IMM Kritisi Manajemen BPJS Kesehatan

IMM Kritisi Manajemen BPJS Kesehatan

Pelantikan DPP IMM 2018-2020 (Dok ppmuh)

JAKARTA, Suara Muhammadiyah-Kondisi BPJS Kesehatan terus-menerus mendapatkan sorotan dari publik. Dalam perjalanannya sejak tahun 2015 hingga saat ini, BUMN ini terus menerus mencatatkan defisit anggaran yang kian meningkat setiap tahunnya. Tercatat di tahun 2015, BPJS mengalami kerugian 3.8 Trilyun Rupiah, sampai dengan di akhir 2019 ini jumlahnya semakin meningkat. Sesuai dengan taksiran dari Kementrian Keuangan, sampai dengan akhir 2019 ini BPJS ditaksir akan mengalami kekurangan anggaran hingga 28 Trilyun Rupiah, bahkan bisa lebih dari itu. Hingga pada awal September 2019 muncul wacana untuk meningkatkan iuran BPJS Kesehatan Mandiri maupun Penerima Bantuan Iuran (PBI) hingga 100%.

Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (DPP IMM) memandang polemik BPJS Kesehatan yang terjadi saat ini berasal dari pengelolaan kelembagaan yang buruk. DPP IMM melihat ada upaya setengah hati dari para direksi BPJS dalam memberikan mengelola BUMN, serta dalam upaya menghadirkan layanan kesehatan terbaik untuk masyarakat Indonesia. Padahal telah jelas, fungsi dari BPJS Kesehatan yaitu memberikan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia dengan prinsip penyelenggaraan menganut asas kegotongroyongan, nirlaba, keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, pertabilitas, kepesertaan wajib, dana amanat dan diperuntukkan sebesar-besarnya untuk kepentigan peserta Program BPJS Kesehatan.

Ketua Umum DPP IMM, Najih Prastiyo dalam keterangannya mengatakan bahwa pengelolaan BPJS ini seharusnya dimaksudkan agar setiap orang mendapatkan jaminan kesehatan sehingga dapat memenuhi kebutuhan kesehatannya. Sehingga tidak boleh dikelola sembarangan dan terkesan main-main. “BPJS Kesehatan seharusnya mempermudah masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang sama dan setara, jangan malah mempersulit masyarakat lah, apalagi persoalannya itu karena salah kelola sehingga Lembaga sehingga kepentingan rakyat Indonesia yang dikorbankan”, ungkap Najih.

Menanggapi rencana kenaikan iuran kepesertaan BPJS untuk peserta mandiri dan PBI, Najih mengatakan DPP IMM dengan tegas menolak rencana tersebut. Menurutnya, rencana kenaikan iuran itu sebagai upaya cuci tangan dari manajemen pengelola BPJS Kesehatan dan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) terhadap bobroknya pengelolaan manajemen BPJS Kesehatan sehingga terjadi defisit anggaran.

“Manajemen BPJS Kesehatan dan DJSN jangan cuci tangan dong (dengan menaikkan iuran), ini masalah yang terjadi setiap tahun dan terus berulang. Masa menutup mata dengan kondisi yang terang seperti ini? Bila tidak mampu mengatasi persoalan ini ya ‘diganti’ saja posisinya dengan yang lebih kompeten dan komitmen. Presiden harus mempertimbangkan usulan penyegaran Direksi BPJS Kesehatan ini”, lanjut pria kelahiran Lamongan ini.

“Kami mendesak kepada pemerintah untuk lebih serius dalam memandang persoalan BPJS Kesehatan. Ini bukan saja masalah pengelolaan Lembaga (BPJS Kesehatan .red), namun juga terhadap hal-hal yang mengikutinya. Kualitas kesehatan masyarakat perlu untuk terus di control dengan ketat, terkait mutu dan juga biaya pelayanan kesehatan. Jangan sampai ada oknum-oknum tertentu yang belaku curang dan mengambil keuntungan dari adanya BPJS Kesehatan ini sehingga merugikan rakyat Indonesia”.

Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah akan tetap konsisten dalam memberikan masukan positif kepada pemerintah, termasuk dalam hal persoalan BPJS Kesehatan, dan tetap berpihak kepada kepentingan rakyat, bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. IMM se-Indonesia siap untuk menggelorakan aksi jalanan yang lebih besar guna mengawal perbaikan kualitas layanan BPJS Kesehatan ini agar lebih berkeadilan. (humasimm)

Exit mobile version