BANJARNEGARA, Suara Muhammadiyah– Kunci sukses bagi penghapal Al-Qur’an adalah mengutamakan Al-Qur’an. Sepanjang Al-Qur’an tidak ditempatkan lebih tinggi dibanding urusan lainnya, maka akan sulit bagi seseorang untuk cepat menghapal Al-Qur’an. Karena menghapal Al-Qur’an tidak bisa dilakukan hanya dengan menempatkan Al-Qur’an sebagai pengisi waktu luang. Demikian disampaikan oleh Ustadz Arif Riyadi, Direktur Pondok Modern Tahfidzul Qur’an Sabilurrosyad Muhammadiyah Banjarnegara di Wanadadi. Hal ini dikatakan saat kegiatan Talkshow dengan tema “Membumikan Al-Qur’an Mencetak Generasi Qur’ani”, 30 Agustus 2019, di Masjid Sabilurrosyad, Wanadadi.
Rasa malas, kata Arif, seringkali menjadi penghambat paling besar dalam upaya menghapal Al-Qur’an. Bila diberi tugas untuk menghapal Juz 30 sehari, yang muncul pertama adalah bayangan banyaknya hapalan dan harus dilakukan sehari. Bayangan ini mengecilkan minat untuk usaha yang lahir justru sikap malas-malasan. Pada posisi ini, kesungguhan niat mendapat tantangan.
“Kunci menghapal Al-Qur’an ada tiga. Pertama, sungguh-sungguh dalam menghapalnya. Indikasinya adalah mengutamakan Al-Qur’an dibanding urusan lain. Kedua, semangat. Ini beda dengan sungguh-sungguh karena semangat itu motivasi. Dan, ketiga. Tidak ada rasa malas dalam upaya menghapalnya,” katanya.
Selain talk show, kegiatan hari ini diisi juga dengan simaan Al-Qur’an 30 juz yang dimulai sejak pukul 02.00 dinihari hingga siang hari usai talk show. Pada kegiatan talk show diramaikan juga penampilan siswa pondok hafalan Al-Qur’an. Untuk sesi tanya jawab selain dengan nara sumber juga dihadirkan hafidz Qu’ran dari pondok Taruna Al-Qur’an dari Yogyakarta. Di usia 14-15 tahun, mereka sudah menghafal 30 juz Al-Qur’an.
Pembicara lainnya, Hafidz cilik yang populer di acara TV Nasional, Alana tampil bersama ibunya Darsiah menyampaikan sejumlah testimony dan seputar pengalaman dalam menghapal Al-Qur’an. Menurut Darsiah, dalam upaya menambah tambahan hapalan, setiap habis subuh Alana menghapal 1 juzz. Dan ini kemauan Alana sendiri, bukan karena paksaan orang tuanya
“Habis subuh hari ini juz 1, besok juz 2, dan seterusnya sampai juz 10. Setelah juz 10 balik lagi menghapalnya dari juz 1. Selanjutnya tambahan hapalan ditambahkan pada hapalan ini. Begitu seterusnya. Terus menerus dilakukan. Istiqomah dengan hapalan.” katanya.
Bahkan, lanjut Darsiah, Alana sering memaksakan diri untuk tetap istiqomah menghapal. Meski kondisi sakit, Dia tetap memaksakannya. “Satu minggu ini Alana sakit biduren. Tubuhnya gatal-gatal hingga ke kelopak mata. Namun Alana masih disiplin habis subuh satu juz,” imbuhnya.
Selain waktu habis subuh, hapalan dilakukan habis dhuhur. Utamanya saat libur. Namun saat hari sekolah, waktunya beda. “Sekolah sekarang ini kan pada umumnya pulangnya sore, karena itu waktu hapalannya digeser jadi sore hari. Hapalan ini khusus untuk yang belum hapal. Biasanya ¼ juz” katanya.
Meski begitu, Darsiah pun mengakui bahwa upaya menghapal Al-Qur’an yang dikerjakannya dengan Alana ini bukan tanpa tantangan besar. Dan itu tidak datang dari luar semata, tetapi merupakan gabungan dari pertumbuhan anak, perkembangan jaman dan perkembangan ilmu dan pengetahuan yang dimiliki Alana. Sekarang ini Alana sudah pandai bermain game. Kadang ada penawaran dari Alana minta waktu untuk main game. Karena sudah menghapal dua juz, dia minta waktu 1/5 jam untuk main game.
“Ini yang menyebabkan hapalan Alana menjadi lebih lambat dibanding dulu saat Dia belum paham main game. Karena itu, kami ketat dalam soal main hp. Kami batasi akses Alana untuk main Hp dalam 1 minggunya cukup 1 jam” katanya.
Pada kesempatan ini Alana menyampaikan sejumlah pesan pada hadirin dan santri-santri Ponpes Modern Tahfidzul Qur’an Sabilurrosyad Muhammadiyah Banjarnegara di Wanadadi untuk terus berupaya menjadi hafidz Qur’an. Kerjakan dengan sungguh-sungguh, penuh semangat, rajin, dan tetap istiqomah. “Meski harus bekerja keras dan bersusah payah, namun seorang penghapl Al-Qur’an pahalanya sangat besar karena di Surga nanti akan memberikan mahkota pada kedua orang tuanya,” katanya. (eKo)