Berguru Pada Astronom Muslim

Berguru Pada Astronom Muslim

Judul                           : Astronomi Muslim Sepanjang Sejarah Peradaban Islam: Biografi Intelektual, Karya, Sumbangan, dan Penemuan

Penulis                         : Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar

Penerbit                       : Suara Muhammadiyah

Cetakan                       : 1, Maret 2019

Tebal & ukuran           : xxiv + 628 hlm & 15 x 23 cm

Ketika mengalami kekalahan di berbagai penjuru, sebagian Muslim baru tersadar bahwa mereka pernah berjaya dalam bidang pengetahuan dan memimpin peradaban. Kesadaran ini berdampak positif jika diikuti sikap jujur mengakui realitas historis, disertai kemauan belajar pada siapa pun guna mengejar ketertinggalan. Sebaliknya, kesadaran ini menjadi awal kehancuran ketika dijadikan sebagai pelampiasan, lari dari realitas masa kini, dan akhirnya terjebak pada romantisisme untuk hanya membanggakan masa lalu tanpa mau berbenah diri.

Dalam situasi ini, umat Islam perlu berguru kembali pada pendahulu. Di antaranya dalam bidang ilmu perbintangan. Astronomi kerap disebut ilmu tertua sepanjang sejarah peradaban manusia, yang merentang dari zaman Babilonia, Sumeria, Mesir, China. Setelah keruntuhan Yunani dan Romawi abad pertengahan, kejayaan Astronomi berpindah ke Arab. Zaman keemasan Islam (abad 8-15) ini melahirkan banyak astronom ternama.

Astronomi di dunia Islam sering disebut ilmu falak. Di antara kajian falak yang populer adalah ilmu hisab, berupa aktivitas yang berkenaan dengan melakukan perhitungan gerakan benda langit, berdasarkan posisi geometris matahari, bulan, dan bumi. Perhitungan itu guna mengetahui posisi benda langit, ketinggian, kerendahan, terjadinya waktu malam dan siang, awal waktu shalat, bilangan bulan dan tahun, awal bulan Qamariyah, hingga gerhana.

Donald Hill dalam Islamic Science and Engineering (1993) membagi perkembangan Astronomi Islam ke dalam empat periode. Pertama, tahun 700-825 M sebagai fase adopsi dan penyatuan khazanah Astronomi Yunani, India, dan Sassanid. Kedua, tahun 825-1025 sebagai fase penelaahan, penerimaan, dan modifikasi sistem Ptolomeus. Sebelum 800 M, rujukan utama kajian Astronomi adalah Almagest, karya Ptolemy yang ditulis tahun 100 M di Yunani. Setelah tujuh abad, ilmuwan Muslim semisal Ibn Yunus mengoreksi kesalahan perhitungan Ptolemy tentang pergerakan dan perubahan bentuk orbit imajiner planet. Melahirkan paradigma baru bahwa bumi bukan sebagai pusat orbit. Ketiga, rentang 1025-1450 sebagai masa kejayaan Astronomi Islam dengan banyak temuan baru. Keempat, kisaran 1450-1900 menjadi fase stagnasi dan bahkan terbilang sebagai awal kemunduran.

Buku ini menjelaskan dengan gamblang sejarah 25 tokoh astronom Muslim, beserta karya dan gagasan pemikirannya. Mulai dari Al-Fazzary, Abbas Al-Jauhary, Banu Musa bersaudara, Al-Khawarizmy, Al-Battany, Al-Hamdany, Al-Farghany, Kusyar Al-Jily, Ash-Shufy, Al-Buzjany, Al-Majrithy, Ibn Yunus, Al-Biruny, Ibn Al-Haitsam, Al-Urdhy, Al-Thusy, Al-Marrakusy, Asy-Syirazy, Ibn Al-Banna, Ibn Asy-Syathir, Ibn Al-Majdy, Ulugh Bek, Al-Mardiny, Ar Rashid, hingga Al-Ahsa’iy.

Karya dari Kepala Observatorium Ilmu Falak UMSU yang berlatar keilmuan Filologi Astronomi ini dilengkapi dengan 133 gambar berkenaan dengan naskah dan prototipe instrumen Astronomi. Buku ini menunjukkan etos dan mentalitas keilmuan para saintis Muslim yang terbuka, belajar pada Timur dan Barat. (ribas)

Dapatkan bukunya di sini

Exit mobile version