Kata Haedar Nashir tentang Penyerangan Terhadap Pejabat Negara

muhammadiyah

Foto Dok PP Muh/SM

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah-Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Wiranto secara tiba-tiba diserang oleh pasangan suami istri pada Kamis, 10 Oktober 2019. Saat itu, Menkopolhukam sedang menghadiri acara peresmian Universitas Mathla’ul Anwar, Pandeglang, Banten. Menkopolhukam mengalami dua luka tusuk pada perut bagian kiri, dan menjalani perawatan di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta.

Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan bahwa penyerangan fisik terhadap pejabat negara dan warga negara merupakan bentuk kekerasan yang sangat memprihatinkan, dan oleh karena itu, harus dicegah dan ditindak secara hukum. “Apapun alasan dan siapapun pelakunya tidak boleh ditoleransi adanya kekerasan yang menyakiti dan mengancam keselamatan jiwa sesama,” tuturnya.

Negara Indonesia yang penduduknya beragama, ber-Pancasila, dan berkebudayaan luhur, serta menjunjung tinggi hukum, kata Haedar, tidak boleh memberi ruang bagi segala bentuk kekerasan. Baik itu kekerasan antar sesama warga negara, dari warga negara terhadap pejabat negara, dari pejabat negara terhadap warga negara, maupun oleh negara terhadap warga negara.

“Hukum harus benar-benar ditegakkan secara adil, tegas, dan objektif kepada siapapun yang melakukan tindakan kekerasan dan melanggar ketertiban umum tanpa pandang bulu. Hukum jangan disalahgunakan dan dipolitisasi agar tetap tegak dengan sebenar-benarnya dan seadil-adilnya,” ulas Haedar.

Sebagai solusi jangka panjang dan dijalankan secara kultural di tubuh bangsa ini, perlu terus dipupuk sikap saling menghormati, mengasihi, toleransi, dan hidup damai dalam kebersamaan. “Jika ada masalah, selesaikan secara seksama dalam sistem yang berlaku dan semangat damai. Jauhi  suasana kebencian, permusuhan, dan saling merugikan satu sama lain.”

Pesan kebaikan, perdamaian, dan saling menghargai perbedaan juga perlu disebar di ruang maya. “Media sosial harus digunakan untuk kebaikan bagi kehidupan bersama dan jangan disalahgunakan sebagai sarana menyebarkan keburukan, permusuhan, kebencian, dan kemudharatan.” Sikap ini, menurut Haedar, sebagai bentuk pertanggungjawaban moral kita semua elemen bangsa dalam upaya membangun kehidupan yang berkeadaban mulia. (ribas/ppmuh)

Exit mobile version