JAKARTA, Suara Muhammadiyah-Kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan seolah tak habis dari pemberitaan media di Indonesia. Belum lagi kasus-kasus yang tidak terlaporkan. Laporan Komnas Perempuan Perempuan pada tahun 2019 menyebutkan bahwa kasus di ranah privat dari urutan paling tinggi adalah KDRT, kekerasan dalam pacaran, dan incest. Sedangkan kasus kekerasan di ruang public yang dialami perempuan seksual terhadap perempuan di ruang publik masih didominasi oleh kekerasan seksual. Sedangkan data Komisi Perlindungan Anak Indonesia menyebutkan bahwa dari tahun 2011 hingga Mei 2019 terdapat 34.654 kasus dengan kasus tertinggi adalah anak berhadapan dengan hukum, kasus pengasuhan dan kasus pornografi dan cyber crime.
Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah meneguhkan kembali peran Pos Bantuan Hukum (POSBAKUM) ‘Aisyiyah di seluruh Indonesia sebagai respon terhadap tingginya kasus perempuan dan anak. Sebagai upaya konsolidasi peningkatan pelayanan ‘Aisyiyah di bidang hukum, Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah mengadakan Rapat Koordinasi POSBAKUM yang dihadiri oleh 28 propinsi. Konsolidasi yang diselenggarakan pada tanggal 23 -25 Agustus 2019 di LPMP Jakarta mengambil tema “Meneguhkan Peran ‘Aisyiyah dalam Pendampingan dan Penyelesaian Persoalan Hukum pada Perempuan dan Anak” ini menguatkan peran POSBAKUM ‘Aisyiyah yang sudah berdiri dari Aceh hingga Papua.
Posbakum ‘Aisyiyah sudah melakukan pendampingan baik litigasi maupun non litigasi. Kasus terbesar yang ditangani adalah kasus-kasus perdata terkait perkawinan, waris, hak perempuan dan anak. Kasus-kasus pengabaian hak-hak perempuan dalam perceraian, nafkah iddah, mut’ah, harta gono-gini paling dominan di hukum perdata. Belum lagi isu anak terkait hak nafkah, hak asuh, termasuk hak sipilnya terkait akte kelahiran yang masih memiliki kekosangan hukum. Dalam aspek pidana, kasus kekerasan seksual paling sering ditangani Posbakum ‘Aisyiyah, selain kasus-kasus Anak berhadapan dengan hukum.
Posbakum ‘Aisyiyah melindungi kelompok lemah dan marginal seperti anak dan perempuan disablitas. Posbakum ‘Aisyiyah Jawa Tengah misalnya mendampingi 15 kasus perempuan dan anak disabilitas, juga Posbakum Bengkulu yang juga menangani kasus-kasus disabilitas. ‘Prinsip pelayanan untuk semua menjadi prinsip pelayanan Posbakum ‘Aisyiyah’, kata Dr. Atiyatul Ulya, MA, ketua Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah. Pendampingan litigasi dan non litigasi perempuan dan anak disabilitas membutuhkan perspektif, keahlian, dan ketrampilan khusus.
Sebagai bahan pengayaan materi, hadir Ninik Rahayu anggota Ombudsman Republik Indonesia, Manajer Nasution komisioner Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, Rita Pranawati wakil ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia. Ketiga lembaga tersebut mengupayakan jejaring agar penanganan kasus yang ditangani Posbakum ‘Aisyiyah dapat bersinergi secara komprehensif.
‘Aisyiyah abad kedua bertekad membangun akses pelayanan hukum bagi semua, baik masyarakat umum maupun khususnya perempuan dan anak dari golongan manapun. Penguatan upaya non litigasi sebagai pencegahan terjadinya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak menjadi usaha massif yang dilakukan ‘Aisyiyah melalui keberadaan POSBAKUM di seluruh Indonesia hingga ke daerah-daerah. Selain itu, ‘Aisyiyah berperan aktif dalam penguatan kebijakan pemerintah dari level desa hingga nasional agar memiliki perspektif perempuan dan anak. Semoga ‘Aisyiyah abad kedua dapat menguatkan perannya di bidang hukum.