SLEMAN, Suara Muhammadiyah-Menjadi instruktur perkaderan berarti siap menjadi pendamping dan teladan bagi para kader. Di era berlimpahruahnya informasi, para kader tidak terlalu membutuhkan timbunan pengetahuan, mereka hanya membutuhkan asupan pola dan motivasi untuk bergerak. Dalam situasi dunia yang terus berubah, dibutuhkan pola perkaderan yang dinamis.
Hal itu diungkapkan Ketua DPD IMM DIY Bidang Pengembangan Keilmuan Muhammad Ridha Basri dalam pembukaan Latihan Instruktur Dasar yang diselenggarakan PC IMM Sleman. Kegiatan bertema “Rekonstruksi Paradigma Instruktur Menuju Perkaderan PC IMM Sleman yang Berdaulat” itu bertempat di Maskan Djazman Al Kindi Kaliurang, 6-8 September 2019.
Tema ‘rekonstruksi paradigma instruktur’ dipandang tepat untuk memahamkan calon instruktur tentang posisi dan peran strategis mereka. Ridha melihat ada kecenderungan melemahnya semangat mahasiswa untuk berorganisasi. “Bisa jadi hal itu disebabkan oleh pola organisasi yang masih terkesan monoton dan kaku. Padahal seharusnya, berorganisasi merupakan wadah untuk mengekspresikan diri, mengasah daya kreatif dan daya cipta.”
Daya atau kehendak bebas para kader harus diwadahi, namun harus dibingkai norma dan nilai. Nilai lebih yang bisa didapat para kader melalui IMM harusnya adalah pembentukan akhlak. “Rentetan masalah yang dialami bangsa Indonesia hari ini berpangkal pada peluruhan akhlak,” urainya. Terlebih di era media baru, berdampak pada lahirnya pandangan bahwa semua setara. Apapun posisi bisa saling berbalas komentar dan mencaci maki di media sosial.
Ridha Basri melihat bahwa perkaderan harus menyentuh aspek akhlak. Para kader IMM yang berjiwa muda harus diberi ruang yang bebas untuk mengekspresikan diri. Namun mereka harus memiliki kontrol diri berupa akhlak. Para instruktur diharap bisa membumi dan menggerakkan, layaknya pamong jamaah dalam konsep Gerakan Jamaah Dakwah Jamaah.
Sementara itu, Ketua PC IMM Sleman Laili Isna Fatkhurrahmah, berharap para instruktur perkaderan IMM mampu menjadi ujung tombak dalam pembinaan mahasiswa untuk melahirkan mahasiswa Muhammadiyah yang berilmu, berkarya, berdaya guna untuk agama dan bangsa. Isna juga menyebut bahwa keberadaan IMM di PTAIN, semisal UIN Sunan Kalijaga yang menjadi basis IMM Sleman, memiliki tantangan tersendiri. Dibutuhkan komitmen dan kreativitas tinggi. (mrb)