YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah-Wakil Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Drs Oman Fathurohman SW MAg resmi menyandang gelar Doktor dari UIN Sunan Kalijaga. Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga ini berhasil mempertahankan Disertasi berjudul “Ijtihad Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah Tahun 1939-2003 M/1358-1424 H tentang Penetapan Awal Bulan Kamariah” dalam Sidang Promosi Doktor di Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, pada Senin, 23 September 2019.
Prof Syamsul Anwar bersama Dr Hamim Ilyas bertindak sebagai promotor sekaligus penguji. Serangkaian prosesi sidang terbuka itu diketuai oleh Prof Norhaidi Hasan dan sekretaris Dr Nur Ichwan. Adapun penguji lainnya adalah Prof Susiknan Azhari, Prof Makhrus, Dr Fuad Zein, dan Dr Agung Danarto.
Dalam presentasinya, Oman menyatakan bahwa salah satu persoalan klasik yang selalu kontemporer di kalangan umat Islam yang ingin dipecahkan oleh Majelis Tarjih adalah tentang penetapan awal bulan kamariah. Fokus penelitian Disertasi ini adalah ijtihad Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah tentang penetapan awal bulan kamariah dengan pembatasan waktu antara 1939-2003 M/1358-1424 H.
Majelis Tarjih dan Tajdid telah merumuskan seperangkat metode atau manhaj yang dijadikan pedoman dalam berijtihad, yang bersumber pada al-Quran dan al-Sunnah al-maqbulah, yang pemahamannya dilakukan secara komprehensif integralistik melalui pendekatan bayani, burhani, dan irfani dalam suatu hubungan spiral. Masalah pokok dalam penelitian ini adalah apakah Majelis Tarjih dalam ijtihadnya tentang penetapan awal bulan kamariah menerapkan pendekatan bayani dan irfani. Apakah pendekatan tersebut dilaksanakan secara bersama dan saling mengisi.
“Hasil penelitian menunjukkan bahwa Majelis Tarjih Muhammadiyah dalam ijtihadnya berkaitan dengan penetapan awal bulan kamarian secara konsisten menggunakan manhaj yang dipedomani, yaitu berlandaskan al-Qur’an dan al-Sunnah al-maqbulah. Dalam memahami kedua sumber tersebut, terkait dengan penetapan awal bulan kamariah menggunakan pendekatan bayani dan burhani secara bersama-sama saling mengisi.”
Pada tema konsep awal bulan, lebih dominan pendekatan burhani, sedangkapn dalam tema metode cara penentuan awal bulan kamariah lebih didominasi pendekatan bayani. “Dalam masalah matlak, ijtihad Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah hanya menggunakan pendekatan bayani, tidak menggunakan pendekatan burhani dan irfani,” tutur Oman.
Prof Norhaidi menanyakan tentang alasan pergeseran dominasi pendekatan di tubuh Majelis Tarjih, yang mulanya didominasi oleh pendekatan bayani kemudian menguatnya pendekatan burhani. Oman menjelaskan bahwa pergeseran itu dipengaruhi oleh perkembangan dunia ilmu pengetahuan dan Muhammadiyah menjawab permasalahan umat dengan basis ilmu. Tidak dalam artian menyingkirkan teks, namun pemahamannya terhadap teks diperbaharui dengan pendekatan burhani.
Prof Syamsul Anwar mengapresiasi karya penelitian ini. Menurutnya, ilmu falak termasuk salah satu ilmu yang penting, namun tidak banyak ditekuni karena kerumitannya. Syamsul menyebut bahwa salah satu agenda penting ilmu ini adalah mewujudkan kalender Islam global tunggal, mengingat usia peradaban Islam yang sudah 15 abad. “Yang terlibat di bidang ilmu ini punya tanggung jawab besar dalam melakukan misi peradaban.” (ribas)