Oleh : Yunahar Ilyas
Memenuhi permintaan Bani Israil, agar diberi seorang raja untuk memimpin mereka dalam menghadapi penguasa Palestina yang zalim, maka Nabi Samuel mengatakan bahwa Allah SWT telah mengangkat Thalut untuk menjadi raja mereka. Allah SWT berfirman:
وَقَالَ لَهُمۡ نَبِيُّهُمۡ إِنَّ ٱللَّهَ قَدۡ بَعَثَ لَكُمۡ طَالُوتَ مَلِكٗاۚ قَالُوٓاْ أَنَّىٰ يَكُونُ لَهُ ٱلۡمُلۡكُ عَلَيۡنَا وَنَحۡنُ أَحَقُّ بِٱلۡمُلۡكِ مِنۡهُ وَلَمۡ يُؤۡتَ سَعَةٗ مِّنَ ٱلۡمَالِۚ قَالَ إِنَّ ٱللَّهَ ٱصۡطَفَىٰهُ عَلَيۡكُمۡ وَزَادَهُۥ بَسۡطَةٗ فِي ٱلۡعِلۡمِ وَٱلۡجِسۡمِۖ وَٱللَّهُ يُؤۡتِي مُلۡكَهُۥ مَن يَشَآءُۚ وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ عَلِيمٞ ٢٤٧
“Nabi mereka mengatakan kepada mereka: “Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi rajamu.” Mereka menjawab: “Bagaimana Thalut memerintah kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang diapun tidak diberi kekayaan yang cukup banyak?” Nabi (mereka) berkata: “Sesungguhnya Allah telah memilih rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa.” Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan Allah Maha Luas pemberian-Nya lagi Maha mengetahui.” (Q. S. Al-Baqarah 2: 247)
Mendengar yang ditunjuk adalah Thalut, penyakit Bani Israil yang suka membantah kambuh kembali. Serta merta mereka menolak kalau Thalut yang diangkat jadi raja. Alasannya, karena Thalut hanyalah orang biasa yang tidak punya kelebihan apa-apa dibanding mereka. Apalagi, kata mereka, Thalut bukanlah orang kaya. Mereka mengklaim lebih pantas menjadi raja dari pada Thalut. Dari alasan penolakan itu, tampak sekali bahwa cara berpikir mereka masih sangat materialistis. Segala sesuatu diukur dengan harta. Seseorang dihormati karena hartanya. Dalam pandangan mereka orang kayalah yang pantas diangkat jadi pemimpin.
Cara berpikir mereka itu dikoreksi oleh Samuel. Thalut memang tidak mempunyai harta yang banyak, tapi dia mempunyai dua hal sangat diperlukan dalam memimpin, yaitu ilmu yang luas dan fisik yang kuat. Untuk meyakinkan mereka bahwa Thalut yang ditunjuk oleh Allah SWT untuk menjadi pemimpin, Samuel menyatakan bahwa Thalut dapat mendatangkan Tabut (peti tempat menyimpan Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa). Di dalam Tabut itu juga terdapat peninggalan-peninggalan lain keluarga Musa dan Harun. Tabut itu dapat mendatangkan rasa tenteram bagi Bani Israil. Allah SWT berfirman:
وَقَالَ لَهُمۡ نَبِيُّهُمۡ إِنَّ ءَايَةَ مُلۡكِهِۦٓ أَن يَأۡتِيَكُمُ ٱلتَّابُوتُ فِيهِ سَكِينَةٞ مِّن رَّبِّكُمۡ وَبَقِيَّةٞ مِّمَّا تَرَكَ ءَالُ مُوسَىٰ وَءَالُ هَٰرُونَ تَحۡمِلُهُ ٱلۡمَلَٰٓئِكَةُۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَأٓيَةٗ لَّكُمۡ إِن كُنتُم مُّؤۡمِنِينَ ٢٤٨
“Dan Nabi mereka mengatakan kepada mereka: “Sesungguhnya tanda ia akan menjadi Raja, ialah kembalinya Tabut kepadamu, di dalamnya terdapat ketenangan dari Tuhanmu dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun; Tabut itu dibawa malaikat. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda bagimu, jika kamu orang yang beriman.” (Q. S. Al-Baqarah 2: 248)
Bani Israil di zaman Nabi Musa disuruh membuat Tabut bernama “Tabut Perjanjian Allah” yang dihormati sebagai perlambang oleh Bani Israil. Di dalam Tabut yang berupa peti itu disimpan naskah perjanjian-perjanjian Bani Israil dengan Tuhan dan catatan-catatan (alwâh) Taurat yang diturunkan kepada Musa. Tabut itu diperlukan untuk menimbulkan kepercayaan diri dan kebanggaan bagi Bani Israil. Perlambang-perlambang seperti itu banyak mereka lihat pada kerajaan Fir’aun semasa mereka berada di Mesir (Tafsir Al-Azhar II: 357)
Tabut itu sudah lama tidak lagi berada pada Bani Israil. Dulu tatkala mereka dikalahkan dalam peperangan oleh bangsa Palestina, Tabut itu dirampas. Sekarang Tabut itu dikembalikan oleh Malaikat kepada mereka melalui Thalut. Hamka mencoba menjelaskan bagaimana Malaikat membawa Tabut itu kepada Thalut. Menurut Hamka, tanpa menyebut sumber beritanya, selama Tabut itu berada pada bangsa Palestina, mereka sering mendapat bencana, kadang bencana penyakit, dan lain kali bencana wabah tikus yang merusak pertanian dan gudang makanan mereka. Akhirnya mereka putuskan untuk mengembalikannya kepada Samuel yang menjadi Imam Bani Israil. Tabut itu dinaikkan ke atas gerobak yang ditarik dua ekor sapi lalu dibiarkan pergi begitu saja tanpa ada yang menuntun, akhirnya gerobak itu sampai ke tempat Samuel. Itulah sebabnya mereka katakan Malaikatlah yang menuntun dua ekor sapi itu ke tempat Samuel. (Tafsir Al-Azhar II: 357).
KeberadaanTabut itu dapat mendatangkan sakinah, rasa tenteram dan tenang bagi Bani Israil. Menurut Quraish Shihab, menjadi tradisi mereka kalau pergi berperang, Tabut itu dibawa oleh sekelompok orang mendahului pasukan (Tafsir Al-Mishbah 1:497). Sejak Tabut itu jatuh ke tangan musuh, secara psikologis mereka kehilangan semangat untuk berperang sehingga mereka dengan mudah dikalahkan musuh. Nah, sekarang Tabut itu kembali, tentu dapat membangkitkan kembali semangat dan kepercayaan diri mereka dalam berperang.
Demikianlah, akhirnya Bani Israil dapat menerima kepemimpinan Thalut. Lalu Thalut menyusun pasukan untuk berperang mengalahkan Jalut, raja bangsa Palestina yang kuat perkasa. Raja Thalut langsung turun tangan memimpin pasukan. Thalut harus menguji kesetiaan dan kepatuhan pasukannya. Ujian itu dilakukan tatkala melewati sebuah sungai. Thalut mengumumkan, tatkala pasukan melewati sungai itu, tidak seorangpun boleh mengambil air dari sungai itu, kecuali hanya segenggam tangan untuk sekadar mengurangi rasa haus. Barangsiapa yang melanggar perintah itu, bukanlah termasuk pasukanku, kata Thalut. Hanya yang patuh saja yang boleh terus bersama Thalut dalam pasukan. Allah SWT berfirman:
فَلَمَّا فَصَلَ طَالُوتُ بِٱلۡجُنُودِ قَالَ إِنَّ ٱللَّهَ مُبۡتَلِيكُم بِنَهَرٖ فَمَن شَرِبَ مِنۡهُ فَلَيۡسَ مِنِّي وَمَن لَّمۡ يَطۡعَمۡهُ فَإِنَّهُۥ مِنِّيٓ إِلَّا مَنِ ٱغۡتَرَفَ غُرۡفَةَۢ بِيَدِهِۦۚ فَشَرِبُواْ مِنۡهُ إِلَّا قَلِيلٗا مِّنۡهُمۡۚ فَلَمَّا جَاوَزَهُۥ هُوَ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مَعَهُۥ قَالُواْ لَا طَاقَةَ لَنَا ٱلۡيَوۡمَ بِجَالُوتَ وَجُنُودِهِۦۚ قَالَ ٱلَّذِينَ يَظُنُّونَ أَنَّهُم مُّلَٰقُواْ ٱللَّهِ كَم مِّن فِئَةٖ قَلِيلَةٍ غَلَبَتۡ فِئَةٗ كَثِيرَةَۢ بِإِذۡنِ ٱللَّهِۗ وَٱللَّهُ مَعَ ٱلصَّٰبِرِينَ ٢٤٩
“Maka tatkala Thalut keluar membawa tentaranya, ia berkata: “Sesungguhnya Allah akan menguji kamu dengan suatu sungai. Maka siapa di antara kamu meminum airnya; bukanlah ia pengikutku. dan Barangsiapa tiada meminumnya, kecuali menceduk seceduk tangan, maka dia adalah pengikutku.” Kemudian mereka meminumnya kecuali beberapa orang di antara mereka. Maka tatkala Thalut dan orang-orang yang beriman bersama dia telah menyeberangi sungai itu, orang-orang yang telah minum berkata: “Tak ada kesanggupan kami pada hari ini untuk melawan Jalut dan tentaranya.” Orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah, berkata: “Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. dan Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Q. S. Al-Baqarah 2: 249)
Yang paling penting dalam sebuah pasukan bukanlah jumlah yang besar, tapi kesetian dan kepatuhan kepada komando. Apa gunanya jumlah yang banyak tapi tidak patuh, tidak loyal dan tidak disiplin. Oleh sebab itu selalu ada usaha dari panglima perang untuk menguji kesetiaan pasukannya. Thalut menguji kesetiaan pasukannya dengan air yang mengalir di sungai. Mereka sudah menempuh perjalanan yang jauh menuju daerah kekuasaan Jalut. Dalam keadaan lelah dan haus, mereka melihat melihat sungai yang airnya jernih mengalir, tentu saja mereka sangat ingin minum sepuasnya dan mencuci muka. Tetapi justru di situ letak ujiannya, mereka tidak boleh melakukannya. Mereka hanya diizinkan untuk mengambil segenggam air sungai untuk diminum, tidak lebih.
Ternyata hanya sedikit di antara pasukan yang disiplin dan patuh dengan perintah Raja Thalut. Sebagian besar mereka melanggarnya. Begitu sampai di sungai mereka minum sepuas-puasnya. Setelah mereka sampai di seberang sungai, apa yang terjadi? Sebagian besar pasukan yang melanggar perintah Thalut itu menjadi lemah, kehilangan daya, sehingga tidak sanggup untuk terus melanjutkan perjalanan. Mereka menyatakan: “Tak ada kesanggupan kami pada hari ini untuk melawan Jalut dan tentaranya.”
Sementara itu, pasukan yang patuh, dan jumlahnya lebih kecil tetap semangat untuk meneruskan perjalanan. Mereka tidak khawatir kalah, walaupun jumlahnya tinggal sedikit. Mereka menyatakan: “Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. dan Allah beserta orang-orang yang sabar.” (bersambung)