YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah-Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah melakukan Groundbreaking SM Tower di area Grha Suara Muhammadiyah, 17 November 2019. Turut dihadiri Direktur Suara Muhammadiyah Deni Asyari, Pemimpin Umum Suara Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif, Walikota Yogyakarta Haryadi Suyuti, Dewan Redaksi SM Muchlas Abror dan Syukrianto AR, Sekretaris PP Muhammadiyah Agung Danarto, Rektor UAD Muchlas MT, Rektor UMY Gunawan Budiyanto, Ketua Lazismu Hilman Latif.
Ketua Umum PP Muhammadiyah menyatakan bahwa pusat-pusat keunggulan Muhammadiyah menggambarkan kemajuan yang menjadi orientasi gerak organisasi. “SM menjadi contoh Amal Usaha Muhammadiyah yang terus bertumbuh,” ujarnya. Potensi-potensi Muhammadiyah perlu terus dijaga dan dikembangkan untuk nantinya ikut serta membangun daya tawar bangsa.
Haedar menyebut bahwa saat ini terjadi geliat bermuhammadiyah di seluruh Indonesia. “Pimpinan Daerah, Cabang dan Ranting menjadi kunci untuk menggerakkan Muhammadiyah.” Khususnya untuk DIY sebagai kota kelahiran Muhammadiyah, Haedar berharap geliatnya harus lebih dinamis dan progresif. “Karena DIY menjadi kota pendidikan, pusat kebudayaan.”
Haedar mengingatkan bahwa infiltrasi politik akan mengganggu gerak Muhammadiyah. PP Muhammadiyah sedang berencana membangun komunikasi politik yang melampaui. “Modalnya adalah ketulusan, integritas, dan perekat.” Politik itu luwes dan cair. “Berpolitik tidak perlu masuk ke hati. Dampak politik yang hidup-mati adalah hilangnya trust (distrust) sesama kita,” ujar Haedar. Bahkan, residu politik masih terus dibawa pasca pemilu.
Berpolitik harus siap menang dan kalah. “Kegagalan dan kekalahan itu bagian dari dinamika hidup. Jangan bawa luka kekalahan politik ke internal Muhammadiyah. Jangan membawa irama politik ke Muhammadiyah,” ungkap Haedar Nashir. Muhammadiyah punya pengalaman panjang berpolitik.
Guru besar Sosiologi ini juga menjabarkan tentang tujuh unsur kebudayaan yang menjadi fokus gerak Muhammadiyah di seluruh Indonesia. Suara Muhammadiyah dipandang juga bergerak dalam pengembangan unsur pokok kebudayaan tersebut.
Pertama, terkait sistem religi. Kita kuat di sistem religi. Namun ketika kalah, muncul sektarian respons, menjadi radikal dan puritan. “Problem merasa paling syar’i dan puritan ini perlu diperhatikan.” Supaya tidak menjadi berlebihan dalam beragama, Haedar mengingatkan pentingnya setiap orang memiliki perisai akhlak. “Agama tidak boleh menghalangi lita’arafu dan aspek kebajikan publik,” ujar Haedar mengingatkan tentang pentingnya sikap beragama yang tengahan.
Kedua, sistem bahasa. Bahasa tidak sekadar alat komunikasi, namun juga menggambarkan sistem berpikir dan keadaban suatu masyarakat. Suara Muhammadiyah menjadi salah satu media pelopor Bahasa Melayu (Indonesia) sejak 1920.
Ketiga, sistem pengetahuan. Haedar mengatakan bahwa Muhammadiyah melalui SM itu sejak awal bergerak dalam pengembangan sistem pengetahuan. Muhammadiyah berperan dalam pengembangan literasi dan pencerdasan bangsa. Selain itu SM juga berfungsi untuk penguatan ideologi.
Keempat, sistem ekonomi dan mata pencaharian. SM melalui unit bisnisnya ikut juga membangun kemandirian ekonomi. Umat Islam sering lemah di bidang ekonomi. “Paling penting, kita tidak menyusahkan orang.” Haedar menyatakan bahwa biasanya mereka yang berdaya secara ekonomi, bukanlah orang yang terlalu banyak berwacana dan minim kerja.
Kelima, sistem organisasi dan kemasyarakatan. Muhammadiyah dikenal dengan sistem keorganisasian yang kuat dan berjejaring luas hingga ke bawah. “Sekarang jamaah di cabang dan ranting perlu diperkuat.”
Keenam, sistem peralatan dan teknologi. Anak-anak muda yang menguasai teknologi perlu diberi kesempatan. “Tanamkan energi positif pada mereka. Saya percaya akan ketulusan, kesungguhan, dan kesadaran,” tutur Haedar. Merasa diri paling baik dan lalu sibuk mencari kesalahan orang lain menjadi awal petaka.
Ketujuh, sistem kesenian. Muhammadiyah melalui Lembaga Seni Budaya dan Olahraga terus berkomitmen untuk memperkuat kesenian. (ribas)