YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah– “Jejak Langkah 2 Ulama” merupakan film yang mengangkat ketokohan dua ulama besar Indonesia. yaitu pendiri organisasi Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan dan pendiri organisasi Nahdhatul Ulama (NU) KH Hasyim Asy’Ari. “Keduanya memiliki peran dan pengaruh yang besar terhadap corak Islam di Indonesia yang damai, sejuk, dan toleran, cerminan dari ajaran Islam rahmatan lil ‘alamiin,” terang Sukriyanto AR Ketua Lembaga Seni dan Budaya (LSBO) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah yang juga inisiator ide di balik film ini.
Film jejak langkah 2 ulama ini adalah buah karya kerjasama antara LSBO PP Muhammadiyah dengan Pondok Pesantren (ponpes) Tebuireng, Jombang, Jawa Timur. Salahuddin Wahid Pengasuh ponpes Tebuireng dalam press conference film ini, Rabu (24/07) di kantor PP Muhammadiyah Yogyakarta menyampikan, dua tokoh yang akan diangkat dalam film tersebut merupakan dua diantara empat raksasa umat Islam pada zamannya. Keempatnya, sebut Gus Solah (panggilan akrab Salahuddin Wahid) selain Kiai Dahlan dan Kiai Hasyim Asy’ari, ialah Umar Said Cokroaminoto dan Agus Salim. “Nama-nama ini adalah tokoh yang luar biasa. Karenanya perlu dan penting dikenalkan kepada masyarakat, supaya masyarakat mengenal lebih dalam dan lebih dekat, dan bisa meneladani sebagai uswah hasanah (panutan),” ucapnya.
Mengawali press conference tersebut, Sukriyanto menceritakan, bahwa ide pembuatan film ini bermula dari kegelisahannya terhadap kondisi Indonesia kekinian. Di mana akhir-akhir ini banyak tindak kekerasan, aksi terorisme, hingga saling caci-maki yang mengatasnakan Islam. Padahal baginya, Islam itu mengajarkan kebaikan dan mengajarkan kedamaian, agama rahmatan lil ‘alamiin yang ketika berbicara saja harus beretika. “Karena saya suka sejarah kemudian saya melihat kepada kedua organisasi besar Islam di Indonesia yaitu Muhammadiyah dan NU. Di mana kedua organisasi itu didirikan oleh dua tokoh yang sangat luar biasa. Dari situlah kemudian muncul ide untuk membuat film ini,” cerita Sukriyanto.
Sedang menurut Ketua Umum (Ketum) PP Muhammadiyah Haedar Nashir, film ini penting untuk dijadikan proyeksi dari simbolisasi kehadiran kedua tokoh tersebut untuk generasi hari ini dan generasi ke depan. Kedua tokoh ini, baik Kiai Hasyim Asy’ari maupun Kiai Haji Ahmad Dahlan, Haedar mengatakan, sepulangnya dari Makkah dan kembali ke tanah air sama-sama melakukan pembaharuan (tajdid). Kiai Hasyim Asy’ari pulang ke Jombang dengan mendirikan sekaligus melakukan pembaharuan pada dunia pesantren, sedang pembaharuan serupa juga dilakukan KH Ahmad Dahlan di tanah Yogyakarta. “Walau melakukan pembaharuan, cara keduannya merespon reaksi dari umat yang belum siap itu dengan mata air dan telaga, menyejukkan, mendamaikan, dan menyegarkan,” ucapnya.
Dalam konteks kebangsaan, lanjut Ketum PP Muhammadiyah tersebut, kiprah kedua tokoh pendiri organisasi Islam terbesar di Indonesia ini juga luar biasa. Kiai Hasyim terlibat banyak dalam pergerakkan kebangsaan dan Kiai Dahlan ikut membentuk orientasi isu-isu kebangsaan terhadap tokoh-tokoh pergerakan saat itu. Di antaranya ada Sukarno dan Agus Salim yang mengaku terinspirasi dari pemikiran Ahmad Dahlan.
Di akhir sesi, Sukriyanto menegaskan, bahwa film ini benar-benar dibuat oleh LSBO PP Muhammadiyah dan Ponpes Tebuireng. “Jadi semua pekerja sampai pemainnya diambil dari kader-kader Muhammadiyah dan NU. Kita tidak ingin mengandalkan orang lain, karena kami percaya bahwa kami mampu,” tutur Sukriyanto.
Turut hadir dalam press conference siang tersebut Ketum PP ‘Aisyiyah Siti Noor Djannah Djohantini, Ketua PP Muhammadiyah Busyo Muqoddas, dan Sekretaris PP Muhammadiyah Agung Danarto.(gsh).