Term ‘keluarga sakinah’ telah menjadi kata yang umum digunakan oleh masyarakat. Dalam setiap undangan pernikahan, dicantumkan sebaris doa: Semoga menjadi keluarga sakinah mawaddah wa rahmah. Jika merujuk beberapa literatur yang ada, keluarga sakinah merupakan salah satu kata yang dipopulerkan oleh persyarikatan.
Menurut Siti Noordjannah Djohantini, Keluarga Sakinah merupakan salah satu program unggulan Aisyiyah sejak 1985. Shoimah Kastolani menyebutnya sebagai salah satu keputusan Muktamar Muhammadiyah ke-41 di Solo. Muktamar Tarjih XXII di Malang 1989 menghasilkan Tuntunan Menuju Keluarga Sakinah yang kemudian diterbitkan oleh PP Aisyiyah tahun 1994. Setelah dilakukan penyempurnaan, buku ini terbit kembali pada 2016.
Keluarga merupakan kata dalam Bahasa Indonesia. Menurut UU No 52 Tahun 2009 tentang Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami-istri, atau suami, istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. Pengertian ini mengacu pada keluarga kecil (nuclear family).
Dalam Tuntunan Menuju Keluarga Sakinah, keluarga adalah “orang seisi rumah, terdiri dari orang tua, dapat kedua orang tua atau salah satu orang tua (ayah atau ibu) beserta maupun tanpa anak-anak, dapat juga bersama anggota keluarga lain yang menjadi tanggungan dan orang yang membantu dalam keluarga tersebut.” Struktur keluarga sakinah menganut pola keluarga luas (extended family). Tanggung jawab terhadap keluarga luas meliputi aspek ekonomis, pendidikan, hingga psikologis. Hal ini diisyaratkan Qs. 26: 214 dan Qs. 2: 215.
Sakinah merupakan kata serapan dari Bahasa Arab (sakana-yaskunu-suknan), berarti: tenang, senang, diam, tidak bergerak, tenang setelah bergejolak, menempati rumah, memakai tanda sukun. Kata ini disebut dalam Qur’an pada Qs. 2: 248 (sakinah), Qs. 48: 4, 18 (al-sakinah), Qs. 9: 26, 40 dan Qs. 48: 26 (sakinatah). Semua ayat itu bermuara pada perasaan tenang yang datang dari Allah.
Sakinah bermakna kedamaian, ketenteraman, keharmonisan, kekompakan, kehangatan, ketenangan, kemuliaan, kehormatan. Terwujudnya sakinah merupakan hasil dari berkembangnya mawaddah wa rahmah. Mawaddah berupa rasa saling mencintai dan menyayangi dengan penuh rasa tanggung jawab antara suami-istri. Rahmah adalah rasa saling simpati, yang mewujud dalam laku saling pengertian, penghormatan, dan tanggung jawab antara yang satu dengan lainnya. Dan cinta pada hakikatnya merupakan kerelaan untuk memberi dan melayani dengan sepenuh hati, bukan menuntut dan meminta.
Keluarga Sakinah adalah “bangunan keluarga yang dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah dan tercatat di kantor urusan agama, yang dilandasi rasa saling menyayangi dan menghargai dengan sepenuh tanggung jawab dalam menghadirkan suasana kedamaian, ketenteraman, dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat, yang diridhai Allah SwT.”
Perkawinan merupakan ikatan yang kokoh (Qs. 4: 21) untuk menyangga seluruh sendi kehidupan rumah tangga. Dipelihara melalui sikap dan perilaku saling berbuat baik (Qs 4: 19) di antara semua yang menjadi bagian di dalamnya. Dijiwai nilai-nilai rahmatan lil alamin.
Membangun keluarga sakinah didasari asas kemuliaan dan kedudukan utama sebagai manusia, asas pola hubungan kesetaraan, asas keadilan, asas mawaddah wa rahmah, serta asas pemenuhan kebutuhan hidup sejahtera dunia dan akhirat.
PHIWM menyebut keluarga sebagai tiang utama umat dan bangsa. Keluarga Muhammadiyah diharapkan memberi teladan bagi masyarakat dengan laku ihsan, islah, dan makruf. (muhammad ridha basri)