Tidak Asal Wakaf

Tidak Asal Wakaf

Potensi aset wakaf, menurut Badan Wakaf Indonesia, bernilai Rp 2.000 triliun (hasil kapitalisasi 420.000 hektar tanah). Pada April 2002, Majelis Ulama Indonesia menfatwakan kebolehan wakaf uang dan wakaf dengan uang. Potensi wakaf uang mencapai angka 160 triliun per tahun. Jika diasumsikan 100 juta penduduk Indonesia (204 juta Muslim dari 263 juta penduduk) mewakafkan uang Rp 100 ribu per bulan, maka potensi dana wakaf mencapai Rp 120 triliun per tahun. Terkumpul dalam satu bulan Rp 10 triliun. Bila tercapai 50 persen saja, terhimpun Rp 60 triliun dalam setahun. Ibadah sosial ini menyimpan potensi besar.

Deputi Gubernur BI Erwin Rijanto dalam forum ISEF 2018 di Surabaya mengakui bahwa Indonesia memiliki potensi realisasi wakaf yang besar. Guna mengoptimalkan potensi itu, diperlukan pembenahan berkelanjutan. Sesuai kemajuan inovasi dan perkembangan zaman, instrumen keuangan sosial Islam seperti wakaf harus lebih diperkuat, sehingga semakin berperan nyata untuk mendukung berbagai aktivitas produktif dan redistribusi kesejahteraan kepada masyarakat mustadl’afin.

Dalam jangka panjang, wakaf yang dikelola secara modern dan profesional, diharapkan dapat mendukung pencapaian pertumbuhan Sustainable Development Goals (SDGs), mengurangi angka kemiskinan, mengatasi masalah kelaparan, meningkatkan kualitas kesehatan dan pendidikan, serta memperkecil kesenjangan sosial. Wakaf menyimpan potensi besar bagi kemandirian umat, pengembangan ekonomi, dan peningkatan kesejahteraan umum. Nilai manfaat dari wakaf tergantung pada sistem pengelolaannya.

Selain harus segera merespons ragam permasalahan kontemporer, masalah klasik dan konvensional terkait wakaf juga masih sering menjadi momok. Salah satunya terkait dengan legalitas aset wakaf. Direktorat Pemberdayaan Wakaf Kementerian Agama RI pada Maret 2016, mencatat total jumlah tanah wakaf di Indonesia tersebar di 435.768 lokasi dengan luas 4.359.443.170 meter persegi. Dari jumlah itu, baru 287.160 lokasi yang sudah bersertifikat wakaf dan 148.447 sisanya belum mengurus administrasi.

Masyarakat banyak menitipkan wakaf pada Muhammadiyah untuk dimanfaatkan dan dilipatgandakan nilai gunanya bagi kepentingan publik. Kebesaran Muhammadiyah salah satunya ditopang oleh wakaf. Setelah melewati usia seabad, Muhammadiyah perlu berbenah dalam pengelolaan seluruh asetnya. Muhammadiyah di bawah koordinasi Majelis Wakaf dan Kehartabendaan perlu lebih intens mensosialisasi regulasi wakaf, melakukan terobosan sistem manajemen modern dengan platform digital, mengoptimalkan peran dan sinergi nazir, serta membenahi sengkarut administrasi hingga pengawasan wakaf.

Menurut Kompilasi Hukum Islam (2004), wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadah atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam. Dalam UU No. 41 Tahun 2004, wakaf adalah perbuatan hukum wakif (pihak yang mewakafkan harta benda miliknya) untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah. (ridha)

Banyak yang menitipkan wakaf pada Muhammadiyah. Nilai guna wakaf tergantung pada sistem pengelolaannya. Nazir harus melipatgandakan nilai wakaf untuk kepentingan publik.

Selengkapnya baca ulasan tentang wakaf di Majalah SM edisi nomor 17 tahun 2019

 

Exit mobile version