Haedar Nashir: Silaturahim Merekatkan Kembali Persaudaraan yang Terputus

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah– Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir menekankan pentingnya silaturahim pada acara Silaturahim dengan awak media di kantor PP Muhammadiyah Yogyakarta, Kamis (30/05). Salah satunya, katanya, makna silaturahim atau silaturahmi adalah kembali bersaudara.

Yaitu, lanjutnya, menghubungkan kembali persaudaraan terputus. “Kalau dalam keluarga bisa putus karena persoalan bagi warisan, dalam negara bisa karena persoalan perbedaan pilihan politik,” sebut Haedar.

Apalagi, menurut Haedar, politik itu memang keras karena erat kaitannya dengan kekuasaan dan akarnya adalah hawa nafsu. “Akibatnya terkadang terlalu berlebihan. Dalam hal suka berlebihan, dalam hal tidak suka juga berlebihan,” terangnya. Karenannya Haedar menghimbau perlunya menjadikan silaturahim sebagai budaya dalam pengertian yang lebih luas lagi.

Sebab menurutnya, menyambung kembali jalinan yang terputus itu tidak gampang. Oleh karena itu, Haedar mengingatkan kembali bahwa Muhammadiyah dan media berperan penting untuk merekatkan persaudaraan warga bangsa.

Peran tersebut, sambung Haedar,  sekarang benar-benar dibutuhkan mengingat masyarakat umum hari ini adalah korban dari limbah informasi era digital, yang justru membuat hidup masyarakat semakin tertekan. “Mari bersama-sama mencerdaskan dan mencerahkan kehidupan masyarakat,” ajaknya.

Muhammadiyah, Haedar menjelaskan, sebenarnya memiliki kepribadian sebagai tameng sekaligus sebagai garis guna menyikapi persoalan kebangsaan sebagaimana yang sedang terjadi hari ini. Kepribadian tersebut lahir atas pergulatan Muhammadiyah dengan Masyumi saat itu, yang intinya dibuat untuk menjaga marwah persyarikatan Muhammadiyah sebagai organisasi kemasyarakatan dan keagamaan yang tidak partisan.

Dalam kesempatan ini, Haedar juga mengutarakan, bahwa partai politik lah yang seharusnya bertanggung jawab atas kisruh usai pemilu kali ini. “Merekalah yang selama ini terus memamerkan kontestasi-kontestasi jauh dari nilai dan jauh dari moral,” kata Haedar. (gsh).

Exit mobile version