Indonesia Krisis Ekologi

Indonesia Krisis Ekologi

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah-Komunitas Kader Hijau Muhammadiyah mengadakan Diskusi Publik bertajuk “Indonesia dalam Pusaran Ekologi” dan Deklarasi Kader Hijau Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta, 3 Januari 2019, di Aula Kantor PP Muhammadiyah Jalan Cik Ditiro Yogyakarta.

Ketua PP Muhammadiyah bidang Hukum dan HAM, Busyro Muqoddas memberi pengantar diskusi. Menurutnya, oligarkhi ekonomi-politik yang dipraktekkan telah melahirkan aristokrasi dan birokrasi yang tidak jujur. Dominasi birokrasi oligarkhi ini menyebabkan proyek-proyek pembangunan tidak akuntabel, tidak layak, dan pada akhirnya menyebabkan kerusakan alam. Sebelum itu, ada perizinan yang tidak jujur. Di hulu, ada masalah UU yang dilahirkan oleh karena deal-deal-an para korporasi.

Ketua Front Nahdliyin untuk Kedaulatan SDA, Roy Murtadho menyatakan bahwa teologi Islam bisa dijadikan acuan dalam menghadapi krisis ekologi dan kapitalisme. “Dalam ilmu mantiq disebutkan, al-insan hayawanun natiq. Manusia itu satu-satunya hewan yang berpikir, namun juga satu-satunya hewan yang merusak rumahnya sendiri,” ulasnya. Secara teologis, Islam menempatkan manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi yang sekaligus menerima amanat untuk menjaga dan mengelola bumi (QS Al-Baqarah: 30 dan QS. al-Ahzab: 72).

Di saat yang sama, kata Roy, manusia termasuk umat Islam di dalamnya, seringkali membuat kerusakan di bumi, sebagaimana dinyatakan QS. Ar-Ruum: 41. Ada dilema manusia itu sebagai makhluk material yang merusak alam. “Kalau ada kerusakan di muka bumi, maka itu pasti ulah manusia, tidak mungkin kucing. Di masa sebelum masyarakat industri, kerusakan alam tidak separah ini.”

Dalam proses kemajuan, yang dipakai adalah akal intrumentalis. Menghamba pada hasrat untuk mengakumulasi kapital, dengan logika Cartesian. Proses kerusakan berlangsung demi hasrat keserakahan. “Yang membuat kerusakan paling besar adalah kapitalisme,” ungkap Roy. Di tengah situasi ini, ungkap Roy, kader muda NU dan Muhammadiyah harus bergerak bersama di isu ekologi tanpa sekat.

Ketua Kader Hijau Muhammadiyah Pusat, Ahmad Assyifa menyatakan bahwa Kader Hijau Muhammadiyah adalah wadah untuk menghimpun dan menjaga semangat perjuangan kader muda di bidang ekologi, yang mulai tumbuh dan masih berserak. Gerakan ini perlu berkolaborasi dengan semua pihak. Embrionya sudah ada di beberapa daerah, para aktivis muda Muhammadiyah bergerak bersama elemen lainnya, semisal di Surabaya.

Ketua Kader Hijau Muhammadiyah DIY Fauzan Anwar Sandiah menyebut bahwa Muhammadiyah pada 2007 sudah memproduksi Fikih Air. “Tanggung jawab Muhammadiyah sebagai civil society bukan cuma dalam mengadvokasi demokrasi, tetapi memastikan demokrasi bersih dari ketimpangan ekologi.” Gerakan ini nanti berujung pada bentuk gerakan advokasi. bergerak ke arah pembelaan lingkungan. Visi Islam Berkemajuan bagi KHM adalah melawan sistem yang merusak. Terinspirasi dari KH Ahmad Dahlan yang melawan kapitalisme kolonial.

Jurnalis Mongabay, Tommy Apriando, menyebut bahwa proyek-proyek oligarkhi menyebabkan kerusakan tambang di banyak tempat. “Pemilu menjadi potensi ijon politik. Biaya politik begitu mahal. Uangnya dari ijon politik, terutama dalam hal perizinan tambang. Banyak kepala daerah yang ditangkap KPK karena perizinan,” ungkapnya. Tidak hanya oligarki politik, bahkan oligarki media juga menyebabkan ruang redaksi tidak kritis pada kerusakan lingkungan. (ribas)

Baca juga:

Membangun Kesadaran Ekologis dan Ontologis: Muhammadiyah 107 Tahun

Gerakan Sosial-Ekologi Muhammadiyah

MPM Berdayakan Pemulung, Mengais Sampah Menuai Berkah

‘Aisyiyah Gencarkan Eco Masjid dan Shadaqah Sampah

Refleksi Akhir Tahun MLH: Waspada Bencana dan Peduli Lingkungan

Exit mobile version