “Akhirnya Bangsamoro kami, setelah terjebak dalam lima dekade perang berdarah, sekarang telah mampu mengatur soverignty (kedaulatan), tunduk di bawah pemerintah Manila. Kami anggota ICG senang bahwa dalam apa pun dukungan kecil yang telah kami berikan, sesungguhnya kami adalah bagian dari keberanian dan proses panjang yang murah hati,” tulisnya di akun Facebook. (ribas, riz)

Exit mobile version