JAKARTA, Suara Muhammadiyah-Duta Besar Republik Islam Iran untuk Republik Indonesia, Mohammad Khosh Heikal Azad melakukan kunjungan silaturahmi ke Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Kunjungan ini disambut langsung oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir di Gedung Dakwah Muhammadiyah Jakarta, pada Selasa, 15 Oktober 2019.
Turut serta dari pihak kedutaan Iran antara lain diplomat senior Behrouz Nikpour dan bidang diplomasi publik Ali Pahlevani Rad. Adapun Haedar Nashir, didampingi oleh Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti.
Mohammad Khosh Heikal Azad menyatakan bahwa rakyat Iran telah lazim mendengar nama besar Persyarikatan Muhammadiyah. “Saya sangat senang dapat berkunjung hari ini, nama Muhammadiyah sangat terkenal karena aktivitas pengkhidmatan dan pelayanan yang dilakukan Muhammadiyah kepada masyarakat,” tuturnya.
Dalam pertemuan tersebut, Khosh bertukar pandangan tentang konsep moderasi Islam yang sudah lama didengungkan Muhammadiyah, terutama dalam hal keyakinan dan pengamalan Islam. Di Iran sendiri, dikenal konsep Islam Rahmani yang menjadikan Islam sebagai agama penuh rahmat atau welas asih.
“Moderasi dalam istilah kami adalah Islam Rahmani. Presiden kami (Hassan Rouhani) menekankan pentingnya pengamalan Islam rahmatan lil alamin, yang menolak semua ekstrimisme dan radikalisme, berlaku moderat, mengedepankan diskusi seperti wasathiyah Islam Muhammadiyah. Timur Tengah, saya kira membutuhkan itu,” tutur Khosh.
Mohammad Khosh mengaku Iran telah melakukan berbagai upaya moderasi, meski respons yang diterima kadang tidak sesuai harapan. Pihaknya menginginkan hubungan antara Iran dengan Indonesia semakin erat dalam bidang ekonomi dan pertukaran budaya. Termasuk di dalamnya dengan Muhammadiyah sebagai salah satu kekuatan civil society. “Melalui pertemuan ini kami ingin menekankan keakraban hubungan antara Iran dan Indonesia, dan kami ingin terciptanya persatuan umat Islam,” tukasnya.
Haedar Nashir menyambut baik delegasi Iran ini dan mengapresiasi usaha Iran dalam memperjuangkan persatuan umat. Di antara langkah yang harus ditempuh adalah melalui dialog, pengaruutamaan paham moderasi, dan saling membuka wawasan.
“Yang utama, negara-negara muslim bisa maju, jika pendidikannya maju. Sangat bagus jika negara-negara Muslim dalam menghadapi peta politik global, bisa saling menyangga satu sama lain, seperti perintah Qur’an, kaum beriman adalah wali bagi kaum beriman yang lainnya,” ujar Haedar. Mereka semua bersaudara.
Menurutnya, umat Islam perlu menyadari peran dan posisinya sebagai ummah wahidah. “Itu pentingnya dialog. Dan saya berharap OKI bisa memainkan peran untuk itu. Kami percaya Iran sebagai negara maju dan kelanjutan tradisi Islam yang besar di masa lalu dapat memainkan peran dalam perdamaian dunia,” tutur Haedar Nashir. (ppmuh/ribas)