YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah-Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan Perkumpulan Sepakbola Uni Papua menandatangani nota kesepahaman menjadikan sepakbola sebagai salah satu sarana membangun bangsa. Penandatanganan MoU itu dilakukan oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah Dr Haedar Nashir MSi dan Founder Uni Papua Harry Widjadja. Turut disaksikan oleh Presiden Football for Peace Interfaith Indonesia KH Zahrul Azhar Asumta dan Sekretaris PP Muhammadiyah Dr Agung Danarto.
Sepakbola merupakan olahraga universal yang diminati banyak orang. “Sepakbola merupakan wahana yang paling cair, tapi yang disesalkan belakangan ada muatan negatif rasialisme. Di tanah air kita juga sepakbola sering jadi menyeramkan karena ada vandalisme,” tutur Haedar Nashir. Padahal, sepakbola bisa menjadi instrumen penanaman nilai. “Muhammadiyah berusaha membebaskan sepakbola dari unsur itu dan ini menjadi komitmen kita.”
“Dengan penandatanganan MoU yang dilakukan Muhammadiyah bersama Uni Papua, kami akan kembali menggunakan sepak bola sebagai wadah untuk mempersatukan bangsa. MoU ini juga bertujuan untuk membangun karakter bangsa, agar sepak bola bisa melahirkan masyarakat yang cinta damai, cinta persaudaraan, dan cinta keragaman,” ungkap Haedar.
Haedar menyebut keterlibatan Muhammadiyah dalam dunia sepakbola bukan hal baru. Beberapa tokoh awal PSSI merupakan kader Muhammadiyah, semisal nama Soeratin Sosrosoegondo dan Abdul Hamid BTN. Muhammadiyah juga menyumbang beberapa pemain Timnas Indonesia seperti Djamiat Dalhar hingga Maulwi Saelan. Gerakan kepanduan Hizbul Wathan (HW) telah menyebarkan nilai-nilai Muhammadiyah melalui sepakbola sejak 1918, dengan membentuk PS HW.
Selain untuk menghidupkan kembali gerak Muhammadiyah di sepakbola, program ini diharapkan berdampak luas pada upaya memajukan kehidupan bangsa. “Melalui kerja sama ini, Muhammadiyah tidak pernah mengenal lelah untuk bisa membangun bangsa Indonesia melalui karya-karya nyata di masyarakat,” ujar Haedar.
“Kita berharap simbol ini bukan sekedar ritual sosial dan jargon yang indah tentang Pancasila, tapi bagaimana menggunakan energi kita untuk mempraktekkannya dalam realitas sosial. Muhammadiyah di Papua sejak 1926 melalui berbagai pelayanan sosial. Ini menunjukkan dakwah Muhammadiyah rahmatan lil alamin. Dakwah untuk semesta. Muhammadiyah fokus bekerja dan tidak bersuara kencang. Jadikan sepakbola Indonesia selain maju, juga sebagai pemersatu,” tukasnya.
MoU ini sebagai wujud komitmen bersama menebarkan nilai-nilai pluralitas, inklusivitas, etos kerja sama, dan perdamaian. Presiden Football for Peace Interfaith Indonesia KH Zahrul Azhar Asumta menganggap MoU ini adalah langkah tepat dalam menyebarkan gagasan perdamaian dan pluralitas.
“Uni Papua punya 24 cabang di Indonesia dan beberapa negara lain. Adanya MoU ini adalah optimisme baru bagi kami, memberikan semangat agar kita semakin turun kelapangan. Kami juga mengundang Muhammadiyah ikut serta dalam acara kompetisi sepakbola kami yang melibatkan tokoh lintas agama dan lintas mazhab yang kami harapkan masyarakat akar rumput bisa mengambil contoh dari perbedaan itu tapi tetap bisa bersatu,” ujar Zahrul.
CEO Perkumpulan Sepakbola Uni Papua Harry Widjadja menyambut baik MoU ini sebagai langkah strategis bagi pembentukan karakter melalui sepakbola. Pihaknya menyatakan akan menggarap serius kesempatan coaching clinic dengan kurikulum berjenjang di lembaga pendidikan Muhammadiyah. “Kita ingin sepakbola sebagai wadah kedamaian dan karakter fairplay.”
“Saya harapkan materi pembentukan karakter dan sepakbola ini akan digunakan oleh sekolah-sekolah Muhammadiyah, sebagai ekstrakulikuler pembentukan karakter,” tuturnya. Harry menambahkan bahwa pihaknya akan mengundang beberapa pelatih internasional untuk melakukan coaching clinic. “September nanti kami undang pelatih internasional dan pelatih Uni Papua untuk coaching teman-teman dari Hizbul Wathan.”
PP Muhammadiyah dan Perkumpulan Sepakbola Uni Papua juga sempat bertukar jersey dengan nomor simbolik 17 dan 5, 17 Agustus dan 5 Sila Pancasila. (ribas)
Baca juga: