JAKARTA, Suara Muhammadiyah– Sebanyak dua puluh lima utusan Kementerian Pendidikan Bangsamoro bertemu dengan Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Gedung Dakwah Muhammadiyah di Menteng, Jakarta pada Jumat, 21 Juni 2019. Otonomi Regional Bangsamoro Filipina ini menjajaki kerjasama pendidikan dengan PP Muhammadiyah.
Pimpinan delegasi, Ismael Abdullah yang juga Acting Deputy of Madaris Ministry Education of Bangsamoro mengatakan bahwa Bangsamoro yang baru saja mendapatkan otonomi khusus perlu mengadakan sistem pendidikan mandiri yang memadukan antara kurikulum Islam dan umum.
Sistem pendidikan Muhammadiyah dianggap bisa menjadi acuan standar untuk pengembangan sistem pendidikan di sana. “Kami mengetahui bahwa lembaga ini (Muhammadiyah) adalah lembaga yang berhasil di bidang pendidikan Islam dan kami ingin belajar dari lembaga ini,” ujar Ismael.
Bangsamoro merupakan gabungan dari 13 suku Austronesia yang saat ini mendiami Filipina bagian selatan. “Selama ini sebelum memperoleh otonomi, yang didapat oleh anak-anak Bangsamoro adalah pendidikan sekuler. Sehingga kami perlu belajar kepada Muhammadiyah sebelum menerapkan pendidikan Islam,” tuturnya.
Sekretaris Lembaga Hubungan dan Kerjasama Internasional (LHKI) PP Muhammadiyah Wachid Ridwan menyatakan bahwa PP Muhammadiyah telah terlibat intens dalam mewujudkan perdamaian hingga pemulihan Bangsamoro. Tergabung sebagai salah satu anggota International Contact Group (ICG). Kini, Bangsamoro mendapatkan otoritas khusus untuk melaksanakan pemerintahan berbasis Islam setelah Presiden Filipina Rodrigo Duterte menandatangani Bangsamoro Organic Law pada Juli 2018.
Muhammadiyah menaruh perhatian pada upaya peningkatan mutu pendidikan di wilayah otonomi itu. “Kita ingin fokus pada pendidikan dasar dan menengah sebagai kontribusi positif Muhammadiyah,” ujarnya. Wachid mengatakan bahwa bentuk kerja sama ini berupa pengembangan kurikulum. “Mereka meminta secara khusus Muhammadiyah bagaimana mengelaborasi sekaligus mengkombinasikan antara kurikulum (pendidikan) agama dan kurikulum umum atau kurikulum nasional.”
Saat ini, ribuan institusi pendidikan Muhammadiyah di seluruh Indonesia berada dalam naungan Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) serta Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan (Diktilitbang). Bahkan Muhammadiyah kini juga sudah memiliki beberapa lembaga pendidikan di luar negeri. “Tadi mereka minta bagaimana jika Muhammadiyah mendirikan sekolah di sana, minimal kerja sama dulu bagaimana membangun kurikulum,” ujarnya.
Salah satu delegasi dari Bangsamoro, Munir, menyebut bahwa kerja sama yang juga perlu segera dijajaki adalah pengajaran Bahasa Indonesia atau Bahasa Melayu bagi anak-anak Bangsamoro. “Mindanao University di Marawi mengajarkan Bahasa Indonesia, ada dua profesor mengajar Bahasa Indonesia di sana. Sebagai bangsa serumpun, kami juga Melayu. Bahkan pahlawan nasional Filipina Joserizal juga Melayu,” ungkap Munir. (ribas/gtr)
Baca juga:
Muhammadiyah sebagai Juru Damai di Filipina
Mahasiswa Filipina dan Thailand Magang di UMSU
UMP Tawarkan Beasiswa untuk Dosen dan Mahasiswa di Filipina