Apa Dampak AIK Bagi Mahasiswa?

Apa Dampak AIK Bagi Mahasiswa?

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah-Apa pengaruh Al-Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK) terhadap mahasiswa Perguruan Tinggi Muhammadiyah-Aisyiyah (PTMA)? Sejauh mana nilai-nilai progresif Muhammadiyah berhasil membentuk pribadi mahasiswa yang berkemajuan?

Pertanyaan ini menjadi bahasan utama diskusi berkala Majelis Pendidikan Tinggi, Penelitian, dan Pengembangan (Diktilitbang) PP Muhammadiyah, pada Sabtu, 24 Agustus 2019, di Gedung PP Muhammadiyah Jalan Cik Ditiro Yogyakarta. Narasumber yang memaparkan hasil risetnya dalam diskusi ini adalah Anisia Kumala dan Hilman Latief.

Ketua Majelis Diktilitbang Lincolin Arsyad menyebut bahwa AIK harus dilihat dalam perspektif kaderisasi yang saat ini relatif kurang berdampak luas. Dari 500.000 mahasiswa PTMA di seluruh Indonesia, sedikit sekali yang menjadi kader mumpuni di level nasional. “Kita harus memperbaiki diri, tidak hanya menyalahkan orang lain yang terus maju dan bergerak.” Lincolin berharap pengajaran AIK harus mampu menggerakkan. “Bukan membentuk kader yang do nothing,” ujarnya.

Pembahasan tentang AIK selama ini, kata Lincolin, adalah tentang upaya pembumiannya, bukan sekadar aspek kognitif, tapi pada aspek afektif dan psikomotoriknya. Pengajarannya harus dengan etic mainstreaming. “Pengajaran secara keseluruhan ini dinamakan dengan meta learning approach. Penanaman nilai tidak hanya oleh dosen AIK,  tapi semua dosen harus ikut terlibat,” urainya.

Salah satu komponen penting dalam penanaman nilai adalah melalui asrama. “Asrama PTMA harus menjadi par excelent, tidak hanya jadi tempat tidur.” Lincolin mencontohkan pembinaan asrama di NUS dan NTU dengan desain kurikulum yang tertata bagus. Asrama mereka difokuskan pada pembinaan pribadi berkemajuan dengan tagline: ini tempat calon pemimpin dunia.

Lincolin mengingatkan pada dosen untuk selalu mengupdate ilmu. Dosen Muhammadiyah itu harus suka dialog, diskusi, dan membaca. Kriteria lainnya, terutama pada pimpinan perguruan tinggi adalah harus pintar, sehat, lembut hati, serta berakhlak karimah. Dengan keteladanan dan metode yang kreatif, para mahasiswa akan tertarik, terutama di tengah tantangan adanya anggapan bahwa milenial malas membaca.

Sekretaris Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah Muhammad Sayuti menambahkan bahwa AIK harus menjadi core of the core bagi mahasiswa PTMA. Selain harus memperbaharui metode pengajaran, “Perlu juga AIK menjadi main riset. Hutan belantaranya masih sangat luas.” Semisal AIK untuk non-Muslim, AIK untuk Pascasarjana, AIK untuk fakultas kedokteran, dan seterusnya.

Dekan Fakultas Psikologi Universitas Prof Hamka Jakarta, Anisia Kumala Masyhadi memaparkan hasil penelitiannya bersama Yulmaida Amir tentang peran nilai-nilai Islam Progresif dalam membentuk pribadi berkemajuan. Nilai Islam progresif yang dijadikan acuan merupakan hasil disertasi Yulmaida Amir di Universitas Indonesia. Dalam kajian itu dinyatakan bahwa orang yang mengembangkan dirinya terus-menerus umumnya menjalani kehidupan mental yang sehat, mampu membuat perubahan dalam hidup, menghadapi persoalan dengan rasional, aktif, terbuka, dan mampu beradaptasi dengan pengalaman baru.

Konsep inisiatif pertumbuhan diri ini, menurut Anisia, relevan dengan nilai-nilai Muhammadiyah sebagai gerakan berkemajuan. Empat nilai utama yang memiliki relasi erat dengan konsep inisiatif pertumbuhan diri, berupa nilai Islam progresif ini adalah: berpikir logis, aktif memperbaiki diri, bekerja keras, dan menyakini kemampuan diri. Penelitian Anisia memotret nilai Islam progresif tersebut pada diri mahasiswa PTM serta pengaruhnya bagi kehidupan.

Hasil kajian bersifat reflektif ini menemukan bahwa nilai-nilai Islam progresif belum cukup kuat mendorong munculnya perilaku yang berorientasi pada perubahan dan kemajuan. Tokoh yang berperan dalam penanaman nilai, ungkap Anisia, masih merupakan agen sosialisasi primer, yaitu keluarga, terutama orang tua, dan selanjutnya guru di sekolah. Sementara dosen mata kuliah AIK belum berperan kuat dalam mengenalkan nilai-nilai ini. “Pengaruh dosen AIK dalam menginternalisasi nilai Islam progresif masih sangat rendah, hanya 10 persen.”

Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Alumni, dan AIK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Hilman Latif menjabarkan tentang peranan perguruan tinggi Muhammadiyah-Aisyiyah dalam pengajaran AIK dan membentuk pribadi mahasiswa berkemajuan. Di UMY, kata Hilman, dilakukan proses internalisasi (pemahaman dan pembelajaran AIK), implementasi (pelatihan dan pendampingan pengamalan AIK), serta integrasi (penelitian dan pengembangan AIK).

Menurut kajian Direktur Utama Lazismu ini, banyak orang yang mengenal Muhammadiyah karena bekerja atau pernah sekolah di lembaga Muhammadiyah. Pengenalan Muhammadiyah kepada mereka harus dengan cara yang tidak konvensional. Demikian halnya dengan pengajaran AIK terhadap mahasiswa yang berbeda latar belakang. Pengajarannya harus dengan metode yang lebih inovatif dan variatif. “Kata pepatah, al-tariqah ahammu min al-maddah.”

Hilman berharap Muhammadiyah mampu melahirkan kader dengan kualitas mumpuni di dunianya masing-masing. Dimulai dengan pengembangan keilmuan dan pengajaran yang kontekstual. Dalam rangka itu, Lazismu PP Muhammadiyah turut mendukung program pembibitan dan pengembangan kader. Semisal program pemberian beasiswa dan program persiapan mendaftar beasiswa di luar negeri. (ribas)

Exit mobile version