Mengapa Muhammadiyah di Sumatera Surut

ranting muhammadiyah

Foto Dok SM

Judul Buku : Strategi Percepatan Pengembangan Cabang dan Ranting Muhammadiyah di Sumatera

Penulis  : Tim Penulis LPCR

Penerbit: Suara Muhammadiyah

Cetakan : I,  Oktober 2017

Tebal dan Ukuran: xii + 52 hlm, 11 x 15 cm

Di lingkungan Persyarikatan Muhammadiyah, seringkali disampaikan bahwa Ranting dan Cabang Muhammadiyah merupakan ujung tombak Persyarikatan. Kita tidak bisa membayangkan  seperti apa wujud Muhammadiyah yang terus tumbuh membesar ini tanpa adanya Cabang dan Ranting. Karena hakekat kekuatan Muhammadiyah sejatinya terletak di lapis Cabang dan Ranting. Karena langsung bersentuhan dengan setiap detak kehidupan masyarakat.

Muhammadiyah telah berkembang begitu pesat diseluruh bumi Nusantara ini, tidak terkecuali di Pulau Sumatera. Konon, menurut cerita Muhammadiyah di Pulau Sumatera mempunyai pola yang sangat khas. Pertumbuhan Muhammadiyah di beberapa daerah di Sumatera bahkan melebihi perkembangan Muhammadiyah di Jawa. Oleh karena itu, tidak berlebihan kalau ada yang berkomentar, walau Muhammadiyah lahir dan berpusat di Jawa namun tumbuh besar di Sumatera.

Dari beberapa catatan sejarah dan potensi  yang sekarang ada, kita akan tahu kalau Wilayah Sumatera sesungguhnya merupakan wilayah yang sangat subur untuk tempat berkembangnya dakwah Muhammadiyah. Dengan sentuhan dan strategi yang tepat, Cabang dan Ranting Muhammadiyah di seluruh wilayah di Sumatera akan dapat berkembang dengan pesat.

Namun, walau terus menanjak, saat ini pertumbuhan dan perkembangan Cabang dan Ranting Muhammadiyah  di beberapa daerah di Sumatera juga ada yang mengalami kesurutan.

Dalam catatan LPCR terdapat paling tidak tiga masalah mendasar yang dihadapi Pimpinan Muhammadiyah di Cabang dan Ranting di wilayah Sumatera, yaitu: Pertama, krisis sumber daya manusia. Di beberapa Cabang dan Ranting sering ditemui masalah sumber daya manusia ini terutama menyangkut sedikitnya jumlah pimpinan. Oleh karenanya kepengurusan Cabang dan Ranting antara satu daerah dengan daerah lain akan tampak berbeda dari segi jumlah yang menempati posisi pimpinan. Persoalan ini semakin mencolok ketika pergantian kepemimpinan dari stau periode ke periode berikutnya.

Kedua, krisis kebanggaan ber-Muhammadiyah. Krisis dalam hal ini lazim terjadi di setiap organisasi.Oleh karenanya, meski Muhammadiyah dikenal sebagai organisasi  Islam terbesar di Indonesia namun belum mampu memberi makna dan dampak yang berarti bagi unsur pimpinan di tingkat Cabang dan Ranting di beberapa wilayah Sumatera.  Sebagian besar Pimpinan Cabang dan Ranting justru merasa kerdil ketika berhadapan dengan pihak lain seperti tokoh-tokoh pemerintah setempat. Sebagai dampaknya, Pimpinan Cabang dan Ranting kurang mampu memperjuangkan keyakinan dan sudut pandang persyarikatan ketika misalnya, harus berbeda dalam pelaksanaan ibadah maupun lainnya.

Ketiga, krisis motivasi. Persoalan ini termasuk krusial di saat unsur Pimpinan Cabang dan Ranting telah mengalami kemunduran dalam motivasi untuk berjuang menjalankan roda organisasi. Sebagai maslah internal, krisis motivasi kerap dipicu oleh rendahnya apresiasi dan dukungan dari pimpinan setingkat di atasnya.

Melihat kondisi seperti itu, Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting (LPCR) PP Muhammadiyah melalui buku ini mencoba memberikan sebagian strategi yang memungkinkan untuk diterapkan untuk mengakselerasi pengembangan dan penguatan Cabang dan Ranting Muhammadiyah di Pulau Sumatera. (Imron Nasri)

Exit mobile version