YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah-Ribuan mahasiswa dari berbagai universitas di Indonesia menggelar serangkaian aksi demonstrasi di berbagai kota pada 23-24 September 2019. Antara lain Yogyakarta, Jakarta, Malang, Bandung, Balikpapan, Samarinda, Semarang, Makassar, Palembang, Medan, Lhokseumawe, hingga Wamena. Di Jakarta, aliansi mahasiswa memadati Gedung DPR/MPR RI.
Aksi demonstrasi ini mengajukan tuntutan terhadap DPR dan Pemerintah untuk membatalkan RUU yang bermasalah. Beberapa RUU yang dinilai bermasalah adalah Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), RUU Pertanahan, RUU Minerba, RUU Pemasyarakatan, dan RUU Ketenagakerjaan. Mereka juga meminta segera disahkan RUU PKS dan pembatalan UU KPK. Kasus bencana asap juga menjadi poin tuntutan.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir mengapresiasi aksi mahasiswa Indonesia yang secara murni memperjuangkan aspirasi rakyat berkaitan dengan Undang-Undang KPK hasil revisi dan sejumlah Rancangan Undang-Undang yang kontroversial seperti RUU KUHP, Pertanahan, Minerba, dan lain-lain sebagai wujud panggilan nurani kecendekiaan selaku insan kampus.
Panggilan nurani kecendekiaan ini perlu dihargai dan diberi ruang. “Karenanya, aksi tersebut harus betul-betul dijaga agar tetap pada tujuan semula dan berjalan dengan damai, tertib, taat aturan, dan tidak menjadi anarkis,” tutur Haedar pada Rabu, 25 September 2019. Jangan sampai aksi yang memiliki niat baik ini terkotori oleh oknum tertentu.
Haedar berpesan kepada aparat kepolisian dan keamanan hendaknya menjalankan tugas sebagaimana mestinya dan tidak melakukan tindakan-tindakan represif atau kekerasan dalam bentuk apapun sehingga semakin tercipta suasana yang kondusif. “Tegakkan hukum dan ketertiban dengan benar, adil, objektif, dan moral yang tinggi.”
“Hormati tempat ibadah dan ruang publik agar tetap terjaga dengan baik. Para pejabat negara dan elite bangsa hendaknya mengedepankan sikap yang positif dan seksama serta tidak melontarkan opini-opini atau pendapat yang dapat memanaskan suasana,” ujarnya.
Haedar menilai Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia telah menunjukkan langkah yang tepat dengan menunda pembahasan RUU yang kontroversial tersebut sebagai bentuk kepekaan terhadap aspirasi rakyat.
“Khusus kepada DPR RI hendaknya penundaan sejumlah RUU tersebut bukanlah sekadar prosesnya, tetapi harus menyangkut perubahan substansi atau isi, agar benar-benar sejalan dengan aspirasi terbesar masyarakat serta mempertimbangkan kepentingan utama bangsa dan negara Indonesia. Selaras dengan jiwa, pikiran, dan cita-cita luhur yang terkandung dalam Pembukaan dan batang tubuh UUD 1945.”
“Pengalaman revisi UU KPK menjadi pelajaran berharga agar DPR benar-benar menyerap aspirasi masyarakat dan tidak menunjukkan keangkuhan kuasa yang pada akhirnya menimbulkan ketidakpuasan dan ketidakpercayaan publik,” ulas Haedar.
Haedar menekankan kepada semua pihak hendaknya tetap mengutamakan kepentingan dan keutuhan Indonesia di atas kepentingan diri, kelompok, institusi, dan lainnya. “Aksi mahasiswa yang murni dan situasi kehidupan bangsa yang memanas hendaknya tidak dipolitisasi atau diperkeruh yang menyebabkan keadaan semakin tidak kondusif.”
Semua pihak, ungkap Haedar, harus berintrospeksi diri sekaligus mengedepankan sikap berbangsa dan bernegara yang dilandasi jiwa kenegarawanan yang luhur demi Indonesia milik bersama. “Bangsa ini memiliki banyak masalah dan tangangan yang tidak ringan. Karenanya diperlukan persatuan, kebersamaan, suasana aman dan damai, modal ruhani dan akal budi, serta keseksamaan semua pihak dalam berbangsa dan bernegara,” tutur Haedar.
Kepada masyarakat luas dan semua pihak, Haedar mengingatkan, hendaknya menahan diri dan tetap menjaga suasana kehidupan kebangsan yang aman, damai, berkeadaban mulia, dan menjunjung tinggi keutuhan bangsa.
Semua pihak hendaknya menggunakan media komunikasi untuk tujuan yang baik. “Media sosial hendaknya dijadikan sarana interaksi hidup damai dan keluhuran akal budi sesuai dengan karakter masyarakat Indonesia yang relijius dan berkeadaban luhur, serta tidak dijadikan media menyebarkan hoaks dan segala bentuk provokasi yang dapat merugikan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di negeri tercinta ini,” tukas Haedar Nashir. (ribas/ppmuh)