Judul : Kuliah Kemuhammadiyahan
Penulis : Haedar Nashir
Penerbit : Suara Muhammadiyah
Cetakan : 1, Juli 2018
Tebal & ukuran: xiv + 266 hlm & 15 x 23 cm
Pertanyaan dengan gaya majas retoris itu diungkap Presiden Soeharto yang pernah mengenyam pendidikan di SMP Muhammadiyah. Semua mengenal Muhammadiyah, jika yang dimaksud adalah amal usahanya yang tersebar di seluruh pelosok negeri. Bergerak melalui lembaga pendidikan, kesehatan, pelayanan sosial, ekonomi, pemberdayaan masyarakat, dan gerakan dakwah berkemajuan lainnya yang mengakar.
Dalam perkembangan terkini, Persyarikatan Muhammadiyah yang bermula dari kampung Kauman Yogyakarta telah meluas ke seluruh dunia. Memiliki 22 pimpinan cabang istimewa, beberapa sister organization, Markaz Dakwah dan TK ABA di Kairo Mesir, serta rencana pendirian boarding school di Melbourne Australia dan Universitas Muhammadiyah di Malaysia.
Hal yang membuat Muhammadiyah sanggup bertahan hingga lebih seabad adalah karena unsur ideologi yang dimilikinya. Manhaj Muhammadiyah menjadi jiwa yang menjaga kelangsungan organisasi tetap di jalur yang tepat. Kehadiran Muhammadiyah dicitakan menjadi gerakan wasathiyah dalam berbagai aspek kehidupan. Moderat dalam beragama, berbangsa dan bernegara.
Buku Kuliah Kemuhammadiyah ini berusaha mengupas tentang rangkaian sejarah hingga identitas Muhammadiyah sebagai gerakan Islam. Gerakan dakwah amar makruf nahi mungkar. Dengan perspektif yang luas, buku ini mencoba memberi pemahaman tentang Muhammadiyah yang tidak hanya sebagai gerakan purifikasi, sebagaimana identifikasi yang lumrah dilekatkan. Melampaui itu, Muhammadiyah juga sebagai gerakan pembaharuan. Cita-cita gerakan tajdid Muhammadiyah tidak sekadar purifikasi, tetapi juga dinamisasi dan modernisasi seluruh bidang kehidupan, selain dalam urusan ibadah mahdhah dan akidah (hlm 135).
Muhammadiyah menjadikan Islam sebagai asas gerakan. Islam sebagai landasan nilai dan pedoman dalam bidang akidah, ibadah, akhlak, dan muamalah dunyawiyah guna mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Muhammadiyah berjuang untuk mewujudkan masyarakat Islam yang berkemajuan. Dalam radius yang lebih luas, menjadi masyarakat bangsa yang disebut dalam al-Qur’an sebagai baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur. Masyarakat ideal yang berkepribadian utama di bawah naungan nilai-nilai ilahi (hlm 3).
Kelahiran Muhammadiyah, selain didorong oleh faktor ketercerahan Kiai Ahmad Dahlan yang mendorong spirit, gagasan, dan tindakan, pada saat yang sama juga tidak lepas dari kenyataan sosial masyarakat Islam Nusantara yang statis dan tertinggal ketika itu. Kiai Dahlan dengan tanpa prakondisi sebelumnya mampu melihat permasalahan umat Islam yang terpojok di limbo sejarah, tercekat di ketiak konservatisme, serta saling bercerai-berai akibat fanatik buta. Sementara itu, kegiatan zending sedang gencar dilakukan (hlm 25).
Buku ini memiliki rangkaian bahasan yang komprehensif. Urgensi kelahiran Muhammadiyah bisa ditemukan di bagian awal buku ini, yang disajikan dari beragam perspektif sosio-historis. Pada bagian selanjutnya akan diberikan pemahaman tentang peran Muhammadiyah awal serta mata rantai keberlanjutan gerakan pencerahan hingga hari ini. Buku ini bisa menjadi referensi utama untuk mengenal Muhammadiyah. (ribas)