Oleh: Muhammad Adam Ilham Mizani
Paradigma Konsep Intelektual
Albert Dreyfus seorang perwira keturunan Yahudi yang dipecat dari dinas ketentraan perancis karena dicurigai sebagai intel (agen mata mata asing) yang membuat masyarakat tidak tenang (gempar), kelompok pembelanya dianggap sebagai anti –semit, rasis dan dijuluki sebagai les intellectuels. istilah intelektual dalam hal ini bermaksud penghinaan daripada sanjungan, menjadikan simbol intelektual menjadi konotasi negatif karena dianggap tidak loyal dan militan kepada bangsa, negara bahkan agama kecuali pada pemikiranya sendiri serta tidak pula nasionalis, agamis.
Makna intelektual ialah mereka yang “selalu berbeda arah jalan” dengan pengusa, kritis dan membrontak terhadap segala sesuatu kemampanan ( status Quo ) atau dalam bahasa lain mereka adalah orang yang berumah diatas angin, tidak membumi, tidak berkuasa. Menurut Julien Benda (1867-1966) dalam karyanya yang berjudul “ La Trahison Des Clercs “ (pengkhianatan kaum intelektual ), intelektual merupakan sosok yang ideal tujuannya bukan untuk mengejar hal yang praktis melainkan untuk mengolah seni, ilmu atau renungan metafisik, dan dia juga salah satu orang yang memantik perdebatan seputar intelektual dan perannya dibarat yang memperhadapkan kaum intelektual dan kaum awam , memberi arti intelektual adalah pejuang kebeneran dan keadilan, yang menekuni bidang keahlianya (pemikir, saintis atau budayawan ). Pemaknaan intelektual memiliki banyak pandangan.
Dari berbagai pandangan diatas menurut hemat penulis bahwa intelektual adalah mereka yang mampu hidup, merdeka dengan prinsip sendiri dan memiliki daya nalar yang tajam , mampu merasakan keresehan yang ada dilingkunganya dan bisa menggerakan orang orang untuk mau melakukan perubahan secara bertahap . orang intelektual tidak memasang dan menjual kelebihanya untuk kepentingan materialistik pribadi tapi untuk membangun nilai nilai kemanusian yang tertindas oleh penguasa agar bisa membangkitkan dan melahirkan manusia yang merdeka dengan segela kemampuanya.
Simbolitas Cendikiawan Berpribadi
Lagu mars IMM bukan hanya sebuah irama yang enak untuk didengar ditelinga ,namun hal itu menjadi mediator jiwa dan akal untuk menumbuhkan semangat ruhul jihad (manusia akademis dan aktivis ) dan ruhul ikhlas dalam berjuang dakwah amar ma’ruf nahi munkar . ketika irama berbunyi “ …. kitalah cendikiawan berpribadi, susila cakap takwa kepada tuhan ,pewaris tampuk pimpinan umat nanti …“ . memiliki tiga tujuan penting ,pertama IMM dilahirkan untuk menjadi master key of intelectual ( aset pengetahuan ,pengalaman ) . kedua , membentuk manusia yang unggul dibungkus dengan keimanan ,ketakwaan dan keikhlasan dalam berjuang ( beribadah ) . Tiga , semua kelebihan dalam kader IMM baik dalam keilmuan atau kuat dalam ibadah,aqidah bukan semata mata untuk menghidupkan diri sendiri tapi untuk berdakwah memberi kemaslahatan untuk umat manusia atau untuk menjadi kader umat,bangsa dan persyarikatan. Dengan adanya simbol cendikiawan berpribadi yang merupakan inteprestasi dari tujuan IMM itu sendiri berusaha mengintegrasikan antara pengetahuan dan Agama ( Akhlak ) merupakan suatu wacana mulia untuk bisa menjadi seorang akademis yang tidak hanya pinter secara konseptual teori tapi juga cerdas dan kuat dalam menjalankan misi illahiyah dan misi kemanusian.
Kritik IMM Masa Kini
berbicara konseptual wacana mengenai tentang intelektual, banyak manusia yang sukses karena kehebatan ilmunya dan terjatuh tersungkur juga pula karena akhlaknya ( perbuatan tercela ) . Mencoba merefleksikan tujuan awal IMM adalah “mengusahakan terbentuknya akademisi Islam yang berakhlak karimah untuk mencapai tujuan Islam yang sebenar-benarnya “ . perkembangan IMM masa kini menurut spekulatif penulis mengalami kiblat yang salah dalam arti kehilangan ghirah pergerakanya ,tidak sesuai arah yang sudah direncanakan. Kritik apa saja yang membuat IMM kehilangan arah ?
pertama , IMM dilahirkan untuk meneguhkan dan membumikan semangat tauhid . melihat fenomena gerakan IMM yang hanya disibukan dengan kegiatan diskusi kelimuan barat ,ngopi malam berlarut-larut sampai lupa waktu sholah subuh ,atau bahkan sibuk jejaring untuk mendapat proyek . secara tidak sadar kehilangan nilai ketuhananya dalam arti IMM yang seharusnya membangun peradaban kampus dengan keilmuan agamanya, terasa kering di area kampus,masjid masjid terasa sepi oleh kajian anak IMM, bahkan terkadang sholatpun menunggu jamaah bubar alias menjadi imam untuk diri sendiri.
Karena asyik membahas keilmuan tentang pemikiran tokoh tokoh barat atau wawasan glob al lainnya . terkadang membuat IMM males untuk membahas fundamental ilmu ajaran agama Islam , males untuk mengkaji HPT sehingga seolah olah hal itu sudah tidak asyik dibahas lagi. Dan akhirnya kampus kampus muhammadiyah di isi komunitas dakwah milienal yang memungkinkan membawa pemahaman ideologi baru yang tidak sesuai dengan dakwah muhammadiyah. Pemahaman tentang tauhid ini tidak hanya sebatas pada teologis saja tapi pada misi kemanusian . spirit Al-Maun yang dijalankan IMM mengalami penurunan ,kurangnya rasa empati terhadap bencana kemanusian , kurang mengkaji krisis kemanusian yang sedang melanda indonesia dan negara muslim di dunia ( Palestina ) . seharusnya IMM bisa tampil terdepan dalam menjalankan misi kemanusian yang tidak hanya mengandalkan misi kemanusian yang sudah dibuat muhammadiyah.
Kedua, dalam ranah nalar intelektual atau akademisi , di sinilah kebebasan manusia IMM dalam berpikir , sumber darimanapun bisa dijadikan media mendapat pengetahuan, tidak ada tekanan dari sistem orang lain ataui kelompok ,yang pada intinya nalar inlektual ini bagaimana bisa menjadi manusia IMM yang merdeka dan mandiri. Dijumpai anak IMM yang merasa memiliki ilmu tinggi terkadang merendahkan orang lain entah itu pimpinanya sendiri atau sesama kadernya karena tidak memiliki kemampuan yang sama seperti dirinya, ada kader tidak ikut diskusi diklaim sebagai kader yang kurang idealisme, tidak pandai berbicara didepan publik dianggap tidak punya mental, jarang baca buku dianggap sebagai orang anti buku, tidak baca buku filsafat dibilang orang anti filsafat. penulis menegaskan bahwa jika ada orang yang berwatak merendahkan orang lain, sombong merasa ujub (berbangga diri), memanfaatkan keilmuanya untuk kepentingan pribadi, itulah yang dinamakan sebodoh bodohnya manusia dalam ber-IMM.
Pada prinsipnya intelektual dalam ber-IMM tidak bisa diparamaterkan dengan seberapa dia banyak baca buku, seberapa pinternya beragumentasi dan seberapa besar dalam berpartisipasi dalam forum diskusi. Tapi bisa diukur dengan seberapa banyak tulisan yang dibuat, buku yang dibuat, nilai akademik bagus, hubungan dengan sesama manusia bisa dirasakan kemaslahatanya dan ibadah dengan sang pencipta berjalan dengan baik serta memiliki karya yang bisa dirasakan kebaikanya oleh umat, bangsa dan negara. Ciri orang yang berintelektual diantaranya dia memiliki ilmu, dia memiliki keunggulan dan kebaikan dalam hidupnya.
Muhammad Adam Ilham Mizani, Ketua Umum PK IMM Muhammad Abduh Sukoharjo Universitas Muhammadiyah Surakarta.