YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah-Revisi Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK akhirnya akan segera dibahas oleh pemerintah dan DPR usai Presiden Joko Widodo menerbitkan surat presiden (surpres) pada Rabu, 11 September 2019.
Tepat di hari wafatnya Presiden ke-3 RI Bacharuddin Jusuf Habibie, Presiden Joko Widodo resmi meneken Surat Presiden (Supres) nomor R-42/Pres/09/2019 yang menyetujui revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal ini berarti Pemerintah dan DPR sepakat melakukan pembahasan revisi yang akan melemahkan kerja pemberantasan korupsi di negeri ini.
Pada Kamis, 12 September 2019, Angkatan Muda Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta (AMM DIY) yang terdiri dari Pemuda Muhammadiyah (PM), Nasyiatul ‘Aisyiyah (NA), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), dan Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) menolak revisi UU KPK karena perumusannya terlalu dipaksakan serta dilakukan tidak dengan transparan.
Pernyataan penolakan Revisi UU KPK itu disampaikan oleh Muhammad Hasnan Nahar (Ketua Umum Dewan Pimpinan Daerah IMM DIY), Ahmad Hawari Jundullah (Ketua Umum Pimpinan Wilayah IPM DIY), Anton Nugroho (Ketua Umum Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah DIY), dan Nunung Damayanti (Ketua Umum Pimpinan Wilayah Nasyiatul ‘Aisyiyah DIY).
AMM DIY menyatakan bahwa KPK menilai ada sembilan persoalan dalam draf RUU KPK yang akan berdampak pada pelumpuhan kerja KPK. “Sembilan hal tersebut adalah: independensi KPK yang terancam, penyadapan dipersulit dan dibatasi, pembentukan dewan pengawas yang dipilih DPR, pembatasan sumber penyidik dan penyelidik, koordinasi dengan Kejaksaan Agung dalam penuntutan perkara korupsi, perkara yang mendapat perhatian masyarakat tidak lagi menjadi kriteria, kewenangan pengambilalihan perkara di tahap penuntutan dipangkas, kewenangan strategis dihilangkan, dan kewenangan untuk mengelola pelaporan dan pemerikasaan LHKPN dipangkas.”
Supres yang berisi mandat Presiden kepada Menkumham dan Menpan RB untuk mewakili pemerintah dalam pembahasan revisi merupakan bentuk pengkhianatan kepada rakyat. Dalam dua periode, dua kali presiden berjanji memperkuat KPK. Dikutip dari Koran Tempo, janji tersebut salah satunya diucapkan pada tahun 2014 tentang penguatan anggaran KPK.
“Berdasarkan semua keterangan di atas, AMM DIY menolak pelantikan anggota DPR RI yang mendukung revisi UU KPK karena telah mengkhianati rakyat yang diwakilinya. Pada saat bersamaan, kami menuntut Presiden Joko Widodo mengutamakan kepentingan rakyat daripada melayani kepentingan segelintir kelompok saja, dengan cara tidak tebang pilih mengambil kebijakan dalam hal pemberantasan korupsi.”
Hari ini, bangsa dan rakyat Indonesia dirundung duka ganda. Duka pertama, Presiden BJ Habibie, peletak dasar demokrasi di era transisi, meninggalkan bangsa dan rakyat selama-lamanya. “Duka kedua, yang ironis, penerus BJ Habibie yakni Presiden Joko Widodo sepakat melakukan pembahasan revisi UU KPK bersama DPR, yang akan membawa kerja pemberantasan korupsi ke tiang gantungan!” tegas AMM DIY.
Berikut pernyataan sikap Angkatan Muda Muhamammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta (IMM, IPM, PM, NA):
- AMM DIY menolak segala bentuk upaya pelemahan KPK dalam kegiatan pemberantasan korupsi di Indonesia.
- AMM DIY menganggap perumusan revisi UU KPK terlalu dipaksakan dan dilakukan tanpa transparansi dan keterlibatan masyarakat umum.
- AMM DIY menolak pelantikan terhadap anggota DPR RI yang mendukung revisi UU KPK, sebab telah mengkhianati masyarakat yg diwakilinya.
- AMM DIY menuntut Presiden Jokowi untuk bersikap sebagaimana harusnya Presiden, yakni mengutamakan kepentingan rakyat daripada segelintir kelompok saja, dengan cara tidak tebang pilih mengambil kebijakan dalam hal pemberantasan korupsi. (ribas)
Baca juga:
Presiden Harus Mengambil Inisiatif Mengakhiri Polemik Revisi UU KPK