Oleh: Yunahar Ilyas
Musa berusaha meyakinkan Khidhir bahwa dia insya Allah akan dapat bersabar dan tidak akan membantah apa pun asal diizinkan berguru. Akhirnya Khidhir dapat menerima dengan syarat Musa tidak boleh bertanya apapun sebelum Khidhir menjelaskannya. Apa pun yang dia lihat, Musa harus diam dan memperhatikan saja. Allah SWT berfirman:
قَالَ سَتَجِدُنِيٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ صَابِرٗا وَلَآ أَعۡصِي لَكَ أَمۡرٗا ٦٩ قَالَ فَإِنِ ٱتَّبَعۡتَنِي فَلَا تَسَۡٔلۡنِي عَن شَيۡءٍ حَتَّىٰٓ أُحۡدِثَ لَكَ مِنۡهُ ذِكۡرٗا ٧٠
“Musa berkata: “Insya Allah engkau akan mendapati aku sebagai orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusanpun”. Dia berkata: “Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu apapun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu”. (Q.S. Al-Kahfi 18: 69-70)
Maka berjalanlah guru dan murid ini menyusuri pantai. Sampai kemudian mereka menaiki sebuah perahu yang bersandar di pantai. Tiba-tiba Khidhir melubangi perahu itu. Spontan Musa memprotesnya: “Mengapa engkau melobangi perahu itu akibatnya kamu menenggelamkan penumpangnya?” Dalam pandangan Musa, gurunya itu telah melakukan sebuah perbuatan salah, merusak perahu milik orang lain, dan juga akan membahayakan siapa saja yang nanti akan menaikinya. Allah SWT berfirman:
فَٱنطَلَقَا حَتَّىٰٓ إِذَا رَكِبَا فِي ٱلسَّفِينَةِ خَرَقَهَاۖ قَالَ أَخَرَقۡتَهَا لِتُغۡرِقَ أَهۡلَهَا لَقَدۡ جِئۡتَ شَيًۡٔا إِمۡرٗا ٧١
“Maka berjalanlah keduanya, hingga tatkala keduanya menaiki perahu lalu Khidhir melobanginya. Musa berkata: “Mengapa engkau melobangi perahu itu akibatnya engkau menenggelamkan penumpangnya?” Sesungguhnya engkau telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar.” (Q.S. Al-Kahfi 18: 71)
Persis seperti prediksi Khidhir sebelumnya, Musa tidak akan sanggup bersabar mengikutinya. Khidhir memberitahu Musa akan prediksinya tersebut. Allah SWT berfirman:
قَالَ أَلَمۡ أَقُلۡ إِنَّكَ لَن تَسۡتَطِيعَ مَعِيَ صَبۡرٗا ٧٢
“Dia (Khidhr) berkata: “Bukankah aku telah berkata: “Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku”. (Q.S. Al-Kahfi 18: 72)
Musa menyadari kealpaannya. Dia meminta maaf kepada Khidhir dan mohon tidak dihukum karena kelupaannya itu. Artinya Musa minta tetap diizinkan mengikuti Khidhir. Allah SWT berfirman:
قَالَ لَا تُؤَاخِذۡنِي بِمَا نَسِيتُ وَلَا تُرۡهِقۡنِي مِنۡ أَمۡرِي عُسۡرٗا ٧٣
“Musa berkata: “Janganlah engkau menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah engkau membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku”. (Q.S. Al-Kahfi 18: 73)
Khidhir memaafkan Musa. Lalu mereka meneruskan perjalanan. Di tengah perjalanan mereka berjumpa dengan seorang anak remaja. Tanpa sebab apapun Khidhir membunuh remaja tersebut. Naluri anti kezaliman Musa langsung bergejolak. Dia memprotes perbuatan gurunya yang dalam pandangan Musa adalah kemunkaran. Bagaimana tidak munkar, bukankah setiap jiwa dijaga kesuciannya. Tidak ada seorang pun yang boleh menumpahkan darah orang lain tanpa sebab yang dibenarkan oleh Allah SWT. Allah SWT berfirman:
فَٱنطَلَقَا حَتَّىٰٓ إِذَا لَقِيَا غُلَٰمٗا فَقَتَلَهُۥ قَالَ أَقَتَلۡتَ نَفۡسٗا زَكِيَّةَۢ بِغَيۡرِ نَفۡسٖ لَّقَدۡ جِئۡتَ شَيۡٔٗا نُّكۡرٗا ٧٤
“Maka berjalanlah keduanya; hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang anak, maka Khidhir membunuhnya. Musa berkata: “Mengapa engkau membunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain? Sesungguhnya engkau telah melakukan suatu yang mungkar”.(Q.S. Al-Kahfi 18: 74)
Khidhir menanggapi protes Musa dengan jawaban yang sama yaitu Musa tidak akan sabar mengikutinya. Allah SWT berfirman:
۞قَالَ أَلَمۡ أَقُل لَّكَ إِنَّكَ لَن تَسۡتَطِيعَ مَعِيَ صَبۡرٗا ٧٥
“Khidhir berkata: “Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar bersamaku?”.(Q.S. Al-Kahfi 18: 75)
Musa kembali menyadari kesalahannya. Dia sudah berjanji, tidak akan bertanya kepada Khidhir apapun yang terjadi. Sekarang dia sudah melanggarnya dua kali. Maka Musa mohon diberi kesempatan sekali lagi. Allah SWT berfirman:
قَالَ إِن سَأَلۡتُكَ عَن شَيۡءِۢ بَعۡدَهَا فَلَا تُصَٰحِبۡنِيۖ قَدۡ بَلَغۡتَ مِن لَّدُنِّي عُذۡرٗا ٧٦
“Musa berkata: “Jika aku bertanya kepada engkau tentang sesuatu sesudah (kali) ini, maka janganlah engkau memperbolehkan aku menyertaimu. Sesungguhnya engkau sudah cukup memberikan uzur padaku”. (Q.S. Al-Kahfi 18: 76)
Khidhir kembali memaafkan Musa. Lalu mereka meneruskan perjalanan. Kali ini memasuki sebuah perkampungan penduduk suatu negeri. Karena sudah lama berjalan, mereka berdua merasa lapar, tapi tidak ada seorang pun penduduk yang bersedia menjamu mereka.
Tiba-tiba Khidhir melihat, di negeri itu ada sebuah rumah yang hampir roboh. Tanpa diminta siapapun Khidhir bergerak memperbaikinya. Menyaksikan hal itu, spontan saja Musa berkomentar: “”Jikalau engkau mau, niscaya engkau mengambil upah untuk itu”. Allah SWT berfirman:
فَٱنطَلَقَا حَتَّىٰٓ إِذَآ أَتَيَآ أَهۡلَ قَرۡيَةٍ ٱسۡتَطۡعَمَآ أَهۡلَهَا فَأَبَوۡاْ أَن يُضَيِّفُوهُمَا فَوَجَدَا فِيهَا جِدَارٗا يُرِيدُ أَن يَنقَضَّ فَأَقَامَهُۥۖ قَالَ لَوۡ شِئۡتَ لَتَّخَذۡتَ عَلَيۡهِ أَجۡرٗا ٧٧
“Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu.Tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka. Kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, Maka Khidhir menegakkan dinding itu. Musa berkata: “Jikalau engkau mau, niscaya engkau mengambil upah untuk itu”. (Q.S. Al-Kahfi 18: 77)
Sekarang datanglah waktu perpisahan itu. Musa tidak lagi diizinkan mengikuti perjalanan Khidhir. Sebelum berpisah Khidhir bersedia menjelaskan kepada Musa, rahasia tiga peristiwa yang dilakukannya. Allah SWT berfirman:
قَالَ هَٰذَا فِرَاقُ بَيۡنِي وَبَيۡنِكَۚ سَأُنَبِّئُكَ بِتَأۡوِيلِ مَا لَمۡ تَسۡتَطِع عَّلَيۡهِ صَبۡرًا ٧٨ أَمَّا ٱلسَّفِينَةُ فَكَانَتۡ لِمَسَٰكِينَ يَعۡمَلُونَ فِي ٱلۡبَحۡرِ فَأَرَدتُّ أَنۡ أَعِيبَهَا وَكَانَ وَرَآءَهُم مَّلِكٞ يَأۡخُذُ كُلَّ سَفِينَةٍ غَصۡبٗا ٧٩
“Khidhir berkata: “Inilah perpisahan antara aku dengan kamu; akan kuberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya. Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera.” (Q.S. Al-Kahfi 18: 78-79)
وَأَمَّا ٱلۡغُلَٰمُ فَكَانَ أَبَوَاهُ مُؤۡمِنَيۡنِ فَخَشِينَآ أَن يُرۡهِقَهُمَا طُغۡيَٰنٗا وَكُفۡرٗا ٨٠ فَأَرَدۡنَآ أَن يُبۡدِلَهُمَا رَبُّهُمَا خَيۡرٗا مِّنۡهُ زَكَوٰةٗ وَأَقۡرَبَ رُحۡمٗا ٨١
“Dan adapun anak muda itu, maka keduanya adalah orang-orang mukmin, dan kami khawatir bahwa dia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran. Dan kami menghendaki, supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu bapaknya).” (Q.S. Al-Kahfi 18: 80-81)
وَأَمَّا ٱلۡجِدَارُ فَكَانَ لِغُلَٰمَيۡنِ يَتِيمَيۡنِ فِي ٱلۡمَدِينَةِ وَكَانَ تَحۡتَهُۥ كَنزٞ لَّهُمَا وَكَانَ أَبُوهُمَا صَٰلِحٗا فَأَرَادَ رَبُّكَ أَن يَبۡلُغَآ أَشُدَّهُمَا وَيَسۡتَخۡرِجَا كَنزَهُمَا رَحۡمَةٗ مِّن رَّبِّكَۚ وَمَا فَعَلۡتُهُۥ عَنۡ أَمۡرِيۚ ذَٰلِكَ تَأۡوِيلُ مَا لَمۡ تَسۡطِع عَّلَيۡهِ صَبۡرٗا ٨٢
“Adapun dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang Ayahnya adalah seorang yang saleh. Maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu; Dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya”.(Q.S. Al-Kahfi 18: 82)
Demikianlah, perjumpaan dengan Khidhir menyadarkan Musa bahwa masih ada orang yang lebih tinggi ilmunya dari Musa. Musa melihat segala sesuatu dari segi lahir. Dalam perspektif fiqh, pandangan Musa tidak salah. Tetapi ternyata Khidhir diberi oleh Allah SWT ilmu tentang rahasiswa dibaliki peristiwa. Itulah ilmu laduni yang dianugerahkan Allah SWT kepada Khidhir. Banyak orang yang berobsesi ingin memiliki ilmu seperti ilmu Khidhir, tapi ilmu seperti itu tidak bisa dipelajari. Allah SWT menganugerahkan ilmu itu kepada siapa yang Dia kehendaki.
Demikianlah kisah Nabi Musa AS. Beliau meninggal di Sinai sebelum bisa membawa Bani Israil ke tanah yang dijanjikan. Nabi Harun AS meninggal lebih dahulu dari Musa. Nanti Yusya’ ibn Nun lah yang meneruskan misi membawa Bani Israil ke tanah yang dijanjikan itu. Sekian.