Oleh: Agus Samsudin
Ada hal yang menarik ketika Drs. Agus Kusnadi, wakil ketua majelis MPKU membawakan materi Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah (PHIWM) di acara sosialisasi panduan dakwah rumah sakit di Lembang. Sambil membawa buku PHIWM beliau bertanya kepada peserta.”Siapa yang belum pernah melihat buku ini? Siapa yang sudah membaca? Siapa yang sudah paham isinya? Siapa yang telah menjalankan? Surprise, masih ada yang belum pernah melihat buku PHIWM. Padahal peserta sosialisasi adalah pejabat setingkat manajer dari berbagai Rumah Sakit. Ternyata di level ini masih ada yag belum pernah melihat. Padahal buku itu telah dilaunching cukup lama.
Kenyataan diatas membuat urgensi dari sosialisasi panduan dakwah rumah sakit menjadi penting untuk dipahami oleh seluruh AUMKES. Simpelnya, kalau melihat atau baca bukunya saja belum pernah, bagaimana mungkin pedoman ini dilaksanakan. Acara ini berlangsung tanggal 16-19 Juli 2019. Diikuti oleh para manajer SDI, Binroh, Manajer Pelayanan dan lain-lain dari 44 rumah sakit. Sosialisasi diawali dengan pemahaman modul bisnis. Tujuannya adalah memperluas cakrawala peserta agar tahu bagaimana proses bisnis berlangsung dan apa peran bagian SDI dan Binroh dalam meningkatkan pendapatan dan mengelola biaya. Melanggengkan aumkes memerlukan peran kuat SDI dan Binroh, utamanya dalam merangkul para stakeholder supaya mempunyai preferensi terhadap rumah sakit PKU. Setelah itu dilanjutkan denga model pembuatan program dakwah dan pelaksanaan PHIWM.
Sebagian besar waktu workshop di alokasikan untuk pembuatan program dakwah. Dakwah tidak cukup dengan ceramah saja. Sebuah program dakwah seyogyanya mempunyai beberapa kriteria. Jelas tujuannya dan siapa audiens nya, apa programnya dan bagaimana program dijalankan, kapan waktunya, berapa biayanya dan apa dampak/hasil programnya. Tidak kalah penting adalah bagaimana cara mengkomunikasikan program di jaman media sosial. Sesi ini ternyata cukup menantang bagi para peserta. Kemampuan para peserta untuk membuat program dakwah sangat-sangat perlu ditingkatkan. Banyak peserta yang mengalami kesulitan mendefinisikan hasil dakwah dan dampaknya, karena kurang terbiasa. Sebagai follow up dari workshop ini maka dalam waktu dua minggu para peserta diminta membuat program-program dakwah rumah sakit sesuai dengan kondisi setempat. Dikonsutasikan kepada DIreksi dan mendapat peretujuan.
MPKU Pimpinan Pusat memandang bahwa program peningkatan indikator-indikator kinerja rumah terkait medis dan keuangan perlu dilengkapi dengan indikator sosial keagamaan. Sebagai social business pengertian keuntungan bukan hanya rupiah lebih yang dihasilkan. Keuntungan termasuk didalamnya dampak rumah sakit bagi lingkungannya, siapa yang ikut menerima manfaat, berapa orang yang ikut pengajian, berapa jumlah pasien yang digratiskan oleh rumah sakit, berapa jumlah penerima zakat dari lazismu untuk menyebut beberapa contoh. Rumah sakit Muhammadiyah dan Aisyiyah secara agregat mempunyai 17 ribu karyawan, jika dikalikan 4 per keluarga maka dampaknya sudah 50 ribu lebih. Sedikitnya mengobati 12.5 juta pasien setiap tahun. Uang yang berputar bisa lebih dari 2 triliun. Belum termasuk didalamnya dampak ekonomi di sekitar rumah sakit.
Akhirnya, seperti ditegaskan dalam PHIWM bahwa Amal Usaha Muhammadiyah adalah salah satu usaha dari usaha-usaha dan media da’wah Persyarikatan untuk mencapai maksud dan tujuan Persyarikatan, yakni menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Oleh karenanya semua bentuk kegiatan amal usaha Muhammadiyah harus mengarah kepada terlaksananya maksud dan tujuan Persyarikatan dan seluruh pimpinan serta pengelola amal usaha berkewajiban untuk melaksanakan misi utama Muhammadiyah itu dengan sebaik-baiknya sebagai misi da’wah Bahwa dakwah yang dilakukan rumah sakit menjamin sepenuhnya pemahaman Al-Islam dan Kemuhammadiyahan dengan baik dan tidak ada paham lain yang boleh masuk sekaligus melakukan dakwah dengan cara-cara yang berkemajuan, jelas programnya, terukur hasilnya.
Agus Samsudin, Ketua MPKU PP Muhammadiyah.