JAKARTA, Suara Muhammadiyah-Presiden Partai Keadilan Sejahtera Muhammad Sohibul Iman bersama sejumlah pimpinan partai mengunjungi Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah Jakarta. Silaturahim Kebangsaan ini disambut Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir. Didampingi Abdul Mu’ti, Busyro Muqoddas, Suyatno, Dadang Kahmad, Hajriyanto Y Thohari, Marpuji Ali, dan Syafiq A Mughni.
Pertemuan pada Rabu, 4 Desember 2019 ini membicarakan berbagai persoalan kebangsaan, serta peranan partai sebagai kekuatan penyeimbang demokrasi. Mendampingi Presiden PKS antara lain Sekjen Mustafa Kamal, Wakil Ketua Majelis Syuro Hidayat Nur Wahid, hingga Ketua Dewan Syariah Surahman Hidayat.
“Kita tentu membicarakan masalah-masalah yang menyangkut kebangsaan. Itu yang paling pokok. Dalam arti, Muhammadiyah dan PKS mendiskusikan bagaimana Indonesia ke depan, di mana kita banyak tantangan dari dalam dan luar,” tutur Haedar Nashir. Muhammadiyah menyadari bahwa tantangan kehidupan berbangsa dan bernegara akan selalu ada. Namun Indonesia diyakini semakin dewasa dan bisa menghadapi ragam tantangan.
Indonesia, kata Haedar, punya modal politik, budaya, rohani, dan sosial untuk menjadi bangsa yang besar. Mewujudkan Indonesia menjadi negara besar harus melalui spirit kontinuitas yang dilandasi jiwa, pikiran, dan cita-cita kebangsaan. Dalam konteks ini, Muhammadiyah dan PKS bicara tentang para pejuang dan pendiri bangsa dalam meletakkan pondasi agar Indonesia menjadi negara yang bersatu, berdaulat, maju, adil, dan makmur.
Muhammadiyah sebagai gerakan Islam dan PKS sebagai partai yang basisnya juga Islam, ungkap Haedar, ingin terus berusaha bersama dengan kekuatan lain mengintegrasikan keislamaan dan keindonesiaan. Ia menegaskan bahwa Muhammadiyah dan PKS sudah satu visi dalam memposisikan Indonesia sebagai negara Pancasila, hasil kesepakatan bersama. Sehingga tidak boleh keluar dari kesepakatan itu. Dalam pandangan Muhammadiyah, Indonesia adalah negara darul ahdi was syahadah.
Haedar yakin semua koridor keislaman dan keindonesiaan sudah menyatu. “Di mana negara ini ideologi dan dasarnya Pancasila dan di situlah tempat titik temu dan semua kekuatan bangsa, termasuk umat Islam sebagai mayoritas. Indonesia ini punya Pancasila dan kita menjadi negara bangsa, itu sumbangan umat Islam sangat besar. Karena itu, maka perlu dipupuk saling pengertian seluruh komponen bangsa bahwa Islam adalah kekuatan integrasi nasional, dan tidak ada ancaman apapun dari umat Islam.” Indonesia di saat yang sama harus dibawa menjadi negara yang maju.
Muhammadiyah, PKS, dan komponen bangsa lainnya, ungkap Haedar, pernah satu napas dalam mewujudkan kehidupan Indonesia yang demokratis. “Kita tadi berdiskusi, dalam konteks konsolidasi demokrasi itu jangan lupa semangat reformasi itu semangat membuat Indonesia menjadi negara di mana ada checks and balances, ada proses aspirasi kekuatan civil society yang kuat. Tetapi juga pada saat yang sama kita ingin ada pemerintahan yang good governance.” Spirit reformasi diharap terus dijaga.
Sohibul Iman menyatakan bahwa PKS menimba nasihat dari Muhammadiyah sebagai ormas Islam yang telah berusia lebih dari seabad. Terutama terkait dengan spirit kebangsaan yang harus menyatu dalam gerak politiknya. “Spirit PKS sebagai partai Islam, tapi PKS tak pernah lepas konteks kedisinian Indonesia dan kekinian alam kemodernan hari ini. Kami mendapat nasihat untuk bagaimana mematangkan demokrasi, menjaga logika dasar demokrasi dengan kami bisa menempatkan diri sebagai kekuatan penyeimbang,” tutur Sohibul.
PKS siap untuk menjadi partai yang berperan menguatkan demokrasi yang substantif. “PKS ingin dalam konteks demokrasi ini, kami serius ingin membangun demokrasi yang substansial. Bukan demokrasi yang prosedural. Saya kira hal-hal itu yang tadi dibicarakan. Kami insyaallah meresapi apa yang telah disampaikan Muhammadiyah,” tukas Sohibul Iman. (ribas/dbs)