YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah-Segenap keluarga besar Persyarikatan Muhammadiyah menggelar resepsi milad ke-107 di Sportorium Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 18 November 2019. Bersamaan dengan tasyakuran milad 100 tahun TK ABA. Muhammadiyah didirikan oleh Kiai Haji Ahmad Dahlan di Kauman Yogyakarta pada 18 November 1912.
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menyatakan bahwa tema milad ‘Mencerdaskan Kehidupan Bangsa’ memiliki makna bahwa Muhammadiyah mengambil spirit iqra yang menjadi wahyu pertama Nabi Muhammad. Cerdas yang dituju oleh Muhammadiyah mencakup keseluruhan makna kecerdasan, baik lahir maupun batin.
“Usaha mencerdaskan kehidupan bangsa ini bukan hanya mempertajam akal pikiran dan akal budi manusia, melainkan juga kebudayaan dan lingkungan serta sistem di mana manusia itu hidup, sehingga semuanya berkecerdasan,” ulas Haedar tentang pendidikan holistik Muhammadiyah.
“Muhammadiyah membangun akal budi berbasis akhlak mulia. Nabi Muhammad mengubah masyarakat Arab jahiliyah yang semula bodoh dan tertinggal menjadi masyarakat Madinah al-munawwarah, kota peradaban yang maju sampai ke seluruh muka bumi. Islam memberi warna bagi peradaban baru,” tutur Haedar.
Seluruh gerak Muhammadiyah bertujuan untuk membawa umat pada peradaban yang utama. “Muhammadiyah ingin menciptakan khairu ummah (umat terbaik), umat tengahan (ummatan wasathan) yang menjadi syuhada ala al-nas (pelaku sejarah).” Muhammadiyah tidak berpangku tangan, namun terus bergerak untuk menjadi subjek peradaban yang terus memberi.
Haedar mengingatkan tentang spirit pendiri Muhammadiyah yang perlu diteladani oleh seluruh warga Muhammadiyah. “Kiai Ahmad Dahlan merupakan sosok yang berpikir jauh ke depan. Dengan pemahamannya pada Qur’an, Kiai Dahlan melakukan dakwah dan tajdid.”
Institusi pendidikan Muhammadiyah di seluruh Indonesia mengemban misi mulia untuk mencerdaskan bangsa. “Usaha mencerdaskan tidak kenal lelah dan henti.” Seluruh gerak Amal Usaha Muhammadiyah, kata Haedar, adalah bagian dari dakwah dan upaya mencerdaskan kehidupan bangsa.
Setelah melewati usia 107 tahun, ungkap Haedar, Muhammadiyah akan terus mencerahkan semesta untuk kemajuan kemanusiaan universal. Tantangan yang dihadapi ke depan semakin berat, tidak ada kata berhenti. Di bidang pendidikan, misalnya, Muhammadiyah menghadapi revolusi industri 4.0.
Terakhir, Haedar berpesan tentang agenda Muktamar Muhammadiyah ke-48 di Surakarta. “Kita berharap muktamar menjadi momentum kita untuk muhasabah dan refleksi kiprah Muhammadiyah selama ini, serta menjadi ajang untuk menjalin ukhuwah,” tukas Haedar Nashir. (ribas)