Fatwa tentang Imam Shalat Berkata “Anak-Anak Jangan Ribut” setelah Taswiyah Ash-Shufuf
Pertanyaan:
Assalamu ‘alaikum wr wb
Pada shalat Jum’at di masjid kompleks tempat tinggal saya, setelah iqamah imam meminta kepada makmum untuk meluruskan shaf (berbahasa Arab) kemudian juga menyuruh makmum anak-anak untuk tidak ribut (berbahasa Indonesia). Yang ingin saya tanyakan, apakah hukumnya seorang imam shalat Jum’at berkata “anak-anak jangan ribut” sebelum takbir shalat tersebut.
Wassalamu alaikum wr wb
Zulkhaidir Syah, Muara 2 OKU Selatan
(disidangkan pada Jum’at, 13 Muharram 1438 H / 14 Oktober 2016)
Jawaban:
Terima kasih atas pertanyaan saudara semoga dapat memberikan kejelasan. Perlu diketahui terlebih dahulu bahwa pertanyaan yang sama sudah pernah dimuat pada buku Tanya Jawab Agama terbitan Suara Muhammadiyah Jilid 4 hal 115, tentang Masalah Shalat Jum’at.
Rasulullah pernah bersabda yang berkenaan dengan taswiyah ash-shufuf (meluruskan shaf) seperti yang saudara tanyakan, di antaranya adalah sebagaimana termuat dalam hadis-hadis berikut,
Hadits riwayat dari Anas bin Malik:
Luruskanlah shaf kalian, karena lurusnya shaf adalah bagian dari tegaknya shalat. [HR. Al-Bukhari no. 681].
Hadits riwayat dari Anas bin Malik:
Luruskanlah shaf dan rapatkanlah… [HR. Al-Bukhari no. 678].
Hadits riwayat dari Abu Umamah:
Luruskan shaf-shaf kalian, ratakan pundak-pundak kalian, bersikaplah lembut pada tangan-tangan saudara kalian dan tutuplah celah karena sesungguhnya setan menyela di antara kalian seperti anak-anak domba kecil [HR. Ahmad no. 21233]
Hadits riwayat dari Nu’man bin Basyir, Rasulullah saw bersabda:
Luruskanlah shaf kalian, atau Allah akan memalingkan wajah-wajah kalian [HR. Al-Bukhari no. 676].
Berdasarkan hadits-hadits di atas dapat diketahui bahwa sebelum shalat berjamaah dimulai, maka imam dianjurkan terlebih dahulu mengingatkan jamaahnya (makmumnya) agar meluruskan shaf. Hal ini karena lurusnya shaf dalam shalat berjamaah itu sangat penting, sebagaimana disebutkan dalam hadits-hadits di atas. Seperti inilah tuntunan Rasulullah saw yang berkaitan dengan pengaturan shaf dalam shalat berjamaah, termasuk pula pada shalat jamaah Jum’at.
Imam Asy-Syaukani dalam kitab Nailul Authar bab Al-Hitsu ‘ala Taswiyati as-Shufufi wa Rassiha wa Saddi Khilaliha (Daaru Al-Hadits / 2005 M) III: halaman 196 bahwa imam boleh berbicara di antara iqamah dan masuknya shalat (takbiratul ihram). Tentunya berbicara yang dimaksud di sini bertujuan untuk ketertiban dalam shalat. Sama halnya ucapan imam yang mengatakan “anak-anak jangan ribut” merupakan ucapan yang dibolehkan karena bertujuan untuk ketertiban dan kekhusyukan dalam shalat.
Oleh karenanya yang dilakukan imam yaitu berkata “anak –anak jangan ribut” adalah salah satu cara agar makmum dapat melaksanakan shalat berjamaah dengan khusyuk. Sama halnya ketika imam memerintahkan makmumnya untuk menonaktifkan telepon selular atau mengubahnya ke mode silent (diam) agar tidak mengganggu kekhusyukan shalat.
Dalam hal ini Imam menggunakan bahasa yang dapat dipahami oleh makmumnya, apakah itu bahasa Indonesia atau bahasa lainnya. Sepanjang itu untuk menertibkan shalat agar makmum satu sama lainnya tidak terganggu pada saat shalat sudah dimulai, sebagaimana yang dicontohkan Nabi saw di dalam riwayat Muslim dari sahabat Abu Mas’ud:
“Dahulu Rasulullah saw mengusap pundak kami dalam shalat..“ [HR. Muslim no. 432]
Hadits di atas menunjukkan bahwa imam dianjurkan untuk mengatur shaf makmumnya dengan cara apapun, bukan hanya dengan cara mengusap pundak, akan tetapi boleh juga dengan melafalkan taswiyah dan ucapan atau pergerakan yang dipahami makmum. Adapun Rasulullah saw mengusap pundak makmumnya agar shaf rapi dan lurus. Begitu pula imam yang mengatakan “anak-anak jangan ribut” adalah cara agar makmum (anak kecil yang belum paham lafadz taswiyah dengan bahasa arab) dapat tertib dalam shalat.
Dengan demikian perkataan imam “anak-anak jangan ribut” setelah taswiyah ash-shufuf sebelum takbiratul ihram tidak menjadikan shalat rusak atau tidak sah. Shalat yang dilakukan tetap sah, karena imam mengucapkan kata-kata tersebut di luar dari rangkaian shalat.
Wallahu a’lam bish-shawab.
—
Rubrik Tanya Jawab Agama Diasuh Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Tulisan ini pernah dimuat di Majalah SM Edisi 7 Tahun 2018