Darul Ahdi wa al-Syahadah

Darul Ahdi wa Syahadah

Konsep “Negara Pancasila sebagai Darul Ahdi wa al-Syahadah” didasarkan pada ideologi dan pemikiran resmi organisasi, seperti: Matan Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah, Kepribadian Muhammadiyah, Khittah Muhammadiyah, Membangun Visi dan Karakter Bangsa, Indonesia Berkemajuan, serta Tanwir 2012 dan 2014. Rumusan ini diharapkan menjadi landasan, orientasi pemikiran dan tindakan bagi warga Muhammadiyah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dalam kehidupan kebangsaan, Muhammadiyah dan umat Islam sebagai kekuatan mayoritas memiliki tanggung jawab besar untuk menjadikan Indonesia sebagai negara yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan anugerah Allah atas perjuangan seluruh elemen rakyat yang mengandung jiwa, pikiran, dan cita-cita luhur kemerdekaan (PP Muhammadiyah, Negara Pancasila sebagai Dar al-Ahdi wa al-Syahadah, 2015, hlm 2).

Beberapa diktum dalam Pembukaan UUD 1945 dianggap penting dan mendasar karena mengandung jiwa, filosofi, pemikiran, dan cita-cita bernegara untuk dihayati dan diwujudkan dalam kehidupan kebangsaan. Kelahiran dan kehadiran Indonesia yang melekat dengan jiwa ketuhanan dan keagamaan, memiliki mata rantai sejarah yang panjang. Peranan umat Islam Islam melalui organisasi-organisasi dan kerajaan-kerajaan Islam sangat penting dan strategis dalam perjuangan kemerdekaan dan pembentukan Indonesia.

Muhammadiyah dan para tokohnya ikut serta berkonstribusi dalam setiap fase sejarah bangsa. Dimulai dari KH Ahmad Dahlan dan Nyai Walidah, yang dinobatkan sebagai pahlawan nasional. Tokoh Muhammadiyah lainnya yang membaktikan peran strategis bagi perjuangan kebangsaan adalah KH Mas Mansur, Soekarno, Ki Bagus Hadikusumo, Kahar Mudzakkir, Kasman Singodimedjo, Muhammad Roem, Djuanda, hingga Jenderal Sudirman. Setelah kemerdekaan, pengabdian Muhammadiyah masih berlanjut, semisal dalam bidang intelektual melalui tokoh Buya Hamka, Farid Makruf, Moh Rasyidi.

Muhammadiyah memandang bahwa NKRI ditegakkan di atas falsafah yang luhur dan sejalan dengan nilai ajaran Islam. Negara Pancasila dipahami sebagai ideologi negara hasil konsensus segenap elemen bangsa (dar al-ahdi) dan sekaligus sebagai tempat pembuktian atau kesaksian (dar al-syahadah) untuk mewujudkan negara yang aman dan damai (dar al-salam). Nilai ideal yang dicita-citakan termaktub dalam Qs Al-Araf: 96, Al-Dzariat: 56, Hud: 61, Al-Baqarah: 11 dan 30, Ali Imran: 110 dan 112, Al-Hujurat: 13 (hlm 14-15).

Setelah berjuang mendirikan negara, Muhammadiyah memandang bahwa umat Islam harus berkomitmen mengisi negara hasil kesepakatan dan menjadikan negara ini sebagai dar al-syahadah, negara tempat bersaksi dan membuktikan diri dalam membangun kehidupan kebangsaan. Umat Islam harus ikut memajukan kehidupan kebangsaan dengan segenap kreasi dan inovasi terbaik, sehingga mampu menjadi uswah hasanah yang berprestasi.  Hal ini menuntut perjuangan bersama yang sungguh-sungguh.

Muhammadiyah sebagai komponen strategis, menggunakan etos fastabiqul khairat untuk selalu berada di garis depan. Muhammadiyah yang berwawasan kosmopolitan, berjuang untuk membangun Negara Pancasila dengan basis pandangan Islam Berkemajuan. Berupa agama yang senantiasa menebar kebenaran, kebaikan, kedamaian, keadilan, kemaslahatan, kemakmuran, persatuan, dan keutamaan hidup secara dinamis bagi seluruh umat manusia, yang menaungi segenap kemajemukan di muka bumi. (ribas)

Exit mobile version