Mengembalikan Makna Ulama

Oleh : Azaki Khoirudin

Assalaamu’alaikum Wr Wb

الْحَمْدُ لِلَّهِ ذِي الْفَضْلِ وَالإِحْسَانِ، امْتَنَّ عَلَى عِبَادِهِ فَعَلَّمَهُمُ الْبَيَانَ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ, شَرَّفَ الْعَرَبِيَّةَ بِالْقُرْآنِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّداً عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ، خَيْرُ مَنْ نَطَقَ بِلُغَةِ الضَّادِّ، فَاللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِينَ، وَعَلَى مَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ.

أَمَّا بَعْدُ: فَأُوصِيكُمْ عِبَادَ اللَّهِ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللَّهِ، قَالَ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِۦ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسۡلِمُونَ ١٠٢

Jamaah Shalat Jum’at Rahimani wa Rahimakumullah

Selama ini, masyarakat memahami ulama dipahami sebagai orang-orang yang faqih (memahami) agama atau hokum-hukum agama (fikih). Kebanyakan kita sering merujuk pada QS. At-Taubah ayat 122 yang berbunyi:

۞وَمَا كَانَ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ لِيَنفِرُواْ كَآفَّةٗۚ فَلَوۡلَا نَفَرَ مِن كُلِّ فِرۡقَةٖ مِّنۡهُمۡ طَآئِفَةٞ لِّيَتَفَقَّهُواْ فِي ٱلدِّينِ وَلِيُنذِرُواْ قَوۡمَهُمۡ إِذَا رَجَعُوٓاْ إِلَيۡهِمۡ لَعَلَّهُمۡ يَحۡذَرُونَ ١٢٢

“tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.”

Padahal dalam ayat tersebut tidak menyebut secara spesifik tentang kalimat ulama’, tetapi dengan kalimat liyatafaqqahu fiddin. Akibatnya, umat Islam terlalu banyak menghabiskan waktu untuk membahas persoalan fikih, dan sering sekali berseteru serta bertengkar karenanya. Umat lalai atas fenomena alam seperti: terbitnya matahari, beredarnya bulan, dan bintang. Umat abai gerak awan di langit, kilat yang menyambar, listrik yang membakar, malam yang gelap gulita, dan mutiara yang gemerlap. Umat juga tak tertarik pada aneka tumbuhan di sekitarnya, binatang ternak maupun binatang buas yang betebaran di muka bumi dan aneka fenomena serta kejaiban lainnya.

Meski ayat hukum (muhkam: ummul kitab) hanya berjumlah seperlima dari ayat kauniyah (mutasyabih; al-Qur’an), tetapi telah menyedot hampir semua energi ulama dan umat Islam. Sebaliknya, ayat-ayat semesta meskipun jumlahnya sangat banyak tetapi terabaikan. Sains sebagai perwujudan normatif dari ayat-ayat kauniyah seolah-olah tidak terkait dengan kesalehan dan tidak berkaitan dengan surga dan neraka, sehingga tidak pernah dibahas baik di wilayah keilmuan maupun pengajian-pengajian. Pengajian-pengajian kebanyakan membahas ritual dan fikih semata. Pertanyaanya, lalu siapakah yang dimaksud dengan ulama dalam al-Qur’an?

Jamaah Shalat Jum’at Rahimani wa Rahimakumullah

Jika kita renungkan QS. Fatir ayat ke-28 Allah menyatakan “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama.” Siapakah yang dimaksud dengan ulama ini? Jika melihat ayat sebelumnya, ternyata Allah membicarakan tentang fenomena alam, kemudian berbicara ulama, dan baru selanjutnya tentang ibadah (ketundukan kepada Allah). Ulama dalam ayat tersebut adalah orang yang perhatian pada fenomena hujan dan tanaman yang ditumbuhkannya serta fenomena di gunung-gunung. Dengan kata lain Ulama adalah ilmuan (saintis) yang memperhatikan dan memahami fenomena alam. Setelah itu, Ulama di dalam ayat ini dijelaskan  sebagai sosok yang membaca kitab, menegakkah shalat dan menafkahkan sebagian rezeki.

Jamaah Shalat Jum’at Rahimani wa Rahimakumullah

Dalam al-Qur’an, terdapat fakta menarik tentang akal, terdapat 49 kata (dasar) akal di dalam al-Quran. Menariknya, semua kata dimunculkan dalam kata kerja (fi’il) bukan kata benda (isim). Hal ini seolah mengisyaratkan bahwa akal bukan monumen untuk dipandangi, dipuja apalagi diberhalakan melainkan aktivitas yang harus dilakukan. Lebih jauh, dari 49 kata akal dalam bentuk kata kerja ini, 48 dalam bentuk kata kerja sedang/akan fi’il mudhori’ dan hanya satu kata kerja lampau fiil madhi.  Hal ini mengisyaratkan bahwa bahwa produk keilmuan sebagai sejarah masa lalu memang penting, tetapi yang lebih penting adalah sekarang dan masa depan dengan berfikir dan terus berfikir.

Isyarat al-Qur’an bahwa ulama adalah sosok yang  mampu menyatukan kekuatan fikr dan dzikr, yang disebut dengan ulul albab. Secara lughawi kata Albab  adalah bentuk jamak dari lubb yang berarti “saripati sesuatu”. Menurut Buya Syafii ulul albab adalah sosok manusia yang otak dan jantung hidup secara dinamis-kreatif dalam memahami dan merasakan kehadiran Yang Maha Segalanya. Baik  dalam pengembangan dan pengembaraan intelektual dan spiritualitasnya.

Dengan demikian Ulul Albab adalah orang orang yang memiliki akal yang murni, yang tidak diselimuti oleh kulit, yakni kabut (kemaksiatan) yang dapat melahirkan kerancuan dalam berpikir. Ada dua hal paling mendasar yang dapat dikategorikan sebaga Ulul Albab, yaitu zikir dan fikir. Zikir itu mencakup pikir atau pikir itu terkandung dalam pengertian zikir. Sebab dalam zikir terkandung unsur pikir. Sebaliknya juga, di dalam pikir terkandung pula zikir. Jadi, ulama dalah yang memahami fenomena alam, sekaligus fenomena social, disertai dengan ketaatan ibadah kepada Allah. 

أَقُولُ قَوْ لِي هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ اِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيْمُ.

Khutbah Kedua

 

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ، اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ الطَّيِّبِينَ الطَّاهِرِينَ وَعَلَى أَصْحَابِهِ أَجْمَعِينَ، وَعَلَى التَّابِعِينَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ.

. إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَقَرَابَتِهِ وَأَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّاتِهِ أَجْمَعِيْنَ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَيَا قَاضِيَ الْحَاجَاتِ.

عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ 


Penulis adalah Anggota Majelis Pendidikan Kader PP Muhammadiyah

Exit mobile version