BRUSSELS, Suara Muhammadiyah-Komisi Eropa melalui European External Action Service (EEAS) meluncurkan program “Religion in Society Global Exchange”, di Brussels Belgia, 6 September 2019. Konferensi ini dihadiri perwakilan Uni Eropa, Perserikatan Bangsa-Bangsa, para duta besar, serta aktivis organisasi non-pemerintah, yang mewakili hampir semua agama dan negara.
Program pertukaran global bagi para aktivis sosial-keagamaan yang telah berkontribusi mewujudkan harmoni dalam keragaman ini dimaksudkan untuk saling bertukar pengalaman positif dan menjalin persaudaraan global. Selain itu juga bertujuan meningkatkan kapasitas para aktivis yang terlibat.
Dalam pidatonya, Wakil Presiden Komisi Eropa dan Perwakilan Tinggi Uni Eropa untuk Hubungan Internasional, Federica Mogherini mengakui bahwa inisiatif ini terinspirasi dari Indonesia. Hal senada disampaikan pada diskusi terbatas tentang agama dalam masyarakat, di Kantor EEAS Brussels, 25 Juni 2019.
“Secara pribadi, saya mendapat ide ini sekitar tiga tahun lalu ketika berkunjung ke Indonesia,” tuturnya. Tahun 2016, Mogherini hadir di Jakarta dan bertatap muka dengan berbagai komunitas keagamaan. Ia melihat langsung upaya mereka dalam mewujudkan kehidupan masyarakat yang inklusif dan produktif antaragama dan antarsuku.
Pengalaman toleransi beragama di Indonesia yang sangat multikultur itu dinilai bisa menjadi pelajaran bagi dunia. “Kami memiliki tanggung jawab untuk menanam dan mempertahankan pengalaman positif ini serta membantu menumbuhkan benih-benih ini menjadi lebih besar dan memungkinkan orang lain mendapat akses pada pelajaran dan pengalaman Indonesia,” ulas Mogherini.
Perwakilan Indonesia dalam forum ini adalah Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti dan Sekretaris Ketua Centre for Dialogue and Cooperation among Civilization Puti Hasanatu Syadiah yang juga mahasiswa Universitas Muhammadiyah Jakarta.
Di mata internasional, kata Mu’ti, Indonesia memiliki nama dan reputasi yang sangat baik dan menjadi model koeksistensi umat beragama hidup dalam suasana damai. Hal ini menjadi modal penting Indonesia untuk berperan di ranah global sebagai juru damai.
“Sayangnya, penilaian positif dari Uni Eropa belum cukup mendapatkan penguatan dari pemerintah. Pengalaman Indonesia dalam membangun kerukunan umat beragama dan demokrasi bisa menjasi modal dan lini depan peran Indonesia di forum internasional,” ujar Mu’ti.
Menurut Puti, Mogherini sangat serius dalam usaha mewujudkan dunia yang harmonis. Ia percaya bahwa agama dapat menjadi solusi bagi persoalan yang dihadapi dunia. Keseriusan itu ditunjukkan dalam serangkaian program ini, mulai dari penelitian di berbagai negara termasuk Indonesia, mengadakan Proyek Percontohan “Exchange on Religion in Society” di London dan Beirut pada Desember 2018 dan Januari 2019 yang diorganisir Lokahi Foundation London, hingga diskusi terbatas EEAS bersama peserta proyek percontohan tersebut pada Juni 2019. Ia mengapresiasi Komisi Eropa yang memberi ruang bagi peran agama dalam kehidupan sosial dan diplomasi. (ribas/pt)