Oleh: Yunahar Ilyas
Musa AS sudah kehilangan harapan dari kaumnya. Tidak ada seorang pun lagi yang mau menaatinya. Tidak ada lagi yang mau mematuhi perintah Allah SWT kecuali dirinya dan saudaranya Harun. Hingga akhirnya Musa berdo’a agar Allah SWT memisahkan dia dan saudaranya Harun dari orang-orang durhaka tersebut. Allah SWT berfirman:
قَالَ رَبِّ إِنِّي لَآ أَمۡلِكُ إِلَّا نَفۡسِي وَأَخِيۖ فَٱفۡرُقۡ بَيۡنَنَا وَبَيۡنَ ٱلۡقَوۡمِ ٱلۡفَٰسِقِينَ ٢٥
“Berkata Musa: “Ya Tuhanku, aku tidak menguasai kecuali diriku sendiri dan saudaraku. Sebab itu pisahkanlah antara kami dengan orang-orang yang fasik itu”. (Q.S. Al-Maidah 5: 25)
Jika diizinkan Allah SWT, Musa dan Harun berdua, ditambah dengan Yusya’ bin Nun dan Kaleb bin Yefune siap untuk menjalankan perintah Allah SWT memasuki tanah Palestina dan meninggalkan Bani Israil di Padang Pasir Sinai. Sebagian dari Bani Israil yang takut memasuki negeri yang dijanjikan itu sudah mulai berpikir untuk kembali ke Mesir, lebih baik diperbudak di Mesir daripada harus mati bersabung nyawa di tanah Palestina.
Tetapi rupanya Allah SWT tidak memenuhi permohonan Musa dan Harun. Allah SWT memutuskan bahwa tanah suci yang dijanjikan itu diharamkan bagi Bani Israil selama 40 tahun. Mereka tidak akan kembali ke Mesir tetapi akan berputar-putar saja di padang pasir Sinai selama 40 tahun. Allah SWT berfirman:
قَالَ فَإِنَّهَا مُحَرَّمَةٌ عَلَيۡهِمۡۛ أَرۡبَعِينَ سَنَةٗۛ يَتِيهُونَ فِي ٱلۡأَرۡضِۚ فَلَا تَأۡسَ عَلَى ٱلۡقَوۡمِ ٱلۡفَٰسِقِينَ ٢٦
“Allah berfirman: “(Jika demikian), Maka Sesungguhnya negeri itu diharamkan atas mereka selama empat puluh tahun, (selama itu) mereka akan berputar-putar kebingungan di bumi (padang Tiih) itu. Maka janganlah kamu bersedih hati (memikirkan nasib) orang-orang yang fasik itu.” (Q.S. Al-Maidah 5: 26)
Empat puluh tahun adalah masa untuk pergantian generasi. Generasi Bani Israil yang dibawa oleh Musa keluar dari Mesir dengan perjuangan yang sangat berat itu tidak bisa lagi diharapkan untuk diajak berjuang. Mental mereka lemah, kemauan tidak ada, tidak ada sama sekali semangat juang, sudah kembali sebelum pergi, sudah kalah sebelum berperang. Apa lagi yang dapat diharapkan dari kaum bermental lemah dan bermoral rendah seperti itu. Oleh sebab itu harus ditunggu pergantian generasi. Perjuangan akan diteruskan oleh generasi anak cucu mereka nanti. Itulah substansi dari Tiih (dikurung di Padang Pasir Sinai selama 40 tahun).
Hal yang sama juga bisa terjadi pada umat Islam sekarang ini, jika Allah SWT menilai generasi sekarang tidak bisa diharapkan lagi untuk memperjuangkan Islam maka akan terjadi pergantian generasi.
Maka mulailah Bani Israil memasuki fase berputar-putar kebingungan di padang pasir Sinai. Kesulitan demi kesulitan mulai menghampiri mereka. Panas dingin harus mereka hadapi dengan perlengkapan yang terbatas. Tatkala tidak tahan menghadapi panas yang begitu menyengat di padang pasir Sinai Allah SWT melindungi mereka dengan mengirim awan sehingga sinar matahari tidak langsung menyengat kepala mereka. Begitu juga tatkala mereka tidak lagi punya makanan, maka Allah SWT memberi mereka manna dan salwa. Allah SWT berfirman:
وَظَلَّلۡنَا عَلَيۡكُمُ ٱلۡغَمَامَ وَأَنزَلۡنَا عَلَيۡكُمُ ٱلۡمَنَّ وَٱلسَّلۡوَىٰۖ كُلُواْ مِن طَيِّبَٰتِ مَا رَزَقۡنَٰكُمۡۚ وَمَا ظَلَمُونَا وَلَٰكِن كَانُوٓاْ أَنفُسَهُمۡ يَظۡلِمُونَ ٥٧
“Dan Kami naungi kamu dengan awan, dan Kami turunkan kepadamu “manna” dan “salwa”. Makanlah dari makanan yang baik-baik yang telah Kami berikan kepadamu. Dan tidaklah mereka menganiaya Kami, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.” (Q.S. Al-Baqarah 2:57)
Menurut ash-Shabuni dalam Shafwah at-Tafasir (I:60), Manna adalah sejenis madu yang diturunkan oleh Allah lalu mereka jadikan minuman setelah dicampur dengan air. Menurut Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah (I:196) manna adalah butir-butir berwarna merah yang terhimpun pada dedaunan, yang biasanya turun saat fajar menjelang terbitnya matahari. Menurut Thahir ibn Asyur, sebagaimana dikutip Quraish Shihab, manna adalah satu bahan semacam lem dari udara yang hinggap di daunan mirip dengan gandum yang basah. Rasanya manis bercampur asam, berwarna kekuning-kuningan. Banyak ditemukan di Turkistan dan sedikit di tempat lain. Ia baru ditemukan di Sinai sejak Bani Israil tersesat di sana. Sedangkan salwa menurut ash Shabuni dalam Shafwat at-Tafâsir (I:60) adalah sejenis burung mirip as-samani yang lezat dagingnya. Menurut Quraish Shihab, masih dalam Al-Mishbah (I:196), salwa adalah sejenis burung puyuh yang datang berbondong-bondong , berhijrah dari satu tempat yang tidak dikenal dan dengan mudah ditangkap untuk kemudian disembelih dan dimakan. Burung itu mati apabila mendengar suara guntur, karena itu mereka berhijrah mencari daerah-daerah bebas hujan.
Setelah ditolong dengan menurunkan makanan manna dan salwa, apakah Bani Israil bersyukur dan puas menerima nikmat tersebut? Ternyata juga tidak. Mereka malah menyatakan bosan setiap hari mendapatkan jenis makanan yang sama. Tanpa malu-malu mereka mengeluh lagi kepada Nabi Musa. Allah SWT berfirman:
وَإِذۡ قُلۡتُمۡ يَٰمُوسَىٰ لَن نَّصۡبِرَ عَلَىٰ طَعَامٖ وَٰحِدٖ فَٱدۡعُ لَنَا رَبَّكَ يُخۡرِجۡ لَنَا مِمَّا تُنۢبِتُ ٱلۡأَرۡضُ مِنۢ بَقۡلِهَا وَقِثَّآئِهَا وَفُومِهَا وَعَدَسِهَا وَبَصَلِهَاۖ قَالَ أَتَسۡتَبۡدِلُونَ ٱلَّذِي هُوَ أَدۡنَىٰ بِٱلَّذِي هُوَ خَيۡرٌۚ ٱهۡبِطُواْ مِصۡرٗا فَإِنَّ لَكُم مَّا سَأَلۡتُمۡۗ وَضُرِبَتۡ عَلَيۡهِمُ ٱلذِّلَّةُ وَٱلۡمَسۡكَنَةُ وَبَآءُو بِغَضَبٖ مِّنَ ٱللَّهِۗ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمۡ كَانُواْ يَكۡفُرُونَ بَِٔايَٰتِ ٱللَّهِ وَيَقۡتُلُونَ ٱلنَّبِيِّۧنَ بِغَيۡرِ ٱلۡحَقِّۗ ذَٰلِكَ بِمَا عَصَواْ وَّكَانُواْ يَعۡتَدُونَ ٦١
“Dan (ingatlah), ketika kamu berkata: “Hai Musa, kami tidak bisa sabar (tahan) dengan satu macam makanan saja, sebab itu mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu, agar Dia mengeluarkan bagi kami dari apa yang ditumbuhkan bumi, yaitu sayur-mayurnya, ketimunnya, bawang putihnya, kacang adasnya, dan bawang merahnya”. Musa berkata: “Maukah kamu mengambil yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik ? Pergilah kamu ke suatu kota, pasti kamu memperoleh apa yang kamu minta”. Lalu ditimpakanlah kepada mereka nista dan kehinaan, serta mereka mendapat kemurkaan dari Allah. Hal itu (terjadi) karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh Para Nabi yang memang tidak dibenarkan. Demikian itu (terjadi) karena mereka selalu berbuat durhaka dan melampaui batas.” (Q.S. Al-Baqarah 2:61)
Jika mereka mengingikan makanan yang terdiri dari hasil bumi seperti sayur-mayur, ketimun, bawang putihnya, kacang adas, dan bawang merah—makanan yang biasa mereka makan di Mesir—maka mereka harus kembali ke Mesir. Kalau kembali ke Mesir, mereka akan kembali hina menjadi budak bangsa Mesir. Apakah itu yang mereka inginkan? Apakah mereka ingin mengganti sesuatu yang lebih baik dengan sesuatu yang lebih buruk? Dari segi kualitas, makanan manna dan salwa yang diberikan Allah SWT kepada mereka di padang pasir Sinai jelas lebih baik dari kualitas makanan yang mereka nikmati sehari-hari dulu di Mesir. Kenapa mereka tidak memahami itu, apalagi sekarang mereka sudah jadi orang bebas dan merdeka, tidak lagi diperbudak oleh Fir’aun dan balatentaranya serta bangsa Qibti. Bandingkan kalau mereka kembali ke Mesir untuk kembali menikmati makanan yang terdiri dari sayur mayur, timun, bawang dan sebagainya itu, mereka akan kembali hidup sebagai budak.
Di samping memberi mereka makanan manna dan salwa, mereka juga diberi sumber air dengan cara yang juga luar biasa. Allah SWT berfirman:
۞وَإِذِ ٱسۡتَسۡقَىٰ مُوسَىٰ لِقَوۡمِهِۦ فَقُلۡنَا ٱضۡرِب بِّعَصَاكَ ٱلۡحَجَرَۖ فَٱنفَجَرَتۡ مِنۡهُ ٱثۡنَتَا عَشۡرَةَ عَيۡنٗاۖ قَدۡ عَلِمَ كُلُّ أُنَاسٖ مَّشۡرَبَهُمۡۖ كُلُواْ وَٱشۡرَبُواْ مِن رِّزۡقِ ٱللَّهِ وَلَا تَعۡثَوۡاْ فِي ٱلۡأَرۡضِ مُفۡسِدِينَ ٦٠
“Dan (ingatlah) ketika Musa memohon air untuk kaumnya, lalu Kami berfirman: “Pukullah batu itu dengan tongkatmu”, lalu memancarlah daripadanya dua belas mata air. Sungguh tiap-tiap suku telah mengetahui tempat minumnya (masing-masing) Makan dan minumlah rezki (yang diberikan) Allah, dan janganlah kamu berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan.” (Q.S. Al-Baqarah 2:60)
Nabi Musa memukulkan tongkatnya ke sebuah batu yang besar, lalu memancarlah dari batu itu dua belas mata air. Sehingga tiap-tiap suku dari dua belas suku Bani Israil mendapatkan satu mata air. Sampai sekarang mata air itu masih ada, dikenal dengan sebutan “Uyun Musa”. (bersambung)