SLEMAN, Suara Muhammadiyah – Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir menjadi pembicara kunci pada Silaturrahmi Keluarga Besar Unisa Yogyakarta, Senin (17/06). Dalam kesempatan ini, Haedar menyampaikan pentingnya aktualisasi spirit pencerahan oleh warga Muhammadiyah sebagai wujud perannya dalam berorganisasi.
Peran tersebut, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengatakan, bisa dioptimalkan dengan, pertama, mengamalkan spirit ikhlas dalam berbagai aktivitas. Yaitu melakukan sesuatu karena diniatkan untuk beribadah dan mengharap keridhaan Allah semata. “Karena orientasinya Allah semata, maka menjalankan aktivitas bisa dengan nyaman dan lepas. Itu berarti sudah tercerahkan,” terangnya.
Kedua, lanjutnya, spirit pencerahan untuk membangun karakter yang berkualitas taqwa. Yaitu dengan selalu belajar menjadi uswah hasanah. “Apa itu uswah hasanah?Selaras kata dan perbuatan,” sebut Haedar.
Menurut Haedar, persoalan menjadi uswah hasanah itu menjadi penting, sebab umat Islam agak kedodoran dalam hal ini. “Terlebih di Indonesia, muslim menjadi mayoritas tapi kualitasnya justru rendah, justru melakukan korupsi,” sesal Haedar.
Paling mencolok sebutnya, adalah akhlak dalam bermedia sosial. Apalagi sekarang media sosial menjadi ajang paling bebas untuk berekspresi. Parahnya lagi, adalah ketika media sosial berbaur dengan politik, makin garang dan jauh dari moral. “Mari kita melakukan pencerahan dalam bermedsos, sebagai bagian dari uswah hasanah,” ajak Ketum PP Muhammadiyah ini.
Ketiga, memiliki kultur keilmuan. Kata Nur, Haedar menjelaskan, juga bisa dimaknai aqlu an-niyar, akal yang tercerahkan. Dalam bahasa al-Qur’an disebut dengan ulul albab. Yitu, berkata dan berbuat berdasarkan ilmu, sebab semangat iqra sudah menjadi budaya. “Di antara ciri orang berilmu ialah kritis dan objektif, dan sepertinya Indonesia masih jauh dari itu,” ucapnya.
Keempat, membangun kebersamaan yang dinamis, dan kelima, pungkasnya, “Berkontribusi untuk kesejahteraan umat dan bangsa.” (gsh)