Peletakan Batu Pertama Masjid Hajah Yuliana Mu’allimin Yogyakarta

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah-Sejumlah tokoh melakukan peletakan batu pertama pembangunan Masjid Hajah Yuliana Madrasah Muallimin Muhammadiyah Yogyakarta di Sedayu, 16 November 2019. Hadir dalam prosesi itu antara lain Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir, Ketua Tim Pengembangan Muallimin Ahmad Syafii Maarif, pengusaha Yendra Fahmi beserta istri, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo beserta istri, Pembina Yayasan Sinar Mas Badrodin Haiti, Ketua KEIN Soetrisno Bachir, Kapolda DIY Ahmad Dofiri, Direktur Mualimin Aly Aulia, Sekretaris PP Muhammadiyah Agung Danarto, Bendahara PP Muhammadiyah Marpuji Ali.

Haedar Nashir menyatakan bahwa masjid ini menjadi simbol keunggulan Islam yang memadukan kemodernan dan tradisionalitas. Nama masjid ini dinisbahkan kepada ibunda dari Yendra Fahmi. “Semangatnya ialah representasi spirit birrul walidain sebagai amal jariyah yang pahalanya tidak pernah putus-putus.”

Haedar menceritakan awal mula rencana pengembangan Madrasah Muallimin, sejak 2011. Buya Syafii mengajukan diri menjadi ketua panitia, PP Muhammadiyah langsung setuju dengan menerbitkan SK. “Buya Syafii tidak berpikir untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Muhammadiyah,” ujarnya. Kiprah Buya dalam proyek pembangunan ini memang sangat sentral.

Terkait proses pembangunan ini, Muhammadiyah terbuka untuk bekerjasama dengan semua pihak yang sesuai jiwa kepribadian Muhammadiyah. Muhammadiyah, kata Haedar, selalu menjalin silaturahim dengan semua pihak, menanamkan nilai-nilai persaudaraan, tanpa merasa diri paling baik.

Haedar kemudian menjabarkan tentang Madrasah Muallimin sebagai cikal sekolah modern Islam pertama. “Madrasah Muallimin dan Muallimat merupakan sekolah tertua yang didirikan Kiai Ahmad Dahlan pada 1922. Sekolah ini menjadi simbol kemajuan, baik kemajuan Muhammadiyah umat, dan bangsa.” Sekolah kader ini terus eksis sampai saat ini.

Kiai Dahlan merupakan mujaddid yang melampaui zamannya. Pernah dua kali mukim di Makkah yang saat itu berada di bawah dominasi Wahabi. “Kiai Dahlan pulang menjadi mujaddid, melakukan pembaharuan yang sesuai dengan jiwa Indonesia. Muhammadiyah adalah organisasi modern yang lahir di pusat singkretik Jawa.” Kiai Dahlan tetap menjadi kiai penghulu dan menjaga kedekatan dengan keraton.

Mewarisi semangat Kiai Dahlan, Muhammadiyah membawa spirit wasathiyah Islam yang genuin, tidak sekadar mengumbar slogan yang menjadi komoditi politik. “Tidak mencerca siapapun yang berbeda, tidak mengkategorisasikan orang,” ungkap guru besar Sosiologi ini.

Salah satu perbedaan Muhammadiyah dibanding gerakan pembaharuan lainnya adalah dalam hal pemuliaan perempuan. “Gerakan perempuan merupakan khas Muhammadiyah yang tidak ada di Timur Tengah. Selain kampus Muallimin, sebentar lagi juga akan dibangun Madrasah Mualimat.”

Pembangunan pusat-pusat keunggulan ini menjadi bagian dari investasi jangka panjang Muhammadiyah untuk membangun peradaban. “Kita berbuat sesuatu yang tidak harus selalu lewat megaphone, terkadang senyap, terpenting mudawamah (terus-menerus) dan penuh ketulusan,” ulasnya. Banyak tokoh-tokoh Muhammadiyah di pelosok Aceh hingga Papua bekerja dengan modal ketulusan, kesungguhan, dan keikhlasan.

Buya Syafii Maarif menyebut bahwa pengusaha Yendra Fahmi sebagai pribadi merdeka, yang tidak mau cawe-cawe urusan negara. “Masjid ini penyandang dana tunggal. 30 M. Mudah-mudahan ini menjadi kampus yang memancarkan Islam yang rahmah, yang pro kemanusiaan dan keadilan. Buya Syafii mengingatkan bahwa bekiprah di Muhammadiyah itu melelahkan, tapi jika dilakukan dengan ikhlas dan riang gembira, justru membahagiakan.

Direktur Muallimin Aly Aulia menyatakan bahwa pembangunan masjid ini menjadi bagian dari pengembangan Madrasah Muallimin Muhammadiyah yang sudah lama dicita-citakan, dan alhamdulillah kini tercapai.

Bambang Soesatyo menyambut baik pembangunan maajid ini. Jumlah masjid di Indonesia sudah lebih dari 1 juta, data Kemenag menunjukkan angka sekitar 800.000 masjid dan terus bertumbuh. “Yang paling penting adalah bagaimana kita mempergunakannya, memuliakannya, dan meramaikan masjid.”

“Masjid adalah tempat kita mengadu, merenung, dan mencari ketenangan ketika galau. Masjid adalah tempat terbaik untuk menemukan tempat kenenangan, menemukan jalan kebenaran.” Membangun masjid, katanya, berarti ikut membangun kemanusiaan.

Setelah selesai dibangun, kata Bamsoet, masjid ini menjadi amanat bagi kita untuk merawat agar tetap terjaga kesuciannya. “Tugas kita memakmurkan masjid secara batiniyah,” ulasnya. Masjid menjadi sarana kita berlomba-lomba dalam kebaikan. Tempat menyebarkan nilai-nilai Islam: cinta tanah air, cinta pengetahuan, cinta kedamaian, cinta kemanusiaan.

Pembina Yayasan Muslim Sinarmas Badrodin Haiti menyebut bahwa Yendra Fahmi yang menjadi donatur masjid ini sebagai pribadi yang baik. Kenalannya cukup banyak di pemerintahan dan kepolisian, tetapi tidak mau ambil proyek di pemerintahan.

Mantan Kapolri ini menceritakan asal-usulnya dari keluarga Muhammadiyah. “Saya sebagai warga Muhammadiyah, turut bangga. Tempat ini semoga menjadi tempat pembentukan budaya. Pendidikan hari ini mempengaruhi bagaimana generasi kita mendatang,” tukas Badrodin Haiti.

Di pagi hari, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono didampingi Dirjen Penyediaan Perumahan Khalawi A. Hamid turut menghadiri acara peletakan batu pertama, mewakili Presiden RI. “Kontribusi ini semoga akan menjadi berkah bagi kami dan keluarga besar Kementerian PUPR. Untuk menunjang kawasan pendidikan, kami juga akan membangun danau di kawasan ini yang dilengkapi batu alam,” tukasnya. (ribas)

Exit mobile version