Judul Buku : Kokam, Kesatuan Muhammadiyah di Zaman Bergerak
Penulis : Iwan Setiawan
Tebal Buku : xxxi, 147 halaman
Cetakan : I, September 2018
Penerbit : Suara Muhammadiyah
Gerakan 30 September 1965 adalah peristiwa besar setelah fase Proklamasi Kemerdekaan 1945. Gerakan yang ditandai dengan diturunkannya Presiden Sukarno dan pembubaran PKI yang menjadi fase bagi perubahan di Indonesia. Dalam momentum inilah Kokam lahir dari rahim Muhammadiyah. Kokam lahir dari pemikiran anak-anak muda Muhammadiyah dan didukung oleh pimpinan Muhammadiyah. Kelahiran Kokam berasal dari pemikiran akan pentingnya kesatuan Muhammadiyah yang mampu menjaga Muhammadiyah dan bangsa.
1 Oktober 1965, kursus kader Takari berlangsung di Universitas Muhammadiyah Jakarta. Peserta banyak yang belum mengetahui kondisi sesungguhnya, melainkan hanya mendengar kabar dari RRI Jakarta. Pada malam itu peserta Kursus Kader Takari banyak yang bertanya-tanya tentang kondisi Sukarno dan jalannya pemerintahan. Malam itu pematerinya adalah Brigadir Jenderal Sutjipto, tetapi tidak hadir. Ketidakhadiran Brigadir Jenderal Sutjipto dapat dipahami karena hari itu seluruh perwira AD dalam kondisi siaga, sehingga kursus malam itu diskors sambil menunggu kabar dari pemerintah.
Saat skors kursus inilah, Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jakarta dan Angkatan Muda Muhammadiyah yang menjadi panitia kursus mengadakan rapat darurat. Rapat ini dilaksanakan di ruang Rektor Universitas Muhammadiyah dalam kondisi mati lampu karena malam itu aliran listrik diputus. Rapat darurat ini hanya diterangi dengan lilin. Hadir dalam rapat darurat itu, yaitu Prodjokusumo, Lukman Harun, Sutrisno Muhdam, Soejitno, Haiban HS, Sumarsono, Imam San’ani, Jalal Sayuti, dan Muhammad Suwardi.
Dalam rapat darurat itu Lukman Harun menyampaikan informasi berkaitan dengan kondisi yang terjadi saat ini. Salah satunya apa yang menamakan dirinya Gerakan 30 September telah membentuk Dewan Revolusi Indonesia dan mendemisionerkan Kabinet Dwikora. Kesimpulan dari rapat darurat ini sudah cukup menjadi dasar untuk membuat keputusan berkaitan dengan langkah menghadapi kondisi kedepan. Atas usul Pak Prodjo, PWM Jakarta perlu membentuk kesatuan sipil yang memiliki kesiapan untuk menghadapi kondisi terburuk di republik ini. Kesatuan sipil ini dinamakan Komando Kewaspadaan dan Kesiapsiagaan Muhammadiyah. Usulan Pak Prodjo mendapat sambutan dari peserta rapat darurat. Selanjutnya rapat ini memutuskan untuk mengangkat Letnan Kolonel HS Prodjokusumo selaku Ketua PWM Jakarta sebagai Kemandan Kokam dan Universitas Muhammadiyah Jakarta di Jalan Limau sebagai markas besarnya.
Setelah rapat darurat selesai, peserta rapat menuju ke aula tempat kursus kader Takari berlangsung. Pak Prodjo mengumumkan Brigjen Soetijpto tidak bisa hadir karena negara dalam keadaan bahaya. Lalu, pak Prodjo mengumumkan telah dibentuknya Komando Kewaspadaan dan Kesiapsiagaan Muhammadiyah yang disingkat Kokam sebagai kesatuan yang bertugas menjaga Muhammadiyah dan bangsa. Pengumuman ini disambut dengan suara bulat oleh peserta kursus takari, dan dinamakan Kokam Jaya. Setelah itu Pak Prodjo selaku Komandan Kokam Jaya mengeluarkan instruksi kepada anggota Muhammadiyah di Jakarta.
Setelah instruksi dari Pak Prodjo selaku Komandan Kokam Jaya sekaligus Ketua PWM Jakarta segera berdiri Kokam Jaya di daerah dan cabang Muhammadiyah di seluruh Jakarta. Pemuda Muhammadiyahlah yang paling antusias untuk segera melaksanakan instruksi tersebut. Lalu, bagaimana perjalanan dan perkembangan Kokam sehingga menjadi seperti yang sekarang ini, buku ini menjadi bahan kajian untuk menjelaskannya. (Imron Nasri)