YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menerima kunjungan silaturahmi Duta Besar Indonesia untuk Azerbaijan Husnan Bey Fananie Rabu (17/7) di Grha Suara Muhammadiyah. Kunjungan yang dilakukan usai menghadiri acara di Universitas Ahmad Dahlan UAD (UAD) juga didampingi oleh Rektor UAD Kasiyarno.
Dalam kunjungan tersebut Duta Besar Husnan Bey Fananie tidak hanya mengungkapkan keinginannya untuk mendorong Muhammadiyah untuk berkunjung ke negara bekas pecahan Soviet tersebut untuk melihat peluang kerjasama yang lebih luas lagi, namun juga bercerita mengenai kakeknya yang memiliki singgungan dengan Muhammadiyah di masa lalu. Kakeknya, R Zanuddin Fananie merupakan salah satu dari Trimurti pendiri Pondok Modern Gontor yang ada di Ponorogo. Zainuddin Fananie dijelaskan oleh Husnan memiliki kedekatan dengan Buya Hamka di masanya.
“Bahkan dulu sepakat untuk menamai anak mereka dengan nama Rusydi yang terispirasi dari Ibnu Rusyd, penulis Bidayatul Mujtahid, kitab Fikih yang menyatukan berbagai pandangan madzhab. Maka dinamailah ayah saya dengan Rusydi Bey Fananie,” terangnya.
Zainuddin Fananie di kemudian hari menjadi salah satu tokoh penting dalam sejarah Muhammadiyah di Palembang yang juga memiliki singgungan dengan Presiden Soekarno ketika berada di Sumatera. Di dalam laman resmi gontor.ac.id juga dijelaskan bahwa Zainuddin Fananie pernah menjadi Konsul Pengurus besar Muhammadiyah Sumatera Selatan pada tahun 1942. Istrinya, kemudian diketahui juga merupakan aktivis Aisyiyah di Sumatera Barat.
“Beliau yang juga menjadi sejarah Soekarno dan Fatmawati. Ketika Jepang masuk ke Indonesia, Soekarno juga sempat disembunyikan di rumah beliau di Palembang. Dulu saya pernah diajak pak Syukri Zarkasyi untuk bertemu dengan Pak AR Fahruddin dalam acara MUI di Jakarta tahun 80 an. Pak Syukri mengenalkan saya sebagai cucunya pak Fananie. Pak AR langsung berdiri lalu dia peluk saya. Beliau bilang, nak kamu cucunya pak Fananie? Kamu tau, mbah kamu itu orang hebat. Kamu harus jadi orang hebat juga. Saya itu juru ketik mbahmu di Palembang. Kamu harus jadi orang hebat,” tuturnya mengenang pertemuan yang sangat berkesan dengan pak AR Fakhruddin.
Haedar juga terkesan dengan potongan-potongan cerita yang menggambarkan sebuah jalinan serta singgungan panjang antara komponen pendiri bangsa yang dituturkan oleh Dubes Husnan Bey Fananie dalam kunjungan tersebut. Menurut Haedar, kedatangannya bukan hanya sekedar silaturahmi sebagai duta bangsa, namun juga bagian dari keluarga besar Muhammadiyah.
“Tentunya sebagai bukan sekedar wakil bangsa namun juga sebagai bagian dari keluarga besar Muhammadiyah,” tutur Haedar pasca pertemuan.
Silsilah perjumpaan yang panjang antara para tokoh bangsa tersebut menurut Haedar menunjukkan bahwa tokoh-tokoh Muhammadiyah di masa lalu melakukan diaspora di berbagai penjuru tanah air untuk menyebarkan pokok pikiran akan kemajuan kepada seluruh masyarakat yang ada di tanah air. Hal ini layak untuk dijadikan contoh bagi para penggerak persyarikatan dan masih relevan hingga saat ini.
“Dulu saja ketika ada keterbatasan dalam hal transportasi, mereka mampu mewujudkan perubahan secara langsung juga langkah-langkah dalam membesarkan persyarikatan. Mereka menjadi pelaku-pelaku utama.”
“Ini contoh bagi generasi muda saat ini agar tidak sekedar berwacana dalam hal bermuhammadiyah namun juga berbuat yang terbaik. Wacana yang diusung pun hendaknya merupakan yang bisa mengembangkan pikiran Muhammadiyah, serta arus besar yang bisa berdiaspora ke masyarakat. Jangan hanya menggunakan media sosial hanya mengusung isu yang membuat bangsa tidak produktif,” pesan Haedar.
Dalam pertamuan tersebut Dubes RI untuk Azerbaijan juga mengundang Haedar mewakili Muhammadiyah untuk datang ke Azerbaijan sebagai upaya untuk mendekatkan Muhammadiyah dengan negara tersebut. Khususnya untuk memperluas peluang kerjasama yang sebelumnya telah dirintis oleh lembaga di Muhammadiyah. (Th)