Meninjau Ulang Keindonesiaan

Meninjau Ulang Keindonesiaan

Judul               : Indonesia dan Keindonesiaan: Perspektif Sosiologis

Penulis             : Haedar Nashir

Penerbit           : Suara Muhammadiyah

Cetakan           : 1, Februari 2019

Tebal, ukuran  : xii + 302, 14 x 21 cm

Indonesia merupakan anugerah terbesar, yang kemerdekaanya diraih atas berkat rahmat Allah yang Maha Kuasa. Negara dengan gugusan kepulauan ini laksana sekeping surga yang diturunkan ke dunia. Tanah zamrud khatulistiwa yang subur ini dihuni penduduk dan makhluk lainnya yang menjemuk. Mereka hidup berdampingan secara damai (hlm 173).

Kita semua warga bangsa mencintai Indonesia. Namun, ekspresi cinta itu beragam dan tidak satu warna. Mungkin ada yang suka menggebu-gebu gemar berslogan heroik, demi hasrat tahta dan harta, namun cintanya palsu. Setiap hari lantang menggelorakan cinta NKRI, namun pada saat yang sama justru menyelinap ke seluruh relung negeri mengejar keuntungan pribadi secara politik, ekonomi, dan akses pamrih lainnya dengan serakah.

Buku ini mengingatkan bahwa cinta Indonesia harus dibuktikan dalam bakti pengorbanan untuk merawat dan memajukan Indonesia, bekerja gigih untuk rakyat tanpa pamrih. Bahkan, bersikap korektif demi kemajuan bangsa juga bagian dari cinta, supaya yang dicintai tidak terjerumus dalam jurang. Cinta sejati tidak ingin menyaksikan Indonesia dalam bahaya dan nestapa. Nasionalisme memang membutuhkan kesetiaan, namun bukan taklid buta yang berujung ultra-nasionalis.

Dalam keindonesiaan, semua warga bangsa melebur menjadi keluarga. Kekuatan besar maupun yang kecil saling maju bersama, tidak perlu saling menguasai demi ambisi pribadi dan para kroni. Semua harus saling berbagi dan menjamin hak hidup sesuai jaminan negara yang dijiwai nilai-nilai agama. Hidup guyup demi kebahagiaan bersama dimulai dengan kesadaran dan wawasan yang kokoh tentang jati diri kebangsaan.

“Sebuah negara terbentuk bukan semata karena kekuasaan, tetapi bersatunya secara integral seluruh kekuatan masyarakat dalam entitas bangsa, ujar Spinoza. Para pendiri bangsa berbulan-bulan membahas dan berdebat secara mendalam seputar dasar negara dari Indonesia yang akan didirikan, bersambung beberapa tahun hingga puncaknya di sidang Konstituante. Meski sering berbeda pandangan secara tajam, para tokoh bangsa itu isi kepala dan hatinya luar biasa kaya dengan pemikiran dan kearifan, sehingga menjadi sosok-sosok negarawan yang adiluhung.” (Haedar Nashir, “Indonesia Hitam-Putih” dalam Republika, 13/8/2017)

Menurut Haedar, Indonesia dibangun dengan fondasi pemikiran yang kokoh dan bermuara pada weltanschauung atau pandangan hidup yang terkandung dalam Pancasila sebagai dasar negara dan agama. Pandangan itu menjiwai nilai Pancasila serta tertanam kuat dalam ruhani bangsa Indonesia sejak lama. Oleh karena itu, para elite negeri harus punya wawasan yang luas dalam memimpin Indonesia agar bangsa ini berjalan sesuai dengan amanah dan cita-cita luhur para leluhur.

Buku ini secara jernih menunjukkan bahwa selain banyak hal yang perlu disyukuri, bangsa ini juga memiliki banyak masalah yang perlu diselesaikan bersama oleh segenap elemen bangsa. Semua kekuatan dengan perannya masing-masing perlu terus membuktikan cintanya. Semuanya bergerak dalam dinamika keindonesiaan seraya melakukan transformasi dan rekonstruksi terus-menerus menuju negara yang baldatun thayyibatun warabbun ghafur. (ribas)

Exit mobile version