JAKARTA, Suara Muhammadiyah-Pengajian Bulanan Pimpinan Pusat Muhammadiyah bertajuk “Kalender Islam Global dan Pencerahan Peradaban” digelar pada Jumat, 6 September 2019, di Pusat Dakwah Muhammadiyah Jakarta. Dalam pengantarnya, Ketua PP Muhammadiyah Dadang Kahmad menyebut bahwa umat Islam belum memiliki kalender yang berlaku secara global meskipun peradaban Islam telah berusia 1500 tahun.
“Aneh, umat yang besar ini tidak punya satu kalender yang dipakai seluruh umatnya. Padahal Cina, Buddha, Jawa, dan elemen lain punya kesepakatan satu kalender perhitungannya masing-masing,” ungkap Dadang. Akibat tidak memiliki kalender, hari-hari besar agama yang melambangkan persatuan justru sering jatuh pada hari berbeda. Terutama hari idul fitri dan idul adha.
Semua kelompok mengajukan ijtihad. “Berbagai pemikiran dan interpretasi muncul berdasar persepsi masing-masing.” Padahal, kata Dadang, ada wilayah yang sebenarnya bisa diselesaikan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan kecanggihan teknologi. “Kita menyelesaikan masalah dengan ilmu pengetahuan.” Meskipun begitu, Muhammadiyah tidak akan menyalah-nyalahkan mereka yang kukuh dengan metodenya. Dadang menyebut bahwa ciri orang Muhammadiyah adalah mengedepankan ilmu, akhlak, dan spiritualitas.
Sejak Muktamar ke-47 di Makassar tahun 2015, Muhammadiyah telah memberikan perhatian pada upaya unifikasi kalender Islam secara global. Keputusan Muktamar menyatakan, “Perbedaan negara dan golongan seringkali menyebabkan perbedaan dalam penentuan kalender, terutama dalam penentuan awal Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha. Berdasarkan kenyataan itulah, maka Muhammadiyah memandang perlu untuk adanya upaya penyatuan kalender Islam hijriah yang berlaku secara internasional, sehingga dapat memberikan kepastian dan dapat dijadikan sebagai kalender transaksi. Penyatuan kalender Islam tersebut meniscayakan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi.”
Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Syamsul Anwar menyatakan bahwa keberadaan kalender hijriyah global sesuai dengan prinsip maqashid syariah. Kalender Islam global didasarkan oleh nash Qs Saba: 28, al-Anbiya’: 107 dan 92, al-Furqan: 1, Sad: 86-87, al-Mukminun: 52. Ada juga hadis riwayat Tirmizi, Baihaqi, Ad Darqutni, dan Abu Daud dari Abu Hurairah, “Puasa itu pada hari seluruh kamu berpuasa. Idul Fitri itu pada hari kamu beridul fitri dan idul adha itu pada hari kamu beridul adha.” Hadis ini mengarah kepada kalender global tunggal sebagai maqasid syariah.
Ada ibadah yang terkait dengan waktu di tempat lain, semisal wukuf dan puasa Arafah, maka waktu di seluruh tempat di muka bumi harus sama. “Untuk dapat mengatasi (problem) ini, maka satu-satunya cara adalah dengan menginstrodusir kalender hijriah global dengan prinsip satu hari satu tanggal di seluruh dunia. Artinya, apabila di Indonesia tanggal 1, maka di seluruh dunia dunia juga tanggal 1 bulan kamariah. Inilah yang disebut kalender hijriah global tunggal,” ujar Syamsul. Kalender lunar ini didasarkan pada gerak keliling bulan mengitari matahari. Lama waktu bulan mengelilingi matahari dari ijtimak ke ijtimak berikutnya (satu bulan) secara rerata adalah 29 hari 12 jam 44 menit 2,8 detik.
Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah mengusulkan lima prinsip kalender hijriah global tunggal, yaitu, pertama, penerimaan hisab. Menurut Syamsul, peralihan dari rukyat ke hisab dapat dijelaskan dengan teori perubahan hukum dalam ushul fikih. Kedua, transfer imkanu rukyat ke seluruh dunia. Ketiga, kesatuan matlak. Seluruh muka bumi dipandang sebagai satu matlak sebagai konsekuensi dari transfer imkanu rukyat. Keempat, keselarasan hari dan tanggal di seluruh dunia. Berlaku satu hari dalam satu minggu yang ditandai dengan satu tanggal yang sama. Kelima, penerimaan garis tunggal internasional. Kalender Hijriah Global Tunggal berdasarkan kepada penerimaan Garis Tanggal Internasional (GTI) yang berlaku sekarang. “Masyarakat dunia telah menyepakati peletakan garis batas tanggal tersebut pada 180 derajat Bujur Timur.”
Ketua The Islamic Science dan Riset Network yang juga anggota Majelis Tarjih dan Tajdid, Tono Saksono menyatakan bahwa tantangan terbesar mewujudkan kalender hijriyah global tunggal adalah lemahnya kesadaran umat Islam itu sendiri. Padahal, ketiadaan kalender hijriyah global berdampak luas bagi umat Islam. Kalender Hijriyah terdiri atas 354 hari atau 11 hari lebih pendek dari tahun Masehi. Penanggalan ini misalnya berdampak dalam hal pelaksanaan ibadah zakat. Jika menggunakan kalender masehi selama 1.200 tahun, maka ada zakat wajib yang tidak dibayar selama 40 tahun atau sekitar 10 triliun dolar AS. (ribas)
Baca juga:
Kalender Hijriah Global sebagai Utang Peradaban Islam yang Tak Bisa Ditunda